- Back to Home »
- Laporan »
- Laporan Lengkap Praktikum : Dasar - Dasar Ilmu Tanah
Posted by : Zero Kun
14 Mei 2015
LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM
DASAR–DASAR ILMU
TANAH
MUHAMMAD FAWZUL ALIF NUGROHO
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TADULAKO
2014
LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM
DASAR–DASAR ILMU
TANAH
Disusun Sebagai
Salah Satu Syarat
dalam Menyelesaikan Mata Kuliah
Dasar–Dasar Ilmu Tanah
Oleh
MUHAMMAD FAWZUL ALIF NUGROHO
E 281 13 002
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TADULAKO
2014
HALAMAN PENGESAHAN
Judul :
Laporan Lengkap Praktikum Dasar–Dasar Ilmu Tanah
Tujuan :
Untuk mengetahui pengambilan contoh tanah dan cara penetapan kadar air,
permeabilitas, bobot isi tanah, ruang pori tanah, reaksi tanah, bahan organik
tanah, tekstur tanah dan kapasitas tukar kation.
Nama : MUHAMMAD FAWZUL ALIF NUGROHO
Stambuk : E 281 13 002
Program studi :
Agroteknologi
Fakultas :
Pertanian
Universitas :
Tadulako
Palu, November 2014
Megetahui,
Koordinator Asisten Asisten Penanggung Jawab
Herdiansyah Ni Wayan Yasniasih
E 281 10 086 E 281 10 088
Menyetujui,
Koordinator Asisten
Dasar–Dasar Ilmu Tanah
Dr. Ir. Danang Widjajanto, MS
Nip. 19650106 199403 1
001
KATA PENGANTAR
Puji syukur
kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan Laporan Lengkap Praktikum Dasar–Dasar Ilmu Tanah
pada waktu yang ditentukan.
Penulis menyadari bahwa
kesempurnaan hanyalah milik sang pencipta, penulis sangat mengharapkan
saran-saran dari para pembaca agar laporan ini dapat menjadi lebih baik lagi. Semoga laporan praktikum ini memberi manfaat serta membantu kepada setiap
pembaca maupun pihak-pihak yang membutuhkan, terutama bagi penulis.
Palu, November 2014
Penulis
RINGKASAN
Pengambilan contoh tanah berupa
contoh tanah terganggu dan tanah utuh. Contoh tanah terganggu digunakan untuk
analisis sebaran partikel tanah (tekstur tanah) dan kandungan bahan organik
tanah, sedangkan agregat utuh digunakan untuk analisis kemantapan agregat tanah.
Pengambilan contoh tanah utuh sangat diperlukan untuk menentukan sifat–sifat
dari contoh tanah tersebut. Jika melakukan pengambilan sampel tanah tersebut
dengan cara yang benar dan memenuhi 3 syarat pengambilan, maka sampel tanah
yang didapat akan baik.
Contoh tanah terganggu juga
diperlukan karena untuk menentukan sifat–sifat dari contoh tanah tersebut
yaitu seperti tekstur, reaksi tanah dan bahan organik contoh tanah itu. Dalam
pengambilan contoh tanah itu harus hati–hati karena guncangan–guncangan dapat merusak struktur
tanah itu. Dianjurkan untuk menggunakan peti khusus yang besarnya disesuaikan
dengan jumlah tabung serta waktu penyimpanan perlu diperhatikan karena contoh
tanah yang terlalu lama dalam ruangan yang panas akan mengalami perubahan.
Banyaknya kandungan air dalam
tanah berhubungan erat dengan besarnya tegangan air dalam tanah tersebut.
Sedangkan permeabilitas menujukan kemampuan tanah untuk meloloskan air
struktur, sturktur dan tekstur serta unsur organik lainya. Kadar air terbesar terdapat pada kelompok 4 yaitu 21,00% yang
disebabkan karena tanahnya mengandung banyak liat. Tanah jenis liat memiliki
daya ikat air yang tinggi dibanding pasir dan debu.
Permeabilitas
tertinggi terdapat pada kelompok 3 yaitu 34,24 cm/jam karena perbedaan besar pori pada tanah. Jika pori tanah besar maka
nilai permeabilitas tinggi dan sebaliknya.
Bulk
Density merupakan petunjuk kepadatan tanah. Makin padat suatu tanah maka nilai
dari Bulk Density juga semakin tinggi. Sedangkan porositas tanah adalah
persentase volume tanah yang tidak ditempati butiran padat. Makin padat suatu
tanah maka nilai dari Bulk Density juga semakin tinggi. Bila suatu tanah
berkepadatan tinggi, maka kemampuan meneruskan airnya kurang. Sehingga dapat
diketahui diketahui bahwa kepadatan tanah kelompok 5 berbeda dengan kelompok 3.
Porositas
tertinggi terdapat pada kelompok 3 yaitu 68%. Bila porositas tanah tinggi maka
ruang pori tanah tersebut besar yang mengakibatkan tanah berpori besar tak
dapat mengikat air tanah. Dapat disimpulkan bila nilai Bulk Density rendah maka
nilai porositasnya tinggi dan juga sebaliknya.
Reaksi
tanah merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menyatakan
reaksi asam atau basa dalam tanah. Reaksi tanah dapat dikategorikan
menjadi tiga kelas yaitu, masam, netral, dan basa. Sedangkan bahan organik
merupakan perekat butiran lepas dan sumber utama nitrogen, fosfor dan belerang.
Bahan organik menjadi salah satu indokator kesehatan tanah, karena memiliki
beberapa peranan kunci di tanah.
Tanah yang diekstrak dengan
aquades menunjukkan nilai kemasaman aktif (aktual) sedangkan tanah yang
diekstrak dengan KCl menunjukkan kemasaman cadangan (potensial). Jika pH lebih
besar dari 7 bersifat basa, jika diantara 6–7 bersifat netral, dan di bawah 7
bersifat asam. Tanah yang baik yaitu tanah yang bersifat netral.
Bahan organik tertinggi terdapat
pada kelompok 3 yaitu 6,59%. Semakin tinggi nilai bahan organik tanah, maka
tanah tersebut semakin baik karena tanah yang berbahan organik tinggi akan
meningkatkan aktifitas biokimia tanah. jika nilai reaksi tanah (pH) mendekati
atau merupakan kategori netral seperti kelompok 3, maka bahan organik (BO)
tanah tersebut akan tinggi.
Tekstur
tanah adalah sifat halus atau kadar butiran tanah. Tekstur tanah penting kita ketahui,
karena komposisi ketiga fraksi butir–butir tanah tersebut akan menentukan
sifat-sifat fisika, fisika-kimia, dan kimia tanah. Sedangkan kapasitas tukar
kation (KTK) suatu tanah dapat didefenisikan sebagai suatu kemampuan koloid
tanah menjerap dan mempertukarkan kation.
Tanah
yang didominasi pasir akan banyak mempunyai pori-pori makro, tanah yang
didominasi debu akan mempunyai pori-pori meso (sedang), sedangkan didominasi
liat akan banyak mempunyai pori-pori mikro.
Nilai KTK tertinggi terdapat pada
kelompok 4 yaitu 63,00. Hal ini berarti kandungan liat kelompok 4 lebih tinggi
dibanding yang lain karena tekstur liat juga mempengaruhi nilai KTK tanah. Nilai
tekstur tanah berpengaruh terhadap nilai KTK. Semakin tinggi liat suatu tanah
maka nilai KTKnya akan semakin tinggi.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis menyadari
bahwa dalam penyusunan laporan ini tak akan selesai tanpa bantuan dan dorongan
dari berbagai pihak yang telah memberikan
masukan dan saran serta motivasi dalam penyusunan laporan ini. Kepada rekan–rekan dan juga asisten–asisten dosen
yang turut memberi bantuan dalam menyusun laporan ini, terutama yang terhormat
:
1. Prof. Dr. Ir. Muh. Basyir Cyio,
SE., MS, selaku Rektor Universitas
Tadulako.
2. Prof. Dr. Ir. H. Alam Anshary,
M.Si, selaku Dekan Fakultas Pertanian
beserta seluruh Wakil Dekan di Fakultas Pertanian.
3. Dr. Ir. Danang Widjajanto, MS, selaku Koordinator Asisten mata kuliah Dasar–Dasar Ilmu Tanah.
Palu,
November 2014
Penulis
PENETAPAN PERSIAPAN PENGAMBILAN
CONTOH TANAH UTUH (Undisturbed Soil
Sample) DAN CONTOH TANAH TERGANGGU
(Disturbed Soil Sample)
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Menurut Lugito (2012), tanah mempunyai sifat kompleks,
terdiri atas komponen padat yang berinteraksi dengan cairan dan udara. Komponen
pembentuk tanah merupakan padatan, cairan dan udara jarang berada dalam kondisi
setimbang, selalu berubah mengikuti perubahan yang terjadi di atas permukaan
tanah yang dipengaruhi oleh suhu udara, angin dan sinar matahari.
Pengambilan contoh tanah merupakan tahap penting untuk
penetapan sifat-sifat fisik tanah di laboratorium. Prinsipnya, hasil analasis
sifat fisik tanah harus dapat menggambarkan keadaan sesungguhnya dari sifat
fisik tanah di lapangan.
Contoh tanah adalah suatu volume massa tanah yang
diambil dari suatu bagian tubuh tanah (horizon/lapisan/solum) dengan cara-cara
tertentu disesuaikan dengan sifat-sifat yang akan diteliti secara lebih detail
di laboratorium. Pengambilan contoh tanah dapat dilakukan dengan 2 teknik yaitu
pengambilan contoh tanah secara utuh dan pengambilan contoh tanah secara tidak utuh (Lugito, 2012).
Sebagaimana
dikatakan dimuka bahwa pengambilan contoh tanah disesuaikan dengan contoh tanah
dalam keadaan agregat utuh sifat–sifatnya. Ada 3 macam pengambilan contoh tanah
yaitu pertama contoh tanah utuh yang diperlukan untuk analisis penetapan berat
isi, ukuran pori, dan permeabilitas. Kedua, contoh tanah dalam keadaan agregat
utuh untuk penetapan kemantapan agregat dan kemantapan agregat ukuran. Dan
terakhir, contoh tanah terganggu, yang diperlukan untuk penetapan kadar lengas,
tetapan atterberg, kenaikan kapiler,
sudut singgung, kadar air, pH tanah, kandungan bahan organik, dan juga
kandungan unsur hara tanah
seperti P–tersedia, total N, dan
lain–lain (Maryenti, 2012).
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan
dari praktikum penetapan persiapan pengambilan contoh tanah yaitu untuk
memberikan pemahaman kepada mahasiswa agar bisa mengetahui prosedur pengambilan
contoh tanah utuh dan tanah tidak utuh yang berkaitan dengan praktikum Dasar–Dasar
Ilmu Tanah.
Kegunaan
dari praktikum ini agar mahasiswa dapat mengetahui prosedur pengambilan contoh
tanah utuh dan tanah tidak utuh.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengambilan Contoh Tanah Utuh (Undisturbed Soil Sample)
Pengambilan contoh tanah
berupa contoh tanah terganggu dan agregat utuh. Contoh tanah terganggu
digunakan untuk analisis sebaran partikel tanah (tekstur tanah) dan kandungan
bahan organik tanah, sedangkan agregat utuh digunakan untuk analisis kemantapan
agregat tanah (Foth, 1986).
Contoh tanah yang baik hanya
akan diperoleh jika pengambilan memperhatikan syarat–syarat sebagai berikut.
Pertama, dengan memperhatikan perbedaan-perbedaan dalam hal topografi, sifat
atau watak tanah, warna tanah, dan perbedaan-perbedaan lain yang menimbulkan
kelalaian. Kedua, merupakan contoh individual yang banyak tergantung dari
keadaan lokasi yang dalam hal ini yaitu kalau tanahnya homogen sebaiknya
diambil lima sampai dua puluh contoh lain. Contoh-contoh tanah individual ini
sebaiknya diambil dan dikumpulkan atau dicampur merata disebut contoh tanah
rata-rata, dan kalau contoh tanah homogen itu luas 2-5 Ha yang terdiri dari
suatu contoh tanah individual. Dan terakhir, contoh tanah dari kasus seperti
tanah dari perumahan jalan, tanggul persawahan, selokan, tanah bekas penimbunan
pupuk, supaya jangan diambil atau sama sekali tidak boleh dianalisa
(Poerwowidodo, 1991).
2.2 Pengambilan
contoh tanah terganggu (Disturbed Soil Sample)
Pengambilan contoh tanah berupa
contoh tanah terganggu dan agregat utuh. Contoh tanah terganggu digunakan untuk
analisis sebaran partikel tanah (tekstur tanah) dan kandungan bahan organik
tanah, sedangkan agregat utuh digunakan untuk analisis kemantapan agregat tanah
(Foth, 1986).
Dengan demikian
pengambilan contoh tanah yang diambil di lapangan haruslah representatif
artinya contoh tanah tersebut harus mewakili suatu areal atau luasan tertentu.
Penyebab utama dari contoh tanah tidak represetatif adalah kontaminasi, jumlah
contoh tanah yang terlalu sedikit untuk daerah yang variabilitas kesuburannya
tinggi (Poerwowidodo, 1991).
Contoh tanah biasa atau contoh tanah-tanah terganggu
untuk penetapan-penetapan kadar air, tekstur dan konsistensi. Pengangkutan contoh
tanah terutama untuk penetapan kerapatan, pH, dan permeabilitas harus
hati-hati. Guncangan-guncangan yang dapat merusak struktur tanah harus
dihindarkan.Dianjurkan untuk menggunakan peti khusus yang besarnya disesuaikan
dengan jumlah tabung. Waktu penyimpanan perlu diperhatikan. Contoh tanah yang
terlalu lama dalam ruangan yang panas akan mengalami perubahan, karena terjadi
pengerutan dan aktivitas jasad mikro (Hakim dkk, 1986).
III. METODE PRAKTIKUM
3.1 Tempat dan Waktu
Praktikum
mata kuliah Dasar–Dasar Ilmu Tanah dilaksanakan di Kelurahan Tondo, Palu.
Praktikum ini mulai dari tanggal 6 Oktober 2014.
3.2 Alat
dan Bahan
Alat yang digunakan yaitu sekop kecil, ring sampel, pemotong (cutter), palu, papan, karet gelang, dan
plastik pembungkus. Bahan yang
digunakan yaitu tanah.
3.3 Cara
Kerja
3.3.1 Pengambilan contoh tanah utuh (Undisturbed
soil sample)
Pertama, permukaan tanah
dibersihkan dari rerumputan dan sampah lalu letakkan ring sampel
yang lebih besar dengan bagian runcing diposisi bawah diatas tanah tadi. Kedua,
letakkan papan kayu diatas permukaan ring sampel lalu pukul papan kayu tersebut
dengan palu sampai ring sampel tertanam secara keseluruhan dalam tanah, usahakan
agar saat memukul ring tersebut tidak bergerak-gerak karena dapat menyebabkan
tanahnya terganggu. Ketiga, letakkan ring sampel yang lebih kecil tepat diatas
ring sampel yang lebih besar kemudian letakkan papan tadi diatas ring tersebut,
lalu pukul lagi hingga ring tersebut tertanam seluruhnya.
Keempat, pakailah sekop
kecil kemudian tusukkan ke tanah kira–kira 10 cm dari posisi ring diusahakan tusukan
sekop tersebut lebih dalam dari ring yang tertanam pertama, kemudian angkatlah
pelan–pelan sekop tersebut dengan satu orang teman kita menakan ring sampel
dengan tangan agar tidak bergerak saat kita mengangkat keluar ke dua ring
tersebut. Terakhir, Irislah dengan menggunakan pemotong bagian bawah ring sampel
yang besar secara pelan pelan, diusahakan agar tak hancur, kemudian iris tanah
yang mengubungkan ring sampel yang besar dan yang kecil dengan pemotong secara
pelan pelan dan bungkuslah ring sampel yg besar tadi dengan pelastik pembungkus
lalu ikatlah dengan gelang karet.
3.3.2 Pengambilan contoh tanah terganggu (Disturbed soil sample)
Pertama, permukaan tanah dibersihkan
dari rerumputan dan sampah pada tempat yang sama dengan tanah utuh. Kedua, tanah
digali dengan menggunakan sekop kecil kurang lebih sedalam 20cm. Terakhir,
masukkan tanah tersebut sekitar ½ Kg kedalam plastik pembungkus lalu ikat
dengan karet gelang.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Pengambilan contoh tanah utuh (Undisturbed
soil sample)
Berdasarkan
percobaan yang telah dilakukan, didapatkan hasil sebagai berikut :
Gambar 1. Pengambilan contoh tanah utuh
(Undisturbed Soil Sample).
4.1.2 Pengambilan
contoh tanah terganggu (Disturbed soil sample)
Berdasarkan percobaan yang telah
dilakukan, didapatkan hasil sebagai berikut :
Gambar 2. Pengambilan contoh tanah terganggu (Disturbed Soil Sample).
4.2 Pembahasan
4.2.1 Pengambilan
contoh tanah utuh (Undisturbed soil sample)
Pada
percobaan yang telah dilakukan dilapang, cara kerja yang telah dilakukan
memenuhi syarat dari pengambilan sampel tanah yang baik menurut Poerwowidodo (1991)
yaitu dengan memperhatikan syarat–syarat sebagai berikut. Pertama, dengan
memperhatikan perbedaan-perbedaan dalam hal topografi, sifat atau watak tanah,
warna tanah, dan perbedaan-perbedaan lain yang menimbulkan kelalaian. Kedua,
merupakan contoh individual, yang banyak tergantung dari keadaan lokasi yang
dalam hal ini yaitu, kalau tanahnya homogen sebaiknya diambil lima sampai dua
puluh contoh lain, contoh-contoh tanah individual ini, sebaiknya diambil dan
dikumpulkan atau dicampur merata disebut contoh tanah rata-rata, dan kalau
contoh tanah homogen itu luas, 2-5 Ha yang terdiri dari suatu contoh tanah
individual. Dan terakhir, contoh tanah dari kasus, seperti tanah dari perumahan
jalan, tanggul persawahan, selokan, tanah bekas penimbunan pupuk, supaya jangan
diambil atau sama sekali tidak boleh dianalisa.
4.2.2 Pengambilan
contoh tanah terganggu (Disturbed soil sample)
Pada
percobaan yang telah dilakukan dilapang, telah dilakukannya langkah–langkah
agar sampel tanah terganggu tersebut tidak rusak. Menurut Hakim dkk (1986), pengangkutan
contoh tanah terutama untuk penetapan kerapatan, pH, dan permeabilitas harus
hati-hati. Guncangan-guncangan yang dapat merusak struktur tanah harus
dihindarkan.
Dianjurkan
untuk menggunakan peti khusus yang besarnya disesuaikan dengan jumlah tabung.
Waktu penyimpanan perlu diperhatikan. Contoh tanah yang terlalu lama dalam
ruangan yang panas akan mengalami perubahan, karena terjadi pengerutan dan
aktivitas jasad mikro.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa
pengambilan contoh tanah utuh sangat diperlukan untuk menentukan sifat–sifat
dari contoh tanah tersebut. Jika melakukan pengambilan sampel tanah tersebut
dengan cara yang benar dan memenuhi 3 syarat pengambilan, maka sampel tanah
yang didapat akan baik.
Pengambilan
contoh tanah terganggu juga diperlukan karena untuk menentukan sifat–sifat dari
contoh tanah tersebut yaitu seperti tekstur, reaksi tanah dan bahan organik
contoh tanah itu. Dalam pengambilan contoh tanah itu harus hati–hati
karena guncangan–guncangan dapat merusak
struktur tanah itu. Dianjurkan untuk menggunakan peti khusus yang besarnya disesuaikan
dengan jumlah tabung serta waktu penyimpanan perlu diperhatikan karena contoh
tanah yang terlalu lama dalam ruangan yang panas akan mengalami perubahan.
5.2 Saran
Disarankan
agar pada percobaan pengambilan sampel tanah mendatang, meskipun tempat
pengambilan kedua sampel tanah tersebut berbeda tiap kelompoknya, namun waktu
pengambilan sampel tersebut terjadi pada hari yang sama, dan dapat dibuatkan
dokumentasi pengambilan agar dapat diketahui apakah cara pengambilan sampel
tanah pada semua kelompok mengikuti prosedur yang ada atau tidak.
PENETAPAN KADAR AIR TANAH DAN
PERMEABILITAS
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Air merupakan sumber daya alam yang cukup banyak di
dunia ini, ditandai dengan adanya lautan, sungai, danau dan lain sebagainya.
Tanah memegang peranan penting dalam melakukan prespitasi air yang masuk ke
dalam tanah, selanjutnya sekitar 70% dari air yang diterima dievaporasi dan
dikembalikan ke atmosfer berupa air, dan tanah memegang peranan penting dalam
refersi dan penyimpanan. Sisanya itulah yang digunakan untuk kebutuhan
tranpirasi, evaporasi dan pertumbuhan tanaman (Nikymena, 2013).
Kandungan air dalam tanah dapat ditemukan dengan
beberapa cara. Walaupun penentuan kandungan air tanah didasarkan pada
pengukuran gravimetrik, tetapi jumlah air lebih mudah dinyatakan dalam hitungan
volumetrik seperti nisbah air (water
ratio).
Tanah mempunyai peranan
penting dalam siklus hidrologi. Kondisi tanah menentukan jumlah air yang masuk
ke dalam tanah dan mengalir pada permukaan tanah. Jadi tidak hanya berperan
sebagai media pertumbuhan tanaman tetapi juga sebagai media pengatur
air. Analisis tanah membantu penyelidikan produktivitas dan penentuan
tindakan pengolahan tanah. Hal ini dibutuhkan karena kondisi setiap tanah
berbeda-beda bergantung pada proses pembentukannya. Proses pembentukan tanah
dipengaruhi oleh faktor lingkungan (pedogenesis)
maupun kegiatan manusia (metapedogenesis)
(Karlina, 2013).
Permeabilitas adalah tanah yang dapat menunjukkan kemampuan tanah
meloloskan air. Tanah dengan permeabilitas tinggi dapat menaikkan laju
infiltrasi sehingga menurunkan laju air larian. Pada ilmu tanah, permeabilitas
didefenisikan secara kualitatif sebagai pengurangan gas-gas, cairan-cairan atau
penetrasi akar tanaman atau lewat. Selain itu permeabilitas juga merupakan
pengukuran hantaran hidraulik tanah. Hantaran hidraulik tanah timbul adanya
pori kapiler yang saling bersambungan dengan satu dengan yang lain
(Nabilussalam, 2011).
Secara kuantitatif
hantaran hidraulik jenuh dapat di artikan sebagai kecepatan bergeraknya suatu
cairan pada media berpori dalam keadaan jenuh. Dalam hal ini sebagai cairan
adalah air dan sebagai media pori adalah tanah. Penetapan hantaran hidraulik
didasarkan pada hukum Darcy. Dalam hukum ini tanah dianggap sebagai kelompok
tabung kapiler halus dan lurus dengan jari-jari yang seragam. Sehingga gerakan
air dalam tabung tersebut di anggap mempunyai kecepatan yang sama (Rohmat,
2009).
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari praktikum penetapan kadar air tanah dan
permeabilitas yaitu untuk mengetahui banyaknya air yang tersedia dalam contoh sampel
tanah dan laju pergerakan air tanah dalam tanah.
Kegunaan dari praktikum ini agar mahasiswa dapat
mengetahui cara menetapkan nilai kadar air tanah dan nilai permeabilitas tanah.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penetapan
Kadar Air Tanah
Kadar
air biasanya dinyatakan dalam banyaknya air yang hilang bila massa tanah
dikeringkan dalam oven pada suhu 1050C sampai diperoleh berat tanah
kering yang tetap. Penentuan kandungan air dalam tanah dapat ditentukan dengan
istilah nisbi, seperti basah dan kering dan istilah jenuh atau tidak jenuh.
Jumlah air yang ditahan oleh tanah dapat dinyatakan atas dasar berat atau isi (Pairunan dkk, 1997).
Banyaknya
kandungan air dalam tanah berhubungan erat dengan besarnya tegangan air dalam
tanah tersebut. Besarnya tegangan air menunjukkan besarnya tenaga yang
diperlukan untuk menahan air tersebut dalam tanah. Air dapat menyerap
atau ditahan oleh tanah karena adanya gaya–gaya adhesi, kohesi dan gravitasi,
karena air higroskopik dan air kapiler (Hardjowigeno, 2003).
Kadar
air merupakan komponen utama tanaman hijau yang merupakan 70%-90% dari berat segar. Kebanyakan sepsis tanaman
tak berkayu, sebagian besar air kandungan dalam isi sel (85%-90%) yang
merupakan media yang baik untuk banyak reaksi biokimia. Tetapi air mempunyai
beberapa peranan lain dalam fisiologi tanaman dan keadaannya unik yang cocok
dengan sifat kimia dan fisikanya yang diperankan (Fitter, 1991).
Faktor-faktor
yang mempengaruhi kadar air tanah adalah tekstur tanah, iklim, topografi,
adanya gaya kohesi, adhesi, dan gravitasi. Tanah-tanah yang bertekstur pasir,
karena butiran–butirannya berukuran lebih besar, maka setiap satuan berat
(gram) mempunyai luas permukaan yang lebih kecil sehingga sulit
menyerap air dan unsur hara. Tanah-tanah bertekstur liat, karena lebih
halus maka setiap satuan berat mempunyai luas permukaan yang lebih besar sehingga
kemampuan menahan air dan menyediakan unsur hara lebih tinggi. Tanah bertekstur
halus lebih aktif dalam reaksi kimia dibanding tanah bertekstur kasar
(Hardjowigeno, 2003).
Pengaruh
hubungan tegangan dan kelembaban pada sejumlah air yang tersedia di dalam
tanah. Kapasitas lapang, koefisien titik layu permanen, tekstur, struktur, dan
kandungan bahan organiknya. Semuanya itu mempengaruhi air lebih banyak,
meskipun pada tekstur lempung jelas mempunyai kapasitas yang lebih kecil dari pada
tekstur berdebu. Perbandingan kapasitas perubahan air yang dinyatakan dalam
tinggi air pada tiap kaki tinggi tanah (Buckman dkk, 1982).
2.2 Penetapan
Permeabilitas
Permeabilitas menujukan
kemampuan tanah untuk meloloskan air struktur, sturktur dan tekstur serta unsur
organik lainya juga ikut ambil bagian dalam menaikan laju inflasi dan menurukan
laju air. Tekstur tanah merupakan salah satu sifat fisik tanah, begitu juga
dengan permeabilitas (Rohmat, 2009).
Kualitas tanah untuk
meloloskan air atau udara yang diukur berdasarkan besarnya aliran melalui
satuan tanah yang telah dijenuhi terlebih dahulu persatuan waktu tertentu
(Susanto,1994).
Permeabilitas tanah
memiliki lapisan atas dan bawah. Lapisan atas berkisar antara lambat sampai
agak cepat (0,20–9,46 cm/jam), sedangkan di lapisan bawah tergolong agak lambat
sampai sedang (1,10-3,62
cm/jam) (Suharta dkk, 2008).
Faktor–faktor yang mempengaruhi
permebilitas yaitu pertama, semakin halus teksturnya akan makin banyak,
sehingga makin besar kapasitas simpan airnya, hasilnya berupa peningkatan kadar
dan ketersediaan air tanah. Kedua, semakin banyak ruang antar struktur, maka
semakin cepat juga permeabilitas dalam tanah tersebut. Ketiga, semakin besar
pori dalam tanah tersebut, maka semakin cepat pula permeabilitas tanah
tersebut. Keempat, semakin kental air tersebut, maka semakin sulit juga air
untuk menembuas tanah tersebut. Dan terakhir, gaya gravitasi atau gaya tarik
bumi karena, permeabilitas adalah gaya yang masuk ke tanah menurut gaya
gravitasi (Hanafiah, 2010).
Adapun untuk
mengetahui kriteria permeabilitas tanah adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Kriteria permeabilitas tanah.
Nilai
(cm/jam)
|
Kelas
|
< 0 –
0,125
|
Sangat
lambat
|
0,125 –
0.50
|
Lambat
|
0,50 –
2,00
|
Agak
lambat
|
2,00 –
6,25
|
Sedang
|
6,25 –
12,5
|
Agak cepat
|
12,5 –
25,00
|
Cepat
|
> 25,00
|
Sangat
cepat
|
III. METODE PRAKTIKUM
3.1 Tempat dan Waktu
Praktikum
mata kuliah Dasar–Dasar Ilmu Tanah dilaksanakan di Laboraturium Ilmu Tanah,
Fakultas Pertanian, Universitas Tadulako, Palu. Praktikum ini mulai
dari tanggal 7–28 Oktober
2014.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan yaitu neraca analitik, eksikator, cawan
aluminium, oven, gegep, keran air, bak perendam, jangka sorong, head, ring sampel alat permeameter, dan
gelas ukur. Bahan yang digunakan
yaitu tanah, dan aquades (air).
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Penetapan
kadar air tanah
Pertama,
ambillah sampel tanah tidak utuh dari lapang lalu tempatkan tanah tersebut
diatas cawan aluminium. Kedua, timbanglah tanah beserta cawan tersebut dengan
neraca analitik ketelitian 3–4 desimal sehingga didapatkan nilai Btb + Bcw.
Ketiga, masukkanlah tanah beserta wadah tersebut kedalam oven bersuhu 105oC
selama 1 jam kemudian keluarkanlah dengan gegep lalu masukkan ke dalam
eksikator hingga tidak panas lagi. Keempat, timbanglah tanah tersebut beserta
cawannya sehingga didapatkan nilai Btko + Bcw.
Kelima,
bersihkan cawan dari tanah tersebut lalu timbang cawan itu dan didapatkan nilai
Bcw. Masukkan nilai–nilai yang telah diperoleh kedalam rumus untuk menentukan
kadar air tanah pada sampel tanah itu
3.3.2 Penetapan permeabilitas tanah
Pertama,
ambilah sampel tanah utuh dengan ring sampel kemudian tanah beserta ring sampel
tersebut direndam dalam bak perendam yang berisi air setinggi 3 cm selama 24
jam untuk penjenuhan. Kedua, angkat ring sampel perlahan lalu ukur dengan
jangka sorong sebanyak 3 kali masing–masing pada diameter, tinggi ring sampel,
dan tinggi head, lalu ambil nilai rata–ratanya.
Ketiga,
hubungkan bagian atas ringsampel dengan bagian bawah head lalu letakkan pada
alat permeameter kemudian nyalakan keran air selama 3x periode yaitu 30 menit,
15 menit dan 15 menit. Keempat, ukur air yang keluar dari pipa pembuangan head
pada penampungan dengan gelas ukur pada tiap periode periode tersebut. Masukkan
nilai yang telah diperoleh kedalam rumus untuk menentukan permeabilitas tanah.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Penetapan kadar air tanah
Berdasarkan percobaan yang telah
dilakukan, didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 2. Hasil penetapan kadar air tanah.
Kelompok
|
Kadar Air
Tanah (%)
|
1
|
7,96
|
2
|
1,19
|
3
|
15,59
|
4
|
21,00
|
5
|
1,11
|
4.1.2 Penetapan permeabilitas tanah
Berdasarkan percobaan yang
telah dilakukan, didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 3. Hasil penetapan permeabilitas tanah.
Kelompok
|
Permeabilitas
(cm/jam)
|
1
|
0,42
|
2
|
2,33
|
3
|
34,24
|
4
|
0,003
|
5
|
2,01
|
4.2 Pembahasan
4.2.1 Penetapan
kadar air tanah
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan, kadar air
tanah kami yaitu kelompok 1 sebesar
7,96%. Dari hasil tersebut kita
dapat ditentukan berat tanah basah saja
sebesar 10,1125 gr dan berat tanah kering ovennya sebesar 9,3672 gr. Dari kedua
hasil tersebut dapat diketahui nilai air yang hilang dari tanah basah itu
sebesar 0,7453 gr atau 7,96%. Kadar air tebesar terdapat pada contoh tanah
kelompok 4 yaitu 21,00% dan terkecil pada tanah kelompok 5 sebesar 1,11%.
Menurut Hakim (1986), apabila bertekstur pasir maka kemampuan untuk mengikat
air itu rendah itu disebabkan susunan partikel pasir itu padat ,berbeda halnya
dengan tekstur tanah liat yang kandungan kadar airnya tinggi dikarenakan
susunan partikelnya lebih renggang. Sehingga dapat dikatakan
tanah kelompok 4 merupakan tanah bertekstur liat dan tanah kelompok 5 merupakan
tanah bertekstur pasir.
4.2.2 Penetapan permeabilitas tanah
Dari
hasil praktikum yang telah dilakukan, permeabilitas kami kelompok 1 didapatkan
nilai sebesar 0,42 cm/jam. Diketahui permeabilitas tertinggi pada tanah
kelompok 3 sebesar 34,24 cm/jam dan terendah pada tanah kelompok 4 sebesar
0,003 cm/jam.
Nilai
tersebut setelah dicocokan dengan kriteria permeabilitas tanah pada tabel 1, termasuk pada kategori lambat karena kelas
lambat nilainya berkisar antara 0,125–0,50 cm/jam. Menurut Hanafiah (2010), pori sangat menentukan sekali dalam
permeabilitas tanah, semakin besar pori dalam tanah tersebut, maka semakin
cepat pula permeabilitas tanah tersebut. Sehingga kita dapat mengetahui bahwa
tanah sampel tersebut memiliki pori–pori yang kecil (halus) yang menyebabkan
air susah menembus karena tanah yang berpori halus memiliki kemampuan untuk
menahan air dalam tanah.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan hal–hal
sebagai berikut :
1.
Pada percobaan kadar air tanah,
diketahui kadar air terbesar terdapat pada kelompok 4 yaitu 21,00% yang
disebabkan karena tanahnya mengandung banyak liat. Tanah jenis liat memiliki
daya ikat air yang tinggi dibanding pasir dan debu.
2.
Pada percobaan permeabbilitas tanah,
diketahui permeabilitas tertinggi terdapat pada kelompok 3 yaitu 34,24 cm/jam
dan terendah pada kelompok 4 yaitu 0,003 cm/jam. Hal ini disebabkan karena
perbedaan besar pori pada tanah. Jika pori tanah besar maka nilai permeabilitas
tinggi dan sebaliknya.
3.
Dari kedua percobaan tersebut,
diketahui bahwa tanah dengan kadar air yang tinggi yaitu tanah yang mengandung banyak
liat, namun tanah jenis ini memiliki permeabilitas yang rendah, berbeda dengan tanah
yang mengandung pasir atau debu tinggi maka permeabilitasnya tinggi
5.2 Saran
Disarankan
untuk percobaan yang sama berikutnya, dapat dilakukan dengan tiap kelompok
memiliki 2 fraksi sampel tanah yang
berbeda agar mahasiswa dapat mengetahui hubungan antara perbedaan tekstur tanah
dengan praktikum.
PENETAPAN BOBOT ISI
TANAH (BULK DENSITY) DAN RUANG PORI
TOTAL TANAH (POROSITAS)
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Udara sangat penting peranannya dalam tanah.
Terbatasnya ruang gerak dalam tanah dapat menghambat pertumbuhan tanaman serta
mengganggu pernapasan akar, penyerapan air, penyerapan unsur hara dan
aktivitas-aktivitas jasad hidup. Udara dan air dalam tanah menempati pori-pori
tanah. Pori-pori tanah ini bersama dengan padatan tanah beratnya merupakan
berat persatuan volume tanah yang dinyatakan dengan Bulk Density (Arizya, 2012).
Sifat fisis tanah tergantung pada jumlah ukuran dan
komposisi mineral dari partikel tanah, penting diketahui untuk memeperlancar
penentuan Bulk Density (BD).
Dalam tanah terdapat sejumlah pori-pori. Ruang pori ini diisi oleh air dan
udara, air dan udara juga bergerak melalui ruang pori ini. Jadi penyediaan air
dan udara untuk pertumbuhan tanaman berkaitan erat dengan jumlah dan ukuran
pori. Oleh karena berat tanah berhubungan dengan jumlah dan ukuran pori, maka
hubungan ruang pori tanah perlu diketahui dalam analisis Bulk Density
(Purnamasari, 2011).
Ruang pori tanah adalah bagian isi tanah yang tidak
terisi oleh arah padatan, tetapi oleh udara dan air. Pada umumnya jumlah pori
ditentukan oleh susunan butir-butir padat. Kalau mereka cenderung erat satu
sama lain seperti dalam pasir atau subsoil yang padat Porositas totalnya rendah kalau tersusun dalam agregat yang
bertekstur sedang yang besar kandungan bahan organiknya, ruang pori per satuan
volume akan tinggi
Pori-pori tanah terbagi menurut besar kecilnya ruangan
atau rongga antar partikel tanah, pori terbagi menjadi tiga kelompok yaitu.
Pertama, pori makro atau pori besar. Kedua, pori meso atau pori sedang. Ketiga,
pori mikro atau pori kecil. Masing-masing kelompok ini menempati
lapisan-lapisnaan tanah yang berbeda. Pada lapisan pertama banyak
terdapat pori makro dan pori mikro hampir tidak ada. Lapisan kedua pada umumnya pori meso banyak dan juga
ada pori mikro dan pori makro tetapi tidak terlalu banyak. Yang menempati
pori-pori tanah ini tergantung pada musim. Hampir semua musim dipengaruhi
oleh udara, walaupun ditempati udara tetepi sebagian kecil masih terdapat air,
terutama pada musim hujan banyak terdapat pori mikro (Arizya, 2012).
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan
dari praktikum penetapan bobot isi tanah (Bulk
Density) dan ruang pori total tanah (Porositas)
yaitu untuk mengetahui banyaknya air yang tersedia dalam contoh sampel tanah.
Kegunaan
dari praktikum ini agar mahasiswa dapat mengetahui cara menetapkan nilai bobot
isi tanah (Bulk Density) dan nilai
ruang pori total (Porositas) tanah.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penetapan
Bobot Isi Tanah (Bulk Density)
Bulk Density merupakan berat suatu massa tanah persatuan volume
tertentu, dimana volume kerapatan tanah termasuk didalamnya adalah ruang pori.
Yang satuannya adalah gr/cm3. Bulk
Density merupakan petunjuk kepadatan tanah. Makin padat suatu tanah maka
nilai dari Bulk Density juga
semakin tinggi, ini berarti makin sulit pula meneruskan air atau makin sulit
ditembus oleh akar tanaman (Hardjowigeno, 2003).
Besaran ini menyatakan
bobot tanah, yaitu padatan air persatuan isi. Yang paling sering di pakai
adalah bobot isi kering yang umumnya disebut bobot isi saja. Nilai bobot isi
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya pengolahan tanah, bahan
organik, pemadatan alat-alat pertanian, tekstur, struktur, dan kandungan air
tanah. Nilai ini banyak dipergunakan dalam perhitungan-perhitangan seperti
dalam penentuan kebutuhan air irigasi pemupukan dan, pengolahan tanah (Foth,
1987).
Tanah lebih padat mempunyai Bulk Density yang lebih besar dari pada tanah mineral bagian atas mempunyai kandungan Bulk Density yang lebih rendah
dibandingkan tanah dibawahnya. Bulk
Density di lapangan tersusun atas tanah-tanah mineral yang umumnya berkisar
1,0-1,6 gr/cm3. Tanah organik memiliki nilai Bulk Density yang lebih mudah, misalnya dapat mencapai 0,1–0,9
gr/cm3 pada bahan organik.
Bulk
Density atau kerapatan
massa tanah banyak mempengaruhi sifat fisik fisik tanah, seperti Porositas, kekuatan, daya dukung, kemampuan
tanah menyimpan air drainase. Sifat fisik tanah ini banyak bersangkutan dengan
penggunaan tanah dalam berbagai keadaan (Hardjowigeno, 2003).
Nilai Bulk Density dapat menggambarkan adanya lapisan padat pada tanah,
pengolahan tanahnya, kandungan bahan organik dan mineral, Porositas, daya menggenang air, sifat drainase dan kemudahan tanah
ditembus akar (Hakim, 1986).
2.2 Penetapan
Ruang Pori Total Tanah (Porositas)
Porositas
tanah adalah persentase volume tanah yang tidak ditempati butiran padat.
Susunan butiran tanah juga menentukan jumlah dan sifat pori. Ukuran pori–pori
liat kecil dan dapat menahan air, tetapi permeabilitasnya sangat lambat,
sebaliknya pasir mempunyai pori-pori yang besar tetapi daya menahan airnya
kurang (Pairunan dkk, 1997).
Ruang pori total adalah volume dari
tanah yang ditempati oleh udara dan air. Persentase ruang pori total disebut Porositas. Untuk menentukan
Porositas ”Cores”, tanah ditempatkan pada tempat berisi air sehingga jenuh dan
kemudian ”Cores” ditimbang. Perbedaan
berat antara keadaan jenuh dan cores
yang kering oven merupakan volume ruang pori untuk tanah (Hanafiah, 2010).
Pori-pori tanah dapat dibagi menjadi dua macam yaitu
pori-pori besar yang merupakan pori yang berisi udara dan air gravitasi. Pori
ini tidak menahan air dengan gaya kapiler sehingga sering disebut sebagai pori
aerase atau pori non kapiler. Jenis pori yang kedua yaitu pori halus yang
merupakan pori yang berisi
Udara dan air kapiler sehingga disebut juga pori
kapiler. Pori mampu menahan air dalam tanah. Tanah yang baik adalah yang
seimbang antara pori aerasi dan pori kapilernya (Hardjowigeno, 2003).
Porositas
tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor yang salah satu diantaranya adalah keadaan
tekstur tanah. Tanah yang bertekstur
ganuler atau remah memiliki tingkat Porositas yang lebih tinggi daripada tanah yang bertekstur massive
(pejal) dengan tingkat Porositas
tanah yang kecil. Kedua tipe tekstur tanah
tersebut memiliki perbedaan dalam hal ruang/pori yang
didalamnya terdapat air dan udara. Tanah yang bertekstur ganuler memiliki
ruang/pori tanah yang besar berisi udara dan kadar air yang lebih sehingga
menunjung tanaman dalam perkembangannya, sedangkan tanah bertekstur massive
dengan tingkat pori yang lebih kecil serta kandungan air yang sedikit dan
sangat mudah untuk hilang sehingga tanaman mudah kering (Pairunan
dkk, 1997).
III. METODE PRAKTIKUM
3.1 Tempat dan Waktu
Praktikum mata kuliah Dasar–Dasar Ilmu Tanah dilaksanakan
di Laboraturium Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas
Tadulako, Palu. Praktikum ini mulai dari tanggal 7–28 Oktober 2014.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan yaitu oven, eksikator, gegep, cawan aluminium,
ring sampel, neraca analitik, dan jangka sorong. Bahan yang digunakan yaitu tanah.
3.3 Cara
Kerja
3.3.1 Penetapan bobot isi tanah (Bulk
Density)
Pertama,
tanah utuh yang telah diambil dengan ring sampel diletakkan diatas cawan aluminium
lalu cawan beserta tanah dan ring sampel tersebut dimasukkan ke dalam oven yang
bersuhu 105oC selama 24 jam. Kedua, setelah 24 jam keluarkan cawan
tersebut dengan gegep lalu masukkan ke dalam eksikator selama 20 menit hingga
tanah tersebut tidak panas lagi. Ketiga, setelah tanah tersebut tidak panas
lagi, timbang tanah beserta ring sampel tersebut dengan menggunakan neraca
analitik ketelitian 2 desimal dan didapatkan nilai Btko + Brg. Keempat,
bersihkan ring sampel tersebut dari tanah utuh kemudian ring sampel yang telah
bersih ditimbang dengan neraca analitik tadi dan didapatkan nilai Brg.
Terakhir,
ukurlah tinggi ring sampel tersebut dengan jangka sorong dan didapat nilai t,
kemudia masukkan nilai–nilai yang telah didapat kedalam rumus untuk menentukan
berat jenis volume tanah (Bulk Density).
3.3.2 Penetapan ruang pori total tanah (Porositas)
Pertama, carilah nilai
dari bobot isi tanah (Bulk Density).
Kedua, setelah kita dapatkan nilai Bulk
Density tersebut, kita gunakan 2,65 sebagai nilai kepadatan partikel (Partikel Density) kemudian kita masukkan
nilai–nilai yang didapat ke dalam rumus untuk menentukan nilai Porositas tanah.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Penetapan bobot isi tanah (Bulk
Density)
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan didapatkan
hasil sebagai berikut :
Tabel 4. Hasil penetapan bobot isi tanah (Bulk Density).
Kelompok
|
Bulk Density (gr/cm3)
|
1
|
1,43
|
2
|
1,70
|
3
|
0,84
|
4
|
1,71
|
5
|
1,75
|
4.1.2 Penetapan ruang pori total tanah (Porositas)
Berdasarkan percobaan yang
telah dilakukan didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 5. Hasil penetapan ruang pori total tanah (Porositas).
Kelompok
|
Porositas Tanah (%)
|
1
|
46
|
2
|
36
|
3
|
68
|
4
|
36
|
5
|
34
|
4.2 Pembahasan
4.2.1 Penetapan
bobot isi tanah (Bulk Density)
Berdasarkan
percobaan yang telah dilakukan, sampel tanah kami kelompok 1, didapatkan nilai Bulk Density tanah tersebut sebesar 1,43
gr/cm3. Bulk Density
terbesar terdapat pada kelompok 5 yaitu sebesar 1,75 gr/cm3 seperti
pada tabel 4.
Menurut
Hardjowigeno (2003), Bulk Density di lapangan tersusun atas
tanah-tanah mineral yang umumnya berkisar 1,0–1,6 gr/cm3. Tanah
organik memiliki nilai Bulk Density
yang lebih mudah, misalnya dapat mencapai 0,1–0,9 gr/cm3 pada bahan organik.
Sehingga dapat di ketahui bahwa sampel tanah kelompok 1 merupakan tanah mineral
karena tanah mineral berkisar 1,0–1,6 gr/cm3.
4.2.2 Penetapan
ruang pori total tanah (Porositas)
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, sampel tanah
kami kelompok 1, didapatkan nilai Porositas
tanah sebesar 46%. Diketahui bahwa tanah
dengan Porositas terbesar terdapat
pada kelompok 3 yaitu sebesar 68% seperti pada tabel 5.
Menurut Pairunan, dkk (1997), ukuran pori–pori liat
kecil dan dapat menahan air, tetapi permeabilitasnya sangat lambat, sebaliknya
pasir mempunyai pori-pori yang besar tetapi daya menahan airnya kurang.
Sehingga dapat diketahui bahwa contoh tanah kelompok 3 memiliki pori–pori yang
besar sehingga tanah tersebut tidak dapat menahan air, sedangkan tanah kelompok
1 memiliki pori–pori yang sedang berarti tanah itu agak dapat menahan air
dibanding kelompok 3.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan
praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan hal–hal sebagai berikut :
1.
Pada percobaan bobot isi tanah, makin padat suatu tanah
maka nilai dari Bulk Density juga
semakin tinggi. Bila suatu tanah berkepadatan tinggi, maka kemampuan meneruskan
airnya kurang. Sehingga dapat diketahui diketahui bahwa kepadatan tanah
kelompok 5 berbeda dengan kelompok 3.
2.
Pada percobaan Porositas
tanah, diketahui Porositas tertinggi terdapat pada kelompok 3 yaitu 68%. Bila Porositas tanah tinggi maka ruang pori tanah tersebut besar yang
mengakibatkan tanah berpori besar tak dapat mengikat air tanah.
3.
Dari kedua percobaan tersebut,
diketahui bahwa nilai Bulk Density
mempengaruhi nilai Porositas tanah. Bila
nilai Bulk Density rendah maka nilai Porositasnya tinggi dan juga sebaliknya.
5.2 Saran
Disarankan
pada praktikum selanjutnya agar tiap–tiap kelompok dapat melakukan kedua
percobaan tersebut dengan 2 sampel yang memilki perbedaan tekstur tanah, agar
mahasiswa dapat mengetahui ikatan antara kedua percobaan tersebut.
PENETAPAN REAKSI
TANAH (pH) DAN PENETAPAN BAHAN ORGANIK TANAH (BO)
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Reaksi tanah merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menyatakan
reaksi asam atau basa dalam tanah. Sejumlah proses dalam tanah
dipengaruhi oleh reaksi tanah dan biokimia tanah yang berlangsung spesifik.
Reaksi tanah menunjukkan
sifat kemasaman atau alkalinitas tanah yang dinyatakan dengan pH menunjukkan bahwa
banyaknya konsentrasi ion hidrogen (H+) didalam tanah maka
semakin masam tanah tersebut sedangkan jika didalam tanah ditemukan ion OH- yang
jumlahnya berbanding terbalik dengan banyaknya H+ maka tanah
tersebuttergolong alkalis (OH- lebih banyak daripada H+).
Pentingnya pH adalah untuk
menentukan mudah tidaknya unsur-unsur hara di serap tanaman. Terdapatnya
beberapa hubungan komponen dalam tanah yang mempengaruhi konsentrasi H+ dalam
tanah, dimana keadaannya dipersulit oleh bahan-bahan tanah yang lain.
Reaksi tanah dapat dikategorikan
menjadi tiga kelas yaitu, masam, netral, dan basa. Tanah pertanian yang
masam jauh lebih luas masalahnya dari pada tanah yang memiliki sifat
alkalinitas. Tanah masam terjadi akibat tingkat pelapukan yang lanjut dan curah
hujan yang tinggi serta akibat bahan induk yang masam pada tanah podsolik yang banyak terdapat di
Indonesia, mempunyai aspek kesuburan karacunan ion-ion terutama keracunan H+
(Nikymena, 2013).
Bahan organik tanah
merupakan timbunan binatang dan jasad renik yang sebagian telah mengalami
perombakan. Bahan organik ini biasanya berwarna cokelat dan bersifat koloid
yang dikenal dengan humus. Humus terdiri dari bahan organik halus yang berasal
dari hancuran bahan organik kasar serta senyawa-senyawa baru yang dibentuk dari
hancuran bahan organik tersebut melalaui suatu kegiatan mikroorganisme di dalam
tanah. Humus merupakan senyawa yang resisten berwarna hitam/cokelat dan
mempunyai daya menahan air dan unsur hara yang tinggi (Sudirman, 2013).
Tanah yang baik merupakan
tanah yang mengandung hara. Unsur yang terpenting dalam tanah agar dapat
mendukung kesuburan tanah salah satunya adalah kandungan C–organik. Dimana
kandungan C–organik merupakan unsur yang dapat menentukan tingkat kesuburan
tanah. Bahan organik tanah adalah semua jenis senyawa organik yang
terdapat didalam tanah, termasuk serasah, fraksi bahan organik ringan, biomassa
mikroorganisme, bahan organik terlarut di dalam air, dan bahan organik yang
stabil atau humus.
Kandungan bahan organik
tanah dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain iklim, tipe penggunaan
lahan, relief, land form, aktivitas manusia. C/N adalah salah satu parameter
yang dapat digunakan untuk mencirikan kualitas bahan organik. Metode yang
digunakan dalam praktikun ini adalah metode Walkey
and Black yang menggunakan tahapan antara arti nyata kandungan bahan
organik yang ditentukan oleh besarnya C-organik hasil titrasi yang kemudian
dikalikan dengan konstanta tertentu (Setiawan, 2014).
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari praktikum penetapan reaksi tanah (pH) dan
penetapan bahan organik tanah (BO) yaitu untuk mengetahui nilai pH dari dalam
contoh sampel tanah dan untuk mengetahui besar bahan organik dalam contoh
sampel tanah.
Kegunaan dari praktikum ini agar mahasiswa dapat
mengetahui cara menetapkan nilai pH tanah dan nilai bahan organik tanah.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penetapan
Reaksi Tanah (pH)
Reaksi tanah merupakan suatu istilah yang digunakan
untuk menyatakan reaksi asam atau basa dalam tanah. Sejumlah proses dalam
tanah dipengaruhi oleh reaksi tanah dan biokimia tanah yang berlansung
spesifik. Reaksi
tanah secara umum dinyatakan dengan pH tanah. Kemasaman tanah bersumber dari
asam organik dan anorganik serta H+ dan Al3+ dapat
tukar pada misel tanah. Sedangkan tanah alkalis dapat bersumber dari hasil
hidroksil dari ion dapat tukar atau garam-garam alkalis seperti belerang dan sebagainya
(Hakim dkk, 1986).
Kemasaman
tanah merupakan salah satu sifat penting sebab terdapat hubungan pH dengan ketersediaan
unsur hara juga terdapat beberapa hubungan antara pH dan semua pembentukan
serta sifat-sifat tanah. Pada umumnya pH tanah ditentukan oleh pencampuran satu
bagian air suling untuk mendapatkan tanah dan air samapai mendekati
keseimbangan dan setelah itu baru diukur pH suspensi tanah (Poerwowidodo,
1991).
pH
tanah sangat berpengaruh terhadap perkembangan dan pertumbuhan tanaman, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh langsung berupa ion Hidrogen
sedangkan pengaruh tidak langsung yaitu tersedianya unsur-unsur hara
tertentu dan adanya unsur beracun. Kisaran pH tanah mineral
biasanya antara 3,5–10 atau lebih. Sebaliknya untuk tanah gembur, pH tanah
dapat kurang dari 3,0. Alkalis dapat menunjukkan pH lebih dari 3,6. Kebanyakan
pH tanah toleran pada yang ekstrim rendah atau tinggi, asalkan tanah mempunyai
persediaan hara yang cukup bagi pertumbuhan suatu tanaman (Hakim dkk,
1986).
Faktor-faktor
yang mempengaruhi pH tanah adalah unsur-unsur yang terkandung dalam tanah,
konsentrasi ion H+ dan ion OH-, mineral tanah,
air hujan dan bahan induk. Bahan induk tanah mempunyai nilai pH yang bervariasi
bergantung jenis mineral penyusunnya dan derajat pelapukannya, sehingga tanah–tanah muda yang baru terbentuk mempunyai
nilai pH yang selaras dengan bahan induknya. Tanah-tanah berbahan induk batuan
kapur karbonat ber-pH di atas 8, sedangkan yang bergaram Na dapat mencapai pH
10 (Hanafiah, 2010).
Pada
umumnya pada larutan pertanian, penggunaan pH secara rutin dilakukan untuk
memonitor pengaruh raktek pengelolaan pertanian terhadap efisiensi penggunaan
N, kelarutan Al, dan hubungannya dengan dampak lingkungan. Sebagian besar lahan
yang mempunyai pH sangat rendah atau tinggi menguntungkan untuk pertumbuhan
tanaman. Apabila tanah bersifat masam dinetralisir dengan pemberian kapur.
Sebaliknya apabila tanah terlalu basa dapat diturunkan pHnya dengan pemberian
belerang. Tanah masam khususnya di daerah tropika mempengaruhi pertumbuhan tanaman
melalui beberapa cara. Apabila tanah (pH) rendah, maka satu atau lebih faktor
tanah yang tidak menguntungkan muncul dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman
terhambat (Gaur, 1981).
Adapun untuk mengetahui kriteria
dari reaksi tanah (pH) adalah sebagai berikut :
Tabel 6. Kriteria penilaian pH.
pH
|
Kriteria
|
< 4,5
|
Sangat
Masam
|
4,5 – 5,5
|
Masam
|
5,5 – 6,5
|
Agak Masam
|
6,5 – 7,5
|
Netral
|
7,6 – 8,5
|
Agak
Alkalis
|
> 8,5
|
Alkalis
|
2.2 Penetapan
Bahan Organik Tanah (BO)
Bahan organik merupakan
perekat butiran lepas dan sumber utama nitrogen, fosfor dan belerang. Bahan
organik cenderung mampu meningkatkan jumlah air yang dapat ditahan didalam
tanah dan jumlah air yang tersedia pada tanaman. Akhirnya bahan organik
merupakan sumber energi bagi jasad mikro. Tanpa bahan organik semua kegiatan
biokimia akan terhenti (Doeswono, 1983).
Bahan organik menjadi
salah satu indokator kesehatan tanah, karena memiliki beberapa peranan kunci di
tanah. Disamping itu, bahan organik tanah memiliki fungsi–fungsi yang saling
berkaitan, sebagai contoh bahan organik tanah menyediakan nutrisi untuk
aktivitas mikroba yang juga dapat meningkatkan dekomposisi bahan organik,
meningkatkan stabilitas agregat tanah, dan meningkatkan daya pulih tanah
(Sutanto, 2005).
Sumber primer bahan
organik dalam tanah Alfisol adalah
jaringan tanaman berupa akar, batang, ranting dan daun. Jaringan tanaman ini
akan mengalami dekomposisi dan akan terangkut ke lapisan bawah serta
diinkorporasikan dengan tanah tersebut (Islami, 1995).
Sisa–sisa bahan organik
yang ditambahkan ke dalam tanah tidak dirombak sebagai satu kesatuan yang
menyeluruh, tetapi unsur pokok kimianya dirombak bebas satu sama lain. Dalam
pembentukan humus dari sisa-sisa tanaman terjadi penurunan yang cepat dari
unsur-unsur pokok yang larut dalam air, suatu peningkatan relatif dalam
persentase lignin dan kompleks lignin, dan suatu peningkatan dalam kandungan
protein. Terjadilah akumulasi bahan organik sesuai dengan meningkatnya unsur
hara tanaman yang tersedia dalam tanah akumulatif bahan organik meningkat.
Kondisi ini terus menerus terjadi sampai sautu keseimbangan tercapai (Foth,
1988).
Tanah yang banyak
mengandung humus atau bahan organik adalah tanah-tanah lapisan atas atau Top soil.
Semakin ke lapisan bawah tanah maka kandungan bahan organik semakin berkurang,
sehingga tanah semakin kurus. Oleh karena itu, Top soil perlu dipertahankan (Hardjowigeno, 2003).
Adapun untuk mengetahui
kriteria dari bahan organik tanah (BO) adalah sebagai berikut :
Tabel 7. Kriteria bahan organik tanah.
Bahan
Organik
|
Kriteria
|
< 1%
|
Sangat
Rendah
|
1 – 2%
|
Rendah
|
2 – 3 %
|
Sedang
|
3 – 5%
|
Tinggi
|
> 5%
|
Sangat
Tinggi
|
III. METODE PRAKTIKUM
3.1 Tempat
dan Waktu
Praktikum mata kuliah Dasar–Dasar Ilmu Tanah dilaksanakan
di Laboraturium Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas
Tadulako, Palu. Praktikum ini mulai dari tanggal 7–28 Oktober 2014.
3.2 Alat
dan Bahan
Alat yang digunakan yaitu neraca
analitik, botol kocok 100 ml, pipet ukur, gelas kimia, pH meter, labu semprot,
buret, ayakan 0,5 mm, dan erlenmeyer 250 ml.
Bahan yang digunakan yaitu
tanah, aquades, KCl, kalium dikromat (K2Cr2O2),
asam sulfat pekat (H2SO4), ferro amonium sulfat, asam
fosfat (H3PO4), natrium florida (NaF), dan indikator difenilamin.
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Penetapan reaksi tanah (pH)
Pertama, timbanglah 5 gr
sampel tanah sebanyak 2 kali, masing–masing hasil timbangan tersebut kemudian
dimasukkan ke dalam botol kocok berlabel A dan B. Kedua, tambahkan 12,5 ml
aquades kedalam botol A dan 12,5 ml KCl kedalam botol B, setelah itu kocok
kedua botol tersebut selama 30 menit. Ketiga, setelah dikocok, diamkan botol
tersebut hingga sampel tanahnya mengendap. Keempat, ukurlah pH dengan menggunakan pH meter.
3.3.2 Penetapan bahan organik tanah (BO)
Pertama,
ayaklah sampel tanah dengan ayakan 0,5 mm lalu timbang tanah hasil ayakan
tersebut sebesar 0,5 gr kemudian masukkan tanah tersebut kedalam erlemeyer.
Kedua, tambahkan 5 ml kalium dikromat sambil erlemeyer digoyangkan lalu
tambahkan 10 ml asam sulfat pekat lalu goyangkan perlahan. Ketiga, setelah
tercampur sempurna, diamkan larutan tersebut selama 20–30 menit. Keempat,
tambahkan 100 ml aquades, 5 ml asam fosfat, 5 ml natrium florida, dan lalu
teteskan 15 tetes indikator difenilamin lalu goyangkan perlahan. Kelima,
titrasi larutan dengan ferro ammonium sulfat 0,5 N, akan terjadi perubahan
warna dan hentikan ketika telah mencapai warna hijau terang.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Penetapan reaksi tanah (pH)
Berdasarkan percobaan yang telah
dilakukan, didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 8. Hasil penetapan reaksi tanah (pH).
Kelompok
|
pH Tanah
dengan H2O
|
pH Tanah
dengan KCl
|
1
|
8,30
|
7,43
|
2
|
8,22
|
7,14
|
3
|
7,00
|
6,89
|
4
|
8,25
|
7,04
|
5
|
7,49
|
7,14
|
4.1.2 Penetapan bahan organik tanah (BO)
Berdasarkan percobaan yang
telah dilakukan, didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 9. Hasil penetapan bahan organik tanah (BO).
Kelompok
|
C –
Organik (%)
|
Bahan
Organik (%)
|
1
|
2,49
|
4,63
|
2
|
1,27
|
2,19
|
3
|
3,82
|
6,59
|
4
|
2,01
|
3,46
|
5
|
0,78
|
1,34
|
4.2 Pembahasan
4.2.1 Penetapan
reaksi tanah (pH)
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan, diketahui
bahwa contoh tanah kami kelompok 1 memiliki pH tertinggi yaitu 8,30 dan 7,43.
Sedangkan kelompok 3 memiliki pH terendah yaitu 7,00 dan 6,89.
Setelah dicocokkan dengan kriteria penilaian pH pada
tabel 8, diketahui bahwa botol kocok A merupakan kriteria agak alkalis sedangkan
botol kocok B merupakan kriteria netral. Terdapat perbedaan nilai pH antara
tanah yang diekstrak dengan aquades dan tanah yang diekstrak dengan KCl. Tanah
yang diekstrak dengan aquades menunjukkan nilai kemasaman aktif (aktual)
sedangkan tanah yang diekstrak dengan KCl menunjukkan kemasaman cadangan
(potensial).
Hasil tersebut sesuai dengan pendapat Pairunan dkk (1997),
yaitu tanah mempunyai tiga sifat yaitu bersifat basa jika pH-nya lebih besar dari 7, dan bersifat
netral apabila pH-nya antara 6–7 serta
jika tanah memiliki pH di bawah 7 maka tanah akan dikatakan bersifat asam.
4.2.2 Penetapan
bahan organik tanah (BO)
Dari hasil praktikum yang telah
dilakukan, pada sampel tanah kami kelompok 1 didapatkan C–Organik sebesar 2,49%
dan bahan organiknya sebesar 4,63%. Diketahui bahwa C–Organik tertinggi pada
kelompok 3 sebesar 3,82% dan juga tertinggi pada bahan organik sebesar 6,59%.
Setelah dicocokkan dengan tabel
kriteria organik, diketahui bahwa sampel tanah kami tersebut termasuk kriteria
tinggi. Karena tanah tersebut termasuk kriteria tinggi, berarti tanah tersebut
dapat dikatakan tanah yang subur karena memiliki bahan organik tinggi. Bahan
organik tanah menyediakan nutrisi untuk aktivitas mikroba yang juga dapat meningkatkan dekomposisi bahan
organik, meningkatkan stabilitas agregat tanah, dan meningkatkan daya pulih
tanah.
Hal ini sependapat dengan pendapat
Doeswono (1983) yaitu bahan organik cenderung mampu meningkatkan jumlah air
yang dapat ditahan didalam tanah dan jumlah air yang tersedia pada tanaman.
Akhirnya bahan organik merupakan sumber energi bagi jasad mikro. Tanpa bahan
organik semua kegiatan biokimia akan terhenti. Sehingga tanah yang memiliki
bahan organik tinggi termasuk tanah yang bagus.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan
praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan hal – hal sebagai berikut :
1.
Pada percobaan reaksi tanah (pH), pH kelompok kami bersifat alkalis (basa) dan netral. Karena, jika pH >7
bersifat basa, jika diantara 6–7 bersifat netral, dan <7 bersifat asam.
Tanah yang baik yaitu tanah yang bersifat netral.
2.
Pada percobaan bahan organik tanah (BO),
diketahui bahan organik tertinggi
terdapat pada kelompok 3 yaitu 6,59%.
Semakin tinggi nilai bahan organik tanah, maka tanah
tersebut semakin baik karena tanah yang berbahan organik tinggi akan
meningkatkan aktifitas biokimia tanah.
3.
Dari kedua percobaan tersebut, diketahui
bahwa jika nilai reaksi tanah (pH) mendekati atau merupakan kategori netral maka bahan organik
(BO) tanah tersebut akan tinggi.
5.2 Saran
Disarankan agar pada praktikum
mendatang, jumlah sampel tanah yang diuji cobakan oleh tiap kelompok sebanyak 2
dari tempat pengambilan yang berbeda.
PENETAPAN TEKSUR
TANAH DAN PENETAPAN
KAPASITAS TUKAR
KATION (KTK)
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Tanah adalah bagian kerak
bumi yang tersusun dari mineral dan bahan organik. Tanah sangat penting
peranannya bagi semua kehidupan di bumi karena tanah mendukung kehidupan
tumbuhan dengan menyediakan hara dan air sekaligus sebagai penopang akar. Tanah
merupakan campuran bahan atau partikel-partikel bahan organik yang telah melapuk,
udara dan air. Materi kasar seperti pasir biasanya ditutupi oleh material
halus. Ukuran dari partikel-partikel tanah relatif tidak berubah. Karena itu,
tekstur tanah dikategorikan sebagai sifat dasar tanah.
Tekstur tanah adalah sifat
halus atau kadar butiran tanah. Kasar atau halusnya tanah ditentukan oleh
perbandingan antara pasir, debu dan liat yang terdapat didalam tanah.
Tanah-tanah yang bertekstur pasir, karena butiran-butirannya berukuran lebih
besar, maka setiap satuan berat (misalnya setiap gram) mempunyai luas permukaan
yang lebih kecil ehingga sulit menyerap (menahan) air an unsur hara.
Tanah-tanah bertekstur liat, karena lebih halus maka setiap satuan berat
mempunyai luas permukaan yang lebih besar sehingga kemampuan menahan air dan
menyediakan unsur hara tinggi (Yenny, 2013).
Di dalam penetapan tekstur
tanah terdapat dua metode yaitu menurut metode perasaan di lapangan atau uji
kualitatif. Metode ini dimulai dengan masa tanah kering atau lembab dibasahi
secukupnya kemudian dipijat diantara ibu jari dan telunjuk sehingga membentuk
bola lembab. Hal yang dirasakan adalah kasar atau licin. Kemudian ditentukan
tekstur berdasarkan tabel. Metode lain yang digunakan yaitu secara kuantitatif.
Pada metode ini terdapat tiga tahapan yaitu analisis ukuran partikel, yaitu
menghilangkan bahan-bahan pengikat tanah.
Tekstur tanah penting kita
ketahui, karena komposisi ketiga fraksi butir-butir tanah tersebut akan
menentukan sifat-sifat fisika, fisika-kimia, dan kimia tanah. Sebagai contoh,
besarnya lapangan pertukaran dari ion-ion di dalam tanah amat ditentukan oleh
tekstur tanah.
Kapasitas tukar kation
merupakan sifat kimia yang sangat erat hubungannya dengan kesuburan tanah.
Tanah dengan KTK tinggi mampu menjerat dan menyediakan unsur hara lebih baik
daripada tanah dengan KTK rendah. Tanah dengan KTK tinggi bila didominasi oleh
kation basa, Ca, Mg, K, Na (kejenuhan basa tinggi) dapat meningkatkan kesuburan
tanah, tetapi bila didominasi oleh kation asam, Al, H (kejenuhan basa rendah)
dapat mengurangi kesuburan tanah. Karena unsur-unsur hara terdapat dalam
kompleks jerapan koloid maka unsur-unsur hara tersebut tidak mudah hilang
tercuci oleh air. KTK pada jenis tanah yang ada berbeda-beda, dipengaruhi oleh
faktor lingkungan setempat. Besarnya KTK suatu tanah dapat ditentukan dengan
menjenuhkan kompleks jerapan atau misel dengan kation tertentu. Misalnya misel
dijenuhkan dengan kation Ba2+ atau NH4+ yang bertujuan
agar seluruh kation yang terjerap dapat digantikan oleh ion Ba2+
atau NH4+. Dengan menghitung jumlah Ba2+ atau NH4+
yang dapat menggantikan seluruh kation terjerap tadi, maka nilai tersebut
adalah KTK tanah yang ditentukan (Kustam, 2012).
.
Setiap kation mempunyai
daya yang berbeda untuk dapat dijerap dan dipertukarkan. Jumlah yang dijerap
biasanya tidak setara dengan jumlah yang dipertukarkan. Ion bervalensi dua
biasanya lebih kuat dipegang dari pada ion bervalensi satu oleh koloid tanah, dengan
demikian akan lebih sukar untuk dipertukarkan. Itulah sebabnya jika ion Ba2+
yang digunakan sebagai kation penukar, pertukaran tidak terjadi dalam jumlah
yang setara. Barium dijerap kuat sekali oleh liat, tetapi mempunyai daya
penetrasi yang rendah. Oleh karena itu jumlah pertukaran yang diperoleh lebih
rendah dari jumlah barium yang dijerap, akan sering memberikan jumlah
pertukaran yang lebih tinggi dari jumlah ion NH4+ yang dijerap.
Amonium adalah ion bervalensi satu yang tentunya akan ditarik oleh koloid liat
kurang kuat jika dibandingkan dengan ion barium, tetapi ion amonium mempunyai daya
penetrasi yang lebih tinggi (Adi, 2014).
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum penetapan tekstur tanah dan
penetapan kapasitas tukar kation (KTK) yaitu untuk mengetahui besar nilai tekstur
dari dalam contoh sampel tanah dan untuk mengetahui nilai kapasitas tukar
kation dalam contoh sampel tanah.
Kegunaan dari praktikum ini agar mahasiswa dapat
mengetahui cara menetapkan nilai tekstur tanah dan kapasitaas tukar kation
tanah.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penetapan
Tekstur Tanah
Tekstur
tanah menunjukkan komposisi partikel penyusun tanah (separat) yang dinyatakan
sebagai perbandingan proporsi (%) relatif antara fraksi pasir, fraksi debu dan
fraksi liat (Hanafiah, 2010).
Tanah
terdiri dari butir-butir yang berbeda dalam ukuran dan bentuk, sehingga
diperlukan istilah-istilah khusus yang memberikan ide tentang sifat teksturnya
dan akan memberikan petunjuk tentang sifat fisiknya. Untuk ini digunakan nama
kelas seperti pasir, debu, liat dan lempung. Nama kelas dan klasifikasinya ini,
merupakan hasil riset bertahun-tahun dan lambat laun digunakan sebagai patokan.
Tiga golongan pokok tanah yang kini umum dikenal adalah pasir, liat dan lempung
(Buckman dkk, 1982).
Tekstur
tanah dapat menentukan sifat–sifat fisik dan kimia serta mineral tanah.
Partikel-partikel tanah dapat dibagi atas kelompok-kelompok tertentu
berdasarkan ukuran partikel tanpa melihat komposisi kimia, warna, berat, dan
sifat lainnya. Analisis laboratorium yang mengisahkan hara tanah disebut
analisa mekanis. Sebelum analisa mekanis dilaksanakan, contoh tanah yang
kering udara dihancurkan lebih dulu disaring dan dihancurkan dengan ayakan 2
mm. Sementara itu sisa tanah yang berada diatas ayakan dibuang. Metode
ini merupakan metode hidrometer yang membutuhkan ketelitian dalam
pelaksanaannya. Tekstur tanah dapat ditetapkan secara kualitatif
dilapangan (Hakim dkk, 1986).
Karakteristik
tekstur tanah terdiri atas fraksi pasir, fraksi debu dan fraksi liat. Suatu
tanah disebut bertekstur pasir apabila mengandung minimal 85% pasir, bertekstur
debu apabila berkadar minimal 80% debu dan bertekstur liat apabila berkadar minimal
40% liat (Hanafiah, 2010).
Tanah
yang didominasi pasir akan banyak mempunyai pori-pori makro, tanah yang
didominasi debu akan mempunyai pori-pori meso (sedang), sedangkan didominasi
liat akan banyak mempunyai pori-pori mikro. Hal ini berbanding terbalik dengan
luas permukaan yang terbentuk, luas permukaan mencerminkan luas situs yang
dapat bersentuhan dengan air, energi atau bahan lain, sehingga makin dominan
fraksi pasir akan makin kecil daya tahannya untuk menahan tanah (Hakim dkk, 1986).
2.2 Penetapan
Kapasitas Tukar Kation (KTK)
Kapasitas tukar kation
(KTK) suatu tanah dapat didefenisikan sebagai suatu kemampuan koloid tanah
menjerap dan mempertukarkan kation. Kemampuan atau daya jerap unsur hara dari
suatu koloid tanah dapat ditentukan dengan mudah. Jumlah unsur hara yang
terjerap dapat ditukar dengan barium (Ba+) atau amonium (NH4+),
kemudian jumlah Ba atau NH4 yang terjerap ini ditentukan kembali
melalui penyulingan. Jumlah Ba atau NH4 yang tersuling akan sama
banyak dengan jumlah unsur hara yang
ditukar pada koloid
tanah tadi (Hakim dkk, 1986).
Tanah-tanah dengan
kandungan bahan organik atau dengan kadar liat tinggi mempunyai KTK lebih
tinggi daripada tanah-tanah dengan kandungan bahan organik rendah atau
tanah-tanah berpasir. Jenis-jenis mineral liat juga menentukan besarnya KTK
tanah, misalnya tanah dengan mineral liat montmorillonit mempunyai KTK yang
lebih besar daripada tanah dengan mineral liat kaolinit. Tanah-tanah yang tua
seperti tanah Alfisol mempunyai KTK rendah karena koloidnya banyak terdiri dan
seskuioksida. Besarnya KTK digunakan sebagai penciri untuk klasifikasi tanah
misalnya Alfisol harus mempunyai KTK < 16 cmol (+) ka liat (Hardjowigeno,
2003).
Kapasitas tukar kation
tanah tergantung pada tipe dan jumlah kandungan liat, kandungan bahan organik,
dan pH tanah. Kapasitas tukar kation tanah yang memiliki banyak muatan
tergantung pH dapat berubah-ubah dengan perubahan pH. Keadaan tanah yang masam
menyebabkan tanah kehilangan kapasitas tukar kation dan kemampuan menyimpan
hara kation dalam bentuk dapat tukar, karena perkembangan muatan positif.
Kapasitas tukar kation kaolinit menjadi sangat berkurang karena perubahan pH
dari 8 menjadi 5,5. KTK tanah adalah jumlah kation yang dapat dijerap 100 gram
tanah pada pH 7 (Pairunan dkk, 1999).
KTK tanah berbanding lurus
dengan jumlah butir liat. Semakin tinggi jumlah liat suatu jenis tanah yang
sama, KTK juga bertambah besar. Makin halus tekstur tanah makin besar pula
jumlah koloid liat dan koloid organiknya, sehingga KTK juga makin besar. Sebaliknya
tekstur kasar seperti pasir atau debu, jumlah koloid liat relatif kecil
demikian pula koloid organiknya, sehingga KTK juga relatif lebih kecil daripada
tanah bertekstur halus (Hakim dkk, 1986).
Adapun untuk mengetahui kriteria kapasitas tukar kation (KTK) adalah
sebagai berikut :
Tabel 10. Kriteria kapasitas tukar kation (KTK).
Nilai
|
Kategori
|
< 5
|
Sangat Rendah
|
5 -16
|
Rendah
|
17 -24
|
Sedang
|
25 – 40
|
Tinggi
|
> 40
|
Sangat Tinggi
|
III. METODE PRAKTIKUM
3.1 Tempat
dan Waktu
Praktikum mata kuliah Dasar–Dasar
Ilmu Tanah dilaksanakan di Laboraturium Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian,
Universitas Tadulako, Palu. Praktikum ini mulai dari tanggal 7–28
Oktober 2014.
3.2 Alat
dan Bahan
Alat yang digunakan yaitu beaker glas volume 1
liter erlenmeyer, ayakan 2 mm, ayakan 0,25 mm, ayakan 0,09 mm, bak perendam, pipet volume 10 ml dan
50 ml, cawan aluminium, oven, labu semprot, mesin asam, pengocok, gegep,
eksikator, neraca analitik, mesin destilasi, corong, wadah penampung, pipet
ukur 25 ml, buret 25 ml, kertas saring, botol kocok, labu semprot, mesin shaker.
Bahan
yang digunakan yaitu tanah, aquades, hidrogen peroksida (H2O2)
30%, HCl 0,2 N dan 6 N, calcon, larutan amonium asetat (NH4OAc) pH
7,0, etanol 95%, larutan natrium hidroksida (NaOH) 35%, larutan asam borat (H3BO3)
4%, larutan asam klorida (HCl) 0,1 N.
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Penetapan
tekstur tanah
Pertama,
timbanglah seluruh cawan lalu, ayaklah sampel tanah dengan ayakan 2 mm kemudian
timbang tanah hasil ayakan itu sebesar 5 gr dengan neraca analitih lalu
masukkan kedalam erlemeyer. Kedua, tambahkan 25 ml hidrogen peroksida ke dalam
erlemeyer lalu aduk sedikit kemudian letakkan ke atas bak perendam yang berisi
air. Ketiga, masukkan erlemeyer tersebut kedalam mesin asam selama 90 menit
hingga tak berbusa lagi. Keempat, setelah itu keluarkan dan dinginkan dengan
meletakkannya kedalam bak perendam hingga dingin.
Kelima,
siapkan penyaring dengan susunan yang paling dasar merupakan wadah, lalu
saringan kerapatan 0,09 mm, dan teratas saringan dengan kerapatan 0,25 mm.
Keenam, tuangkan isi erlemeyer ke atas saringan itu maka pada saringan 0,25 mm
tersisa pasir–pasir kasar, pindahkan pasir tersebut keatas cawan berlabel A
denngan bantuan labu semprot. Pada saringan 0,09 mm tersisa pasir halus,
pindahkan pasir tersebut ke atas cawan berlabel B. Ketujuh, tuangkan seluruh
isi wadah terbawah kedalam beaker glass lalu tambahkan calcon 12,5 ml kedalam beaker
glass kemudian tembahkan aquades hingga larutan dalam beaker glass mencapai 1
liter.
Kedelapan,
siapkan cawan C, D, E, F dan pipet 10 ml dan 50 ml, kemudian koccok larutan
tersebut sebanyak 10 kali dengan pengocok lalu ambil isinya 50 ml dengan pipet
50 ml kedalam cawan C. Pada 5 menit
kemudian, ambil 10 ml lalu masukkan ke cawan D. Pada 17 menit kemudian, ambil
10 ml lalu masukkan ke cawan E, dan pada 50 menit kemudian ambil 10 ml lalu
masukkan ke cawan F. Kesembilan, masukkan semua cawan beserta isinya kedalam
oven bersuhu 105oC selama 1 malam lalu keluarkan dengan gegep.
Setelah itu, dinginkanlah dengan memasukkan seluruh cawa dan isinya ke dalam
eksikator, setelah dingin timbang seluruh cawan dan isinya tersebut.
3.3.2 Penetapan kapasitas tukar kation (KTK)
Pertama,
ayaklah contoh tanah dengan ayakan 0,5 mm lalu timbang hasil ayakan sebanyak 1
gr dengan neraca analitik kemudian masukkan kedalam botol kocok. Kedua,
tambahkan 20 ml larutan amonium asetat kedalam botol kocok, kemudia kocoklah
dengan mesin shaker selama 30 menit kemudian tuangkan isi botol tersebut ke
atas kertas saring yang berada dicorong diatas gelas penampung. Ketiga, jika
pada botol kocok masih tersisa tanah, semprotkan amonium asetat 20 ml dengan
pipet ukur hingga seluruh tanah jatuh. Tunggu hingga larutan pada kertas saring
habis lalu turunkan tanah pada kertas saring dengan menyemprotkan 20 ml etanol
kemudian biarkan hingga larutanya habis, setelah itu tambahkan lagi etanol 20
ml kemudian diamkan kertas saring tersebut selama beberapa hari.
Keempat,
buatlah blanko dengan mengisi aquades pada labu destilasi sebanyak 20 ml, lalu
siapkan mesin destilasi yang telah terhubung dengan botol larutan natrium
hidroksida, larutan asam borat, dan larutan asam klorida. Destilasi blanko
tersebut selama 5 menit kemudian hasil destilasi itu dititrasi dengan HCl 0,1 N
hingga berubah warna. Kelima, untuk sampel, lipat kertas saring jadi kecil
kemudian masukkan ke tabung destilasi kemudian destilasi tabung tersebut selama
5 menit. Hasil destilasi tersebut kemudian dititrasi dengan HCl 0,1 N.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Penetapan tekstur tanah
Berdasarkan percobaan yang telah
dilakukan, didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 11. Hasil penetapan tekstur tanah.
Kelompok
|
Kategori
Tekstur Tanah
|
1
|
Liat Berdebu (Silty Clay)
|
2
|
Lempung (Loam)
|
3
|
Pasir
Berlempung (Loamy Sand)
|
4
|
Liat (Clay)
|
5
|
Lempung
Berpasir (Silty Loam)
|
4.1.2 Penetapan kapasitas tukar kation (KTK)
Berdasarkan percobaan yang
telah dilakukan, didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 12. Hasil penetapan kapasitas tukar kation (KTK).
Kelompok
|
KTK (cmol+.kg-1)
|
1
|
40,89
|
2
|
33,17
|
3
|
43,94
|
4
|
63,00
|
5
|
26,54
|
4.2 Pembahasan
4.2.1 Penetapan
tekstur tanah
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan, pada kelompok kami kelompok 1, diperoleh
berat cawan, berat cawan kering oven, serta berat akhirnya. Dari hasil
tersebut, setelah melalui rumus didapatkan hasil pasir kasar 8,2%, pasir halus
10,4%, debu 41,2%, liat 40,2%. Jika
hasil tersebut di cocokan dengan segitigas tekstur maka diperoleh hasil bahwa
contoh tanah tersebut tergolong Silty
Clay (liat berdebu). Karena tekstur sampel tanah tersebut didominasi oleh
debu dan liat, maka pori–pori tanahnya sedang. Dari kelima kelompok, diketahui
bahwa seluruh sampel tanah mengandung liat/lempung.
Hasil tersebut sependapat dengan pendapat Hakim, dkk (1986) yaitu
tanah yang didominasi pasir akan banyak mempunyai pori-pori makro, tanah
yang didominasi debu akan mempunyai pori-pori meso (sedang), sedangkan
didominasi liat akan banyak mempunyai pori-pori mikro. Makin dominan fraksi
pasir akan makin kecil daya tahannya untuk menahan tanah.
4.2.2 Penetapan kapasitas tukar kation (KTK)
Dari hasil praktikum yang telah
dilakukan, kami kelompok 1 mendapatkan
nilai KTK sebesar 40,8934. Diketahui
bahwa nilai KTK tertinggi terdapat pada tanah kelompok 4 sebesar 63,00. Menurut Hardjowigeno (2003) menyatakan bahwa tanah-tanah
dengan kandungan bahan organik atau dengan kadar liat tinggi mempunyai KTK
lebih tinggi daripada tanah-tanah dengan kandungan bahan organik rendah atau
tanah-tanah berpasir.
Dari kelompok kami tersebut, setelah
dicocokkan dengan kriteria KTK pada tabel 12, didapatkan hasil bahwa contoh tanah
berada pada kategori sangat tinggi yang berkisar > 40. Hal tersebut berarti,
pada KTK pada tanah tersebut sangat baik, karena pertukaran kation–kation dalam
tanah tersebut sangat bagus. Hal tersebut sependapat dengan pernyataan Pairunan
dkk (1999) yakni kapasitas tukar kation tanah tergantung pada tipe dan jumlah
kandungan liat, kandungan bahan organik, dan pH tanah.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan
praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan hal–hal sebagai berikut :
1.
Pada percobaan tekstur tanah, seluruh kelompok rata–rata memiliki tanah
dengan kandungan liat/lempung yang tinggi.
2.
Pada percobaan kapasitas tukar kation (KTK), diketahui nilai KTK tertinggi
terdapat pada kelompok 4 yaitu 63,00. Hal ini berarti
kandungan liat kelompok 4 lebih tinggi dibanding yang lain karena tekstur liat
juga mempengaruhi nilai KTK tanah.
3.
Dari kedua percobaan tersebut,
diketahui bahwa nilai tekstur tanah berpengaruh terhadap nilai KTK. Semakin
tinggi liat suatu tanah maka nilai KTKnya akan semakin tinggi.
5.2 Saran
Disarankan agar pada praktikum
mendatang, tiap kelompok meneliti tanah dengan perbedaan fraksi yang tinggi
sehingga mahasiswa dapat mengetahui dampak dari tekstur tehadap KTK.
DAFTAR PUSTAKA
Adi, G. 2014. Penetapan Kapasitas Tukar Kation. http://myelodi27.blogspot.com/2014/06/penetapan-kapasitas-tukar-kation-ktk.html. Diakses pada
tanggal 3 November 2014.
Arizya, R. 2012. Bulk Density. http://ratnarizya.blogspot.com/2012/05/laporan-ddit-bulk-density.html. Diakses pada
tanggal 4 November 2014.
Arizya, R. 2012. Porositas
Tanah. http://ratnarizya.blogspot.com/2012/05/laporan-ddit-porositas-tanah.html. Diakses pada
tanggal 4 November 2014.
Buckman, H. D. dan N. C. Brady. 1982. The Nature and
Properties Of Soil. Maxwell
Matmilin: New York.
Doeswono,1983. Ilmu-Ilmu
Terjemahan. Bhtara Karya Aksara: Jakarta.
Fitter, H., 1991. Fisiologi
Lingkungan Tanaman. Gadjah Madya Universitas Press: Yokyakarta.
Foth. H. D, 1988. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Gajah
Mada University Press: Yogyakarta.
Gaur. 1981. Soil
Clasification in Indonesia. Balai Penjelasan Pertanian: Bogor.
Hakim, N., M. Yusuf Nyakpa, A. M. Lubis,
Sutopo Ghani Nugroho, M. Amin Diha, Go Ban Hong, H. H. Bailey, 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung:
Lampung
Hanafiah, Ali Kemas. 2010. Dasar–Dasar
Ilmu Tanah. Raja Grafindo Persada: Jakarta.
Hardjowigeno,
H. S. 2003. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akademika Pressindo: Jakarta.
Islami, T., 1995. Hubungan Tanah, Air, dan Tanaman. IKIP
Semarang Press:Semarang.
Karlina, N. 2013. Penetapan
Kadar Air Tanah. http://nkarlina.wordpress.com/2013/04/17/penetapan-kadar-air-tanah/. Diakses pada
tanggal 2 November 2014.
Kustam, 2012. Kimia dan Kesuburan
Tanah. http://harmonyoflife-kustamiim.blogspot.com/2012/05/laporan-kimia-dan-kesuburan-tanah.html. Diakses pada
tanggal 2 November 2014.
Lugito. 2012. Teknik
Pengambilan Contoh Tanah Terganggu dan Agregat Utuh.
http://lugito-center.blogspot.com/2012/12/teknik-pengambilan-contoh-tanah.html.
Diakses pada tanggal 2 November 2014.
Maryenti, T. 2012. Teknik
Pengambilan Contoh Tanah Terganggu dan Agregat Utuh. http://naneuntetylicious.blogspot.com/2012/12/teknik-pengambilan
contoh tanah.html. Diakses pada tanggal 2 November 2014.
Nabilussalam. 2011. Permeabilitas
Tanah. https://nabilussalam.wordpress.com/2011/04/07/permeabilitas-tanah/. Diakses pada
tanggal 2 November 2014.
Nikymena, I. 2013. Kadar
Air Tanah. http://isranikymena.blogspot.com/2013/09/i.html.
Diakses pada tanggal 2 November 2014.
Pairunan, Anna K., J. L. Nanere, Arifin, Solo S. R. Samosir,
Romualdus Tangkaisari, J. R. Lalopua, Bachrul Ibrahim, Hariadji Asmadi, 1999. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Badan Kerjasama
Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Timur: Makassar.
Poerwowidodo.1991. Ganesa Tanah. Rajawali Press: Jakarta.
Purnamasari, F. 2011. Bulk
Density. http://fithrypurnamasari.blogspot.com/2011/09/laporan-bulk-density.html. Diakses pada
tanggal 4 November 2014.
Rohmat, 2009. Dasar – Dasar Ilmu Tanah. Erlangga: Jakarta.
Setiawan, G. 2014. Karbon dan Bahan Organik Tanah. http://dhyrmankimank.blogspot.com/2013/07/laporan-bahan-organik-tanah-imank.html. Diakses pada
tanggal 3 November 2014.
Sudirman. 2013. Bahan Organik Tanah. http://dhyrmankimank.blogspot.com/2013/07/laporan-bahan-organik-tanah-imank.html. Diakses pada
tanggal 3 November 2014.
Sutanto, R. 2005. Dasar –
Dasar Ilmu Tanah. Kanisius: Yogyakarta.
Yenny, M. 2013. Tekstur Tanah. http://mutiayenny.blogspot.com/2013/09/laporan-praktikum-tekstur-tanah.html. Diakses pada
tanggal 3 November 2014.
makasih om laporannya membantu..... :v
BalasHapusOm ndass mu :p
Hapusmakasih om, keren laporannya. sukses selalu yaa
BalasHapuspostingannya sangat membantu
BalasHapus