- Back to Home »
- Laporan »
- Laporan Lengkap Praktikum : Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman
Posted by : Zero Kun
14 Mei 2015
LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM
DASAR–DASAR PERLINDUNGAN
TANAMAN
MUHAMMAD FAWZUL ALIF NUGROHO
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TADULAKO
2014
LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM
DASAR–DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN
Disusun Sebagai
Salah Satu Syarat
Dalam Menyelesaikan Mata Kuliah
Dasar–Dasar Perlindungan Tanaman
Oleh
MUHAMMAD FAWZUL ALIF NUGROHO
E 281 13 002
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TADULAKO
2014
HALAMAN PENGESAHAN
Judul :
Laporan Lengkap Praktikum Dasar–Dasar Perlindungan Tanaman
Tujuan :
Untuk Mengetahui Jenis, Gejala Serangan, dan Pengendalian dari Hama, Penyakit,
dan Nematoda pada Tanaman Pertanian
Nama : Muhammad Fawzul Alif Nugroho
Stambuk : E 281 13 002
Program studi : Agroteknologi
Fakultas : Pertanian
Universitas : Tadulako
Palu, Desember 2014
Megetahui,
Koordinator Asisten Asisten Penanggung Jawab
EDI KURNIANTO DANIL
S.
E 281 10 017 E 281 11 004
Menyetujui,
Koordinator Matakuliah
Dasar–Dasar Perlindungan Tanaman
HASRYANTI, S.P., M.Si
NIP. 19721027 200012 2
001
RINGKASAN
Hama merupakan organisme
pengganggu tanaman yang mengakibatkan kerusakan secara fisik pada tanaman dan
kerugian secara ekonomis, golongan hama terbesar berasal dari kelas serangga (insecta). Pada umumnya hama terbagi
dalam 8 ordo yaitu ordo Orthoptera, Hemiptera, Homoptera, Coleoptera, Lepidoptera,
Diptera, Hymenoptera, dan Odonata. Gejala yang ditimbulkan dari serangan
hama serangga berbeda-beda. Serangan yang ditimbulkan terhadap tanaman berbeda
tergantung dari tipe mulut serangga.
Hama gudang merupakan hama yang
sering menyerang bahan-bahan makanan manusia yang sudah dalam penyimpanan. Pada
umumnya hama gudang yang menyerang berasal dari ordo Coleoptera dan morfologinya
terdiri dari caput, antena, alat mulut, mata mejemuk, thorax, tungkai depan,
tungkai tengah, tungkai belakang, abdomen dan sayap. Hama gudang menyerang
produk dengan meletakkan telurnya dalam produk dan ketika telur tersebut
menetas larvanya akan memakan produk dan menyebabkan lubang-lubang pada produk.
Penyakit tumbuhan salah satunya
dapat disebabkan oleh fungi. Gejala yang diakibatkan oleh serangan fungi
terhadap tanaman yaitu terdapat bercak-bercak pada daun, batang, dan buah juga
daun dan batang yang terserang menjadi melayu. Penyakit yang menyerang
berkembang dengan baik akibat didukung faktor lingkungan yang lembab karena
sering hujan. Pengendalian penyakit yang disebabkan oleh jamur pada umumnya
dapat dilakukan dengan cara alami yaitu pemanfaatan patogen antagonis,
seperti Trichoderma sp., eradikasi dan penggunaan bibit unggul.
Penyakit-penyakit yang diderita
tanaman disebabkan oleh patogen bakteri dan virus yang mneyerang tanaman. Bakteri
yang menyerang pada tanaman pisang dan tanaman tomat menyebabkan pada bagian
batang jika dibelah terdapat lendir. Tanaman yang terserang virus atau bakteri
tidak memiliki hasil yang baik seperti pada pisang terdapat bercak berwarna
merah kehitaman dan bulir menjadi hampa pada padi.
Nematoda termasuk kingdom hewan,
didalamnya termasuk nematoda parasit tanaman dan hewan, serta spesies nematoda
yang hidup bebas. Nematoda dapat berperan sebagai hama dan juga sebagai
penyakit, dikatakan sebagai hama karena nematoda dapat menyerang tanaman dari
permukaan tanah dan digolongkan sebagai penyebab penyakit karena dapat masuk
kedalam jaringan pembuluh pada akar tanaman. Nematoda Meloidogyne spp. menyerang tanaman melalui akar dan menyebabkan
akar tanaman yang terserang menjadi puru akar.
Palu, Desember 2014
Penyusun
UCAPAN TERIMAKASIH
Penyusun menyadari
bahwa dalam penyusunan laporan ini tak akan selesai tanpa bantuan dan dorongan
dari berbagai pihak yang telah memberikan
masukan dan saran serta motivasi dalam penyusunan laporan ini. Kepada rekan–rekan dan juga asisten–asisten dosen
yang turut memberi bantuan dalam menyusun laporan ini, terutama yang terhormat
:
1. Prof. Dr. Ir. Muh. Basyir Cyio, SE., MS, selaku Rektor Universitas
Tadulako.
2. Prof. Dr. Ir. H. Alam Anshary, M.Si, selaku Dekan Fakultas Pertanian
beserta seluruh Wakil Dekan di Fakultas Pertanian.
3. Hasrianty, S.P., M.Si, selaku Koordinator mata kuliah Dasar–Dasar Perlindungan Tanaman.
Palu, Desember
2014
Penyusun
KATA PENGANTAR
Puji syukur
kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
penyusun dapat menyelesaikan Laporan Lengkap Praktikum Dasar–Dasar Perlindungan
Tanaman pada waktu yang ditentukan.
Penyusun menyadari bahwa
kesempurnaan hanyalah milik sang pencipta, penyusun sangat mengharapkan
saran-saran dari para pembaca agar laporan ini dapat menjadi lebih baik lagi. Semoga laporan praktikum ini memberi manfaat serta membantu kepada setiap
pembaca maupun pihak-pihak yang membutuhkan, terutama bagi penyusun.
Palu, Desember 2014
Penyusun
PENGENALAN
MORFOLOGI SERANGGA HAMA DAN ORDO-ORDO SERANGGA
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Kerugian pada budidaya tanaman sering kali diakibatkan oleh Organisme
pengganggu tanaman (OPT) sehingga perlu diadakannya perlidungan tanaman dengan
tujuan meminimalisir kerugian yang disebabkan oleh OPT. Gangguan yang
disebabkan oleh OPT merupakan resiko yang harus dihadapi dan diperhitungkan
dalam setiap usaha dibidang budidaya tanaman. Resiko ini merupakan konsekuensi
logis dari setiap perubahan ekosistem yang terjadi akibat budidaya tanaman.
Hama merupakan organisme pengganggu tanaman yang mengakibatkan kerusakan
secara fisik pada tanaman dan kerugian secara ekonomis, golongan hama terbesar
berasal dari kelas serangga (insecta).
Namun ada beberapa jenis serangga yang berperan sebagai musuh alami bagi
serangga lain yang bersifat hama. Hama tanaman yang menempati peringkat paling
atas berasal dari klas serangga (insecta),
dalam klas insect ini terdapat beberapa ordo yang membagi jenis-jenis serangga
hama pengganggu tanaman (Rahmawatif, 2012).
Dampak yang timbul akibat serangan hama menyebabkan kerugian baik terhadap
nilai ekonomi produksi, pertumbuhan dan perkembangan tanaman, serta petani sebagai
pelaku budiaya tanaman dengan kegagalan panen serta turunnya kwalitas dan
kuantitas hasil panen. Pengendalian hama yang tidak sesuai dan tepat akan
memberikan dampak kerugian yang lebih besar dari pada serangan hama itu sendiri
terhadap tanaman.
Adapun manfaat dalam mempelajari hama tanaman khususnya ke enam ordo
serangga hama adalah agar praktikan dapat mengenal serangga hama, jenis mulut,
daur hidup, tipe perkembangbiakan dan siklus penyerangannya sehingga dapat
diketahui cara yang tepat untuk pengendalian serangga hama tersebut.
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan
dari praktikum Pengenalan Serangga Hama dan Ordo-Ordo Serangga yaitu untuk mengetahui
macam-macam serangga hama yang menyerang tanaman pertanian, mengenal bagian
tubuh, mengetahui daur hidup, mengetahui macam-macam ordo serangga dan mengetahui
mekanisme serangan serangga tersebut.
Kegunaan dari praktikum ini agar
mahasiswa dapat mengetahui macam-macam serangga hama yang menyerang tanaman
pertanian, mengenal baigan tubuh, mengetahui daur hidup, mengetahui macam-macam
ordo serangga dan mengetahui mekanisme serangan serangga tersebut.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ordo
Orthoptera
Ordo Orthoptera berasal dari kata orthos yang artinya ”lurus” dan pteron artinya “sayap”. Anggota
dari ordo ini umumnya memilki sayap dua pasang. Sayap depan lebih
sempit daripada sayap belakang dengan vena-vena menebal/mengeras dan disebut Tegmina. Sayap belakang membranus dan melebar dengan
vena-vena yang teratur. Pada waktu istirahat sayap belakang melipat di bawah
sayap depan. Seringkali ini disebut juga belalang (Valanga nigricornis) (Rioardi,
2009).
Pada
ordo ini, alat-alat tambahan lain pada caput antara lain dua buah (sepasang)
mata facet, sepasang antena, serta tiga buah mata sederhana (occeli). Dua pasang sayap serta tiga
pasang kaki terdapat pada thorax. Pada segmen (ruas) pertama abdomen terdapat
suatu membran alat pendengar yang disebut Tympanum.
Spiralukum yang merupakan alat
pernafasan luar terdapat pada tiap-tiap segmen abdomen maupun thorax. Anus dan
alat genetalia luar dijumpai pada ujung abdomen (segmen terakhir abdomen).
beberapa jenis serangga anggota ordo Orthoptera antara lain yaitu kecoa (Periplaneta sp.),
belalang sembah/mantis (Otomantis sp.) dan belalang kayu (Valanga
nigricornis) (Hansamunahito, 2006).
Ada mulutnya bertipe penggigit dan
penguyah yang memiliki bagian-bagian labrum,
sepasang mandibula, sepasang maxilla dengan masing-masing terdapat
palpus maxillarisnya, dan labium dengan palpus labialisnya (Hansamunahito, 2006).
2.1.1 Belalang Kayu (Valanga nigricornis)
2.1.1.1 Klasifikasi dan Morfologi
Belalang kayu (Valanga
nigricornis) diklasifikasikan dalam kingdom
Animalia, filum Arthropoda, kelas Insecta, ordo Orthoptera, genus Valanga, dan memiliki nama
spesies Valanga nigricornis (Rioardi, 2009).
Tubuh belalang terdiri
dari 3 bagian utama, yaitu kepala, dada (thorax) dan perut (abdomen). Belalang
juga memiliki 6 enam kaki bersendi, 2 pasang sayap, dan 2 antena. Kaki belakang
yang panjang digunakan untuk melompat sedangkan kaki depan yang pendek
digunakan untuk berjalan (Lugito, 2013).
2.1.1.2 Daur Hidup
Siklus hidup belalang
kayu sebagai berikut, telur belalang menetas menjadi nimfa, dengan tampilan
belalang dewasa versi mini tanpa sayap dan organ reproduksi. Nimfa belalang
yang baru menetas biasanya berwarna putih, namun setelah terekspos sinar
matahari, warna khas mereka akan segera muncul. Selama masa pertumbuhan, nimfa
belalang akan mengalami ganti kulit berkali kali (sekitar 4-6 kali) hingga
menjadi belalang dewasa dengan tambahan sayap fungsional. Masa hidup belalang
sebagai nimfa adalah 25-40 hari. Setelah melewati tahap nimfa, dibutuhkan 14
hari bagi mereka untuk menjadi dewasa secara seksual (Rahmawatif, 2012).
Total masa hidup
belalang setelah menetas adalah sekitar 2 bulan (1 bulan sebagai nimfa, 1 bulan
sebagai belalang dewasa), itupun jika mereka selamat dari serangan predator.
Setelah telur yang mereka hasilkan menetas, daur hidup belalang yang singkat akan
berulang (Rahmawatif, 2012).
2.1.1.3 Gejala Serangan
Tipe mulut pada belalang
kayu (Valanga nigricornis) merupakan bagian yang beruas-ruas yang
terdiri dari tergum atau strenum, yang mana setiap strenum terdapat sigma,
serta terdapat pula ovipositor yang berfungsi sebagai alat peletakkan telur. Pada
belalang kayu (Valanga nigricornis), pada waktu isterahat berperilaku
khas yaitu sayap belakang dilipat lurus dibawah sayap depan. Memiliki tipe
mulut nimfa dan imagonya mengigit, mengunyah, dan menggerek. Contohnya pada
helaian daun jagung terdapat bekas gigitan, yang menyebabkan daun berlubang
yang terdapat pada tengah dan ujung daun (Rahmawatif, 2012).
2.2 Ordo Hemiptera
Ordo hemiptera hemi artinya “setengah” dan pteron artinya
“sayap”. Ordo Hemiptera atau bangsa kepik memiliki anggota yang besar dan
sebagian besar anggotanya bertindak sebagai pemakan tumbuhan (baik nimfa atau
imago), namun beberapa diantaranya ada yang bersifat predator yang menghisap
cairan tubuh serangga lain, anggota ordo ini umumnya memiliki dua pasang sayap
(beberapa spesies ada yang tidak bersayap). Sayap depan menebal pada bagian
pangkal dan bagian ujung membranus yang disebut Hemelytra. Pada bagian kepala dijumpai adanya mata facet dan occeli
(Hansamunahito, 2006).
Golongan serangga ini mempunyai ukuran tubuh yang besar serta sayap
depannya mengalami modifikasi, yaitu setengah didaerah pangkal menebal,
sebagiannya mirip selaput, dan sayap belakang seperti selaput tipis.
Metamorfose bertipe sederhana (paurometabola)
yang dalam perkembangannya melalui stadia : telur, menjadi nimfa, lalu menjadi dewasa.
Bentuk nimfa memiliki sayap yang belum sempurna dan ukuran tubuh lebih kecil
dari dewasanya. Tipe alat mulut pencucuk pengisap yang terdiri atas moncong (rostum) dan dilengkapi dengan alat
pencucuk dan pengisap berupa stylet. Pada ordo hemiptera, rostum tersebut
muncul pada bagian anterior kepala (bagian ujung). Rostum tersebut beruas-ruas
memanjang yang membungkus stylet. Pada alat mulut ini terbentuk dua saluran,
yakni saluran makanan dan saluran ludah (Rioardi, 2009).
2.2.1 Kepik Hijau (Nezara viridula)
2.2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi
Kepik hijau (Nezara viridula) diklasifikasikan
dalam kingdom Animalia, filum Arthopoda, Kelas Insekta, ordo Coleoptera, family
Coccinellidae, genus Coccinella, dan mempunyai nama spesies Nezara viridula (Rioardi,
2009).
Hama kepik hijau ini pada stadia imago berwarna hijau polos, kepala
berwarna hijau serna pronotumnya berwarna jingga dan kuning keemasan,
kuning kehijauan dengan tiga bintik berwarn hijau dan kuning polos. Telur
diletakkan berkelompok (10-90 butir/kelompok) pada permukaan bawah daun.
Nimfa terdiri dari 5 instar. Instar awal hidup bergerombol di sekitar bekas telur,
kemudian menyebar. Pada kedelai nimfa dan imago terutama mengisap polong (Pracaya, 2007).
berwarna hijau serna pronotumnya berwarna jingga dan kuning keemasan,
kuning kehijauan dengan tiga bintik berwarn hijau dan kuning polos. Telur
diletakkan berkelompok (10-90 butir/kelompok) pada permukaan bawah daun.
Nimfa terdiri dari 5 instar. Instar awal hidup bergerombol di sekitar bekas telur,
kemudian menyebar. Pada kedelai nimfa dan imago terutama mengisap polong (Pracaya, 2007).
2.2.1.2 Daur Hidup
Panjang 16 mm, telur di bawah
permukaan daun, berkelompok. Setelah 6 haritelur menetas menjadi nimfa (kepik
muda), yang berwarna hitam bintik
putih. Pagi hari berada di atas daun, saat matahari bersinar turun ke polong,
memakan polong dan bertelur. Umur kepik dari telur hingga dewasa antara 1 sampai 6 bulan (Pracaya, 2007).
putih. Pagi hari berada di atas daun, saat matahari bersinar turun ke polong,
memakan polong dan bertelur. Umur kepik dari telur hingga dewasa antara 1 sampai 6 bulan (Pracaya, 2007).
2.2.1.3 Gejala Serangan
Kepik (Nezara viridula), ini sering merusak tanaman padi, tetapi
juga sering menyerang jagung, cantel dan rumput-rumputan. Pada siang
hari, kepik dewasa bersembunyi di tengah-tengah tanaman padi atau di dalam
lumpur dekat akar tanaman. Tujuannya untuk menghindari cahaya
matahari. Pada waktu senja, kepik naik ke daun-daun tanaman dan menghisap
cairan tanaman padi. Akibatnya adalah warna di tempat sekitar isapan
menjadi coklat dan tepinya coklat tua. Jika serangan menghebat, ujung
atau tepi daun dan bagian tengahnya atau seluruh tanaman menjadi kering.
Ada kemungkinan juga bagian tengah dari daun menggulung membujur (Pracaya, 2007).
2.2.2 Walang Sangit (Leptocorisa
acuta)
2.2.2.1 Klasifikasi dan Morfologi
Walang sangit (Leptocorisa acuta) diklasifikasikan
dalam kingdom Animalia, filum Arthropoda, kelas Insekta, ordo
Hemiptera, family Alydidae, genus Leptocorisa, dan nama spesies Leptocorisa acuta (Rioardi,
2009).
Imago walang sangit yang hidup pada tanaman padi, bagian ventral abdomennya
berwarna coklat kekuning-kuningan dan yang hidup pada rerumputan bagian ventral
abdomennya berwarna hijau keputihan. Bertelur pada permukaan daun bagian atas
padi dan rumput-rumputan lainnya secara kelompok dalam satu sampai dua baris
(Laksamana, 2013).
2.2.2.2 Daur Hidup
Daur Hidup dari ordo hemiptera (Leptocorisa acuta) ini melewati masa
perkembangan dengan tipe paurometabola yaitu melewati tahap telur, nimfa, dan
kemudian imago. Imago ini yang kemudian kembali melakukan perkawinan dan
bertelur serta meletakan telurnya di tanaman demikian siklus ini berjalan terus
menerus secara berkesinambungan. Ciri khas utama serangga anggota hemiptera
adalah struktur mulutnya yang berbentuk seperti jarum. Mereka menggunakan
struktur mulut ini untuk menusuk ringanja dari makannya dan kemudian menghisap
cairan di dalamnya (Rioardi, 2009).
2.2.2.3 Gejala Serangan
Nimfa dan imago mengisap bulir padi pada fase masak susu, selain itu
dapat juga mengisap cairan batang padi. Malai yang dihisap menjadi hampa
dan berwarna coklat kehitaman. Walang sangit mengisap cairan bilir padi
dengan cara menusukkan styletnya. Nimfa lebih aktif daripada imago,
tapi imago dapat merusak lebih banyak karena hidupnya lebih lama (Pracaya, 2007).
2.3 Ordo Coleoptera
Ordo Coleoptera artinya coleos berarti “seludang” dan pteron
berarti “sayap”. Tipe serangga ini memiliki sayap depan yang
mengeras dan tebal seperti seludang berfungsi untuk menutup sayap
belakang dan bagian tubuh. Metamorfose bertipe sempurna (holometabola) yang perkembangannya
melalui stadia : telur kemudian larva lalu kepompong (pupa) dan menjadi dewasa
(imago). Alat mulut bertipe penggigit-pengunyah, umumnya mandibula berkembang
dengan baik (Rioardi, 2009).
Ordo Coleoptera adalah ordo yang terbesar dari
serangga dan dapat ditemui pada bagian habitat subcortical (dibawah kulit kayu
dan fungi). Anggota ordo ini ada yang bertindak sebagai hama namun ada pula
yang bertindak sebagai predator bagi serangga lain termasuk hama, memiliki
sayap depan yang menebal serta tidak memiliki vena (Hartati, 2009).
2.3.1 Kumbang Kelapa (Oryctes rhinoceros)
2.3.1.1 Klasifikasi dan Morfologi
Kumbang kelapa (Oryctes rhinoceros) diklasifikasikan dalam kingdom Animalia,
filum Arthropoda, kelas Insekta, ordo Coleoptera, family Scarabaeidae, genus
Oryctes, dan nama spesies Oryctes
rhinoceros
(Nyoman, 2005).
Kumbang ini berwarna gelap sampai hitam, sebesar
biji durian, cembung pada bagian punggung dan bersisi lurus, pada bagian kepala
terdapat satu tanduk dan tedapat cekungan dangkal pada permukaan punggung ruas
dibelakang kepala (Nyoman,
2005).
2.3.1.2 Daur Hidup
Telur Oryctes rhinoceros berbentuk
bulat dan berwarna putih. Stadia telur lamanya 8-12 hari. Larva yang keluar
berwarna putih dengan mulut berwarna merah coklat, kepala berwarna coklat dan
memiliki tiga pasang kaki. Larva Oryctes rhinoceros mengalami
tiga instar (pergantian kulit) dan membutuhkan waktu 2-4 bulan untuk
perkembangannya. Variasi waktu perkembangan larva dipengaruhi oleh jenis
makanan dan iklim. Tempat perkembangan larva adalah tunggul kelapa yang masih
tegak maupun telah mati, timbunan kulit buah kopi/kakao, ampas tebu, timbunan
limbah penggilingan padi, timbunan pupuk kompos, pupuk kandang dan timbunan
serbuk gergaji. Larva instar terakhir masuk ke tanah sedalam ± 30 cm dan tidak
aktif selama 8-13 hari (masa prapupa). Pupa berwarna coklat dan terbungkus
kokon yang dibuat dari tanah ataun sisa-sisa serat tanaman. Lama stadia pupa
17-28 hari (Nyoman, 2005).
2.3.1.3 Gejala Serangan
Daun yang belum terbuka dirusak, sehingga pada
saat daun membuka, terlihat bekas potongan yang simetris berbentuk segitiga
atau seperti huruf V. Akibatnya mahkota daun tampak compang–camping, semrawut dan
tidak teratur. Kumbang badak (Oryctes rhinoceros) menyebabkan kerusakan
dengan cara melubangi tanaman. Tanda serangan terlihat pada bekas lubang
gerekan pada pangkal batang, selanjutnya mengakibatkan pelepah daun muda putus
dan membusuk kering (Nyoman, 2005).
2.4 Ordo Lepidoptera
Ordo Lepidoptera berasal dari kata lepidos “sisik” dan pteron artinya “sayap”. Tipe alat mulut dari ordo lepidoptera
menggigit-mengunyah tetapi pada imagonya bertipe mulut
menghisap. Metamorfose bertipe sempurna (Holometabola) yang perkembangannya melalui stadia yaitu telur kemudian
larva lalu kepompong dan menjadi dewasa. Larva bertipe polipoda, memiliki baik
kaki thoracal maupun abdominal, sedang pupanya bertipe obtekta. Tipe alat mulut
seranga bertipe pengisap, sedang larvanya memiliki tipe penggigit. Pada
serangga dewasa, alat mulut berupa tabung yang disebut Proboscis, palpus maxillaris dan mandibula biasanya mereduksi,
tetapi palpus labialis berkembang sempurna (Rioardi, 2009).
2.4.1 Ulat Daun Bawang (Spodoptera exigua)
2.4.1.1 Klasifikasi
dan Morfologi
Ulat daun bawang (Spodoptera exigua) diklasifikasikan dalam kingdom
Animalia, filum Arthropoda, kelas Insekta, ordo Lepidoptera, family Noctuidae,
genus Spodoptera, dan spesies Spodoptera
exigua
(Rioardi, 2009).
Larva (Spodoptera
exigua) memiliki bentuk ulat bulat panjang berwarna kehijau-hijauan
dengan kepala kuning kehijauan serta memiliki tipe mulut penggigit. Bentuk
larva ini bulat panjang berwarna kehijau-hijauan dengan kepala kuning kehijauan
serta memiliki tipe mulut penggigit (Rioardi, 2009).
2.4.1.2 Daur Hidup
Larva muda yang menetas dari telur akan
bergerombol pada sisi bagian bawah daun. Ulat-ulat kecil ini mulai
memakan daging daun dan meninggalkan lapisan terluar dari daun (epidermis) yang
berupa lapisan tipis berwarna putih tembus pandang. Sedangkan ulat yang
besar (larva dewasa) dapat memakan urat-urat
daun sehingga daun akan berlubang-lubang. Pada siang hari ulat
bersembunyi dalam tanah (tempat yang lembab) dan menyerang tanaman pada malam
hari (Pracaya, 2007).
2.4.1.3 Gejala Serangan
Larva muda yang menetas dari telur akan
bergerombol pada sisi bagian bawah daun. Ulat-ulat kecil ini mulai memakan
daging daun dan meninggalkan lapisan terluar dari daun (epidermis) yang berupa
lapisan tipis berwarna putih tembus pandang. Larva muda umumnya berwarna
hijau muda, bagian sisi coklat tua atau hitam kecoklatan dan hidup
berkelompok. Sedangkan ulat yang besar (larva dewasa) dapat memakan urat-urat
daun sehingga daun akan berlubang-lubang, umumnya warna larva dewasa adalah
hijau gelap dengan garis punggung warna gelap memanjang (Pracaya, 2007).
Pada siang hari ulat bersembunyi dalam tanah
(tempat yang lembab) dan menyerang tanaman pada malam hari. Serangan
berat dapat menyebabkan tanaman gundul karena daun dan buah habis dimakan ulat (Pracaya,
2007).
2.4.2 Penggerek Buah Kakao (Conopomorpha cramerella)
2.4.2.1 Klasifikasi dan Morfologi
Penggerek buah kakao (Conopomorpha cramerella) diklasifikasikan dalam kingdom
Animalia, filum Arthropoda, kelas Insekta, ordo
Lepidoptera, family Gracillariidae, genus Conopomorpha, dan spesies Conopomorpha cramerella (Harianto, 2009).
Penggerek buah kakao (Conopomorpha cramerella)
memiliki ciri morfologi yaitu mempunyai caput,thorax, abdomen dan tungkai,
memiliki bentuk tubuh bulat memanjang, berwarna putih kekuningan (Rioardi,
2009).
2.4.2.2 Daur Hidup
Siklus hidupnya dimulai dari telur-telur berwarna
kuning jingga berbentuk lonjong pipih dan berukuran 0.5 mm x 0.3 mm,
diletakkan satu per satu oleh ngengat betina pada alur-alur permukaan
buah. Enam-tujuh hari kemudian larva berwarna kekuningan yang panjangnya
1 mm keluar dari telur, langsung menggerek ke dalam buah dan tetap tinggal di
dalam buah sampai menjelang berkepompong. Larva membuat liang gerekan di bawah
kulit buah dan di antara biji serta memakan daging buah (Harianto, 2009).
2.4.2.3 Gejala Serangan
Penggerek buah kakao (Conopomorpha cramerella)
tergolong serangga hama yang sulit dikendalikan, karena setelah telur menetas,
larva yang keluar akan langsung bergerak dan mulai membuat gerekkan lubang
tepat di bawah tempat meletakkan telur, lalu masuk ke dalam buah kakao. Di
dalam buah, larva akan menggerek daging buah kakao tepat di bawah plasenta
(saluran makanan). Bahkan bagian diantara biji serta plasentanya pun ikut
digerek, sehingga menyebabkan biji gagal berkembang karena menjadi saling
melekat dan bentuknya (Sari, 2009).
2.5 Ordo Homoptera
Ordo Homoptera homo artinya “sama” dan pteron
artinya “sayap” serangga golongan ini mempunyai sayap depan bertekstur homogen.
Sebagian dari serangga ini mempunyai dua bentuk, yaitu serangga bersayap dan
tidak bersayap. Tipe metamorfose sederhana (paurometabola) yang perkembangannya melalui stadia : telur menjadi
nimfa dan menjadi dewasa. Baik nimfa maupun dewasa umumnya dapat bertindak
sebagai hama tanaman. Alat mulut juga bertipe pencucuk pengisap dan rostumnya
muncul dari bagian posterior kepala (Rioardi,
2009).
Ordo Homoptera atau bangsa wereng dan kutu,
anggota ini secara morfologi mirip dengan anggota ordo hemiptera namun yang
membedakannya yaitu pada bagian sayap depan dan tempat pemuncuan rostumnya.
Sayap depan ordo ini memiliki tekstur yang homogeny biasa keras semua atau
membranus semua, sedangkan sayap belakang bersifat membranus (Rioardi, 2009).
2.5.1 Kutu Daun (Aleurodicus destructor)
2.5.1.1 Klasifikasi dan Morfologi
Kutu daun (Aleurodicus destructor) diklasifikasikan dalam kingdom
Animalia, filum Arthropoda, kelas Insecta, ordo Homoptera, family
Aphididae, genus Aleurodicus, dan spesies Aleurodicus
destruktor (Rioardi, 2009).
Seluruh tubuh kutu
daun (Aleurodicus destructor) tertutup oleh lilin termasuk
tonjolan pendek yang terdapat pada tubuhnya. Kutu berwarna cokelat kemerahan,
berukuran kecil, panjang mencapai 1,5-2 mm, terdiri dari caput, abdomen, kaki
semu dan kaki toraksial (Rioardi, 2009).
2.5.1.2 Daur Hidup
Daur hidup kutu ini dimulai dari telur, kemudian
nympha, dan kutu dewasa. Pada fase nympha, kutu ini mengalami 4 tahapan.Tahapan
pertama nympha akan tampak berwarna hijau cerah dan sudah terdapat antena.
Tahap nympha kedua tampak berwarna hijau pale dan sudah tampak kepala, abdomen,
mata berwarna merah, dan antenna yang terlihat lebih gelap dari pada warna
tubuh. Pada tahap ketiga, antena akan terbagi menjadi 2 segmen, warna tubuh
masih hijau pale dengan sedikit lebih gelap pada sisi lateral tubuhnya, kaki
tampak lebih gelap daripada warna tubuh (Rioardi, 2009).
2.5.1.3 Gejala Serangan
Tanaman yang menjadi inang utama bagi kutu daun
ini sebenarnya adalah jagung. Akan tetapi kutu ini memiliki inang alternative
mulai dari tanaman padi sampai pada tanaman hutan seperti Acacia sp. Berdasarkan hasil pengamatan pada Ordo ini secara umum
morfologi hama serangga ini terdiri dari kepala (Caput), dada (Thorax),
dan perut (Abdomen). Kutu ini
menginfeksi semua bagian tanaman, akan tetapi infeksi terbanyak terjadi pada
daun. Kutu ini selain merusak daun
tanaman inangnya juga membawa sebagai vector dari berbagai macam virus
penyakit. Populasi kutu ini dapat mengalami perkembangan yang pesat. Hal ini
disebabkan oleh sifat perkembangbiakkannya yang parthenogenesis. Perkembangbiakan
secara parthenogenesis memungkinkan
suatu spesies untuk melestarikan jenisnya tanpa harus melakukan perkawinan (Rioardi,
2009).
III. METODE
PRAKTEK
3.1 Tempat dan Waktu
Praktikum mata kuliah Dasar–Dasar Perlindungan Tanaman
dilaksanakan di Laboraturium Hama dan Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian,
Universitas Tadulako, Palu. Praktikum ini mulai pada tanggal 6 November 2014 yang berlangsung pada hari hari kamis
pukul 10.00 sampai
dengan selesai.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan yaitu jarum pentul, papan
media (stereofoam), pinset, buku
gambar dan botol/wadah. Bahan yang digunakan yaitu alkohol 70%, belalang (Valanga nigricornis), kepik hijau (Nezara viridula), walang sangit (Leptocorisa acuta), kumbang kelapa (Oryctes rhinoceros), kumbang helm (Coccinela arcuta), ulat daun bawang (Spodoptera exigua), penggerek buah kakao
(Conopomorpha cramerella), kutu daun
(Aleurodicus destructor), dan tanaman
yang terserang.
3.3 Cara Kerja
Pertama,
ambillah serangga yang akan diteliti dengan menggunakan pinset, lalu masukkan
serangga tersebut kedalam wadah yang berisi alkohol. Kedua, angkat serangga
tersebut setelah serangga tidak bergerak lagi ke atas stereofoam. Ketiga, tusuklah bagian atas serangga tersebut dengan
jarum pentul lalu amati bagian tubuhnya kemudian gambarkan pada buku gambar.
Amati juga tanaman yang telah terserang kemudian gambarkan.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Hasil yang didapatkan
dari pengamatan terhadap spesimen serangga hama adalah sebagai berikut:
Keterangan :
1.
Kepala (Caput)
2.
Thorax
3.
Abdomen
4.
Mata majemuk
5.
Antena
6.
Alat Mulut
7.
Sayap
8.
Tungkai
|
Gambar
1. Morfologi Belalang Kayu (Valanga
nigricornis).
Keterangan :
·
Daun tanaman jagung yang robek dan berlubang
akibat dimakan hama belalang
|
Gambar 2. Gejala Serangan
yang Ditimbulkan oleh Hama Belalang
(Valanga nigricornis) pada Tanaman Jagung
(Zea mays).
Keterangan :
1.
Kepala (Caput)
2.
Thorax
3.
Abdomen
4.
Mata majemuk
5.
Antena
6.
Alat Mulut
7.
Sayap
8.
Tungkai
|
Gambar 3. Morfologi
Kepik Hijau (Nezara viridula).
Keterangan :
·
Pada bagian buah kacang hijau tampak bercak
berwarna hitam akibat kepik hijau
|
Gambar
4. Gejala Serangan Kepik Hijau (Nezara
viridula) pada Tanaman Kacang
Hijau (Phaseolus radiatus).
Keterangan :
1.
Kepala (Caput)
2.
Thorax
3.
Abdomen
4.
Mata majemuk
5.
Antena
6.
Alat Mulut
7.
Sayap
8.
Tungkai
|
Gambar 5. Morfologi Walang Sangit (Leptorixa accuta).
Keterangan :
·
Bulir padi menjadi tak berisi akibat isinya
dihisap hama walang sangit
|
Gambar 6. Gejala Serangan
Walang Sangit (Leptorixa accuta) pada Tanaman
Padi (Oryza sativa).
Keterangan :
1.
Kepala (Caput)
2.
Abdomen
3.
Tungkai
|
Gambar 7. Morfologi Larva
Penggerek Buah Kakao (Comorpha cramerella).
Keterangan :
·
Larva penggerek buah kakau membuat biji buah kakao
tak dapat berkembang
|
Gambar 8. Gejala Serangan Larva Penggerek Buah Kakao
(Comorpha cramerella) pada Buah Tanaman Kakao
(Theobrome
cacao).
Keterangan :
1.
Kepala (Caput)
2.
Abdomen
3.
Tungkai
|
Gambar 9. Morfologi Ulat Daun
Bawang (Spodopthera exigua).
Keterangan :
·
Tampak kulit daun bawang menjadi transparan akibat
dimakan oleh ulat daun bawang
|
Gambar
10. Gejala Serangan Ulat
Daun Bawang (Spodopthera
exigua) pada
Daun
Tanaman Bawang (Allium cepa).
\
Keterangan :
1.
Kepala (Caput)
2.
Thorax
3.
Abdomen
4.
Mata majemuk
5.
Antena
6.
Alat Mulut
7.
Sayap
8.
Tungkai
|
Gambar 11. Morfologi Kumbang Helm
(Coccinela accuta).
Keterangan :
1.
Kepala (Caput)
2.
Thorax
3.
Abdomen
4.
Mata majemuk
5.
Antena
6.
Alat Mulut
7.
Sayap
8.
Tungkai
|
Gambar 12. Morfologi
Kumbang Kelapa (Oryctes rhinoceros).
Keterangan :
·
Daun yang belum terbuka dirusak,
sehingga pada saat daun membuka akan tampak potongan yang simetris
|
Gambar 13. Gejala Serangan Kumbang Kelapa (Oryctes
rhinoceros) pada
Tanaman Kelapa (Cocos nucifera).
Keterangan :
1.
Kepala (Caput)
2.
Thorax
3.
Abdomen
4.
Mata majemuk
5.
Antena
6.
Alat Mulut
7.
Sayap
8.
Tungkai
|
Gambar 14. Morfologi Kutu Daun (Aleuridicus destructor).
Keterangan :
·
Daun mangga dan bagian mangga lain terinfeksi oleh
kutu daun dengan bercak berwarna putih
|
Gambar 15. Gejala Serangan Kutu
Daun (Aleurodicus destructor) pada Daun
Tanaman
Mangga (Mangifera indica).
4.2 Pembahasan
Berdasarkan
pengamatan yang dilakukan dapat diketahui morfologi belalang (Valanga
nigricornis) adalah terdiri dari kepala (caput), mata, sepasang antena,
tipe mulut, 2 pasang sayap, tungkai 3 pasang, thorax dan abdomen. Belalang
termasuk dalam ordo Orthoptera, karena anggota dari ordo ini umumnya memilki sayap dua pasang.
Pada waktu istirahat sayap
belakang melipat di bawah sayap depan. Alat-alat
tambahan lain pada caput antara lain dua buah (sepasang) mata facet, sepasang antena, serta tiga
buah mata sederhana (occeli). Dua pasang sayap serta
tiga pasang kaki terdapat pada thorax. Pada segmen (ruas) pertama abdomen
terdapat suatu membran alat pendengar yang disebut Tympanum. Spiralukum yang
merupakan alat pernafasan luar terdapat pada tiap-tiap segmen abdomen maupun
thorax. Anus dan alat genetalia luar dijumpai pada ujung abdomen (segmen
terakhir abdomen) (Rina, 2011).
Pada
pengamatan gejala serangan belalang (Valanga
nigricornis), tampak daun jagung
robek dari bagian tepi daun ke tengah serta terdapat pula lubang-lubang akibat
digigit dan dikunyah oleh belalang.
Tipe
mulut belalang kayu merupakan penggigit dan pengunyah yang memiliki bagian-bagian
labrum, sepasang mandibula, sepasang maxilla dengan masing-masing terdapat
palpus maxillarisntuya dan labium dengan palpus labialisnya sehingga akan
merusak tanaman dari pinggir (Rioardi, 2009).
Berdasarkan
pengamatan yang dilakukan terhadap kepik hijau (Nezara
viridula) diketahui kepik hijau memiliki sepasang antena, memiliki dua
pasang sayap, memiliki bentuk tubuh pipih, memiliki kaki yang pendek, memiliki
adbdomen dan thorax, serta kepala yang terlihat membungkuk ke bawah.
Kepik
hijau umumnya memiliki sayap dua pasang (beberapa spesies ada yang
tidak bersayap). Sayap depan menebal pada bagian pangkal (basal) dan pada
bagian ujung membranus. Bentuk sayap tersebut disebut Hemelytra. Sayap belakang membranus dan sedikit lebih pendek
daripada sayap depan. Pada bagian kepala dijumpai adanya sepasang antena, mata facet dan occeli, mempunyai alat mulut menusuk dan
meghisap yang muncul dari depan kepala dan dinamakan Stylet (Rioardi, 2009).
Berdasarkan
pengamatan gejala serangan yang telah dilakukan oleh kepik hijau (Nezara viridula) tehadap kacang
hijau (Phaseolus radiatus), bahwa pada tanaman
kacang hijau yang terserang akan terlihat bercak gelap dan kacang hijau
mengempis akibat dihisap cairanya oleh kepik hijau.
Pada waktu senja, kepik naik ke daun-daun
tanaman dan menghisap cairan tanaman padi. Akibatnya adalah warna di
tempat sekitar isapan menjadi coklat dan tepinya coklat tua. Jika
serangan menghebat, ujung atau tepi daun dan bagian tengahnya atau seluruh
tanaman menjadi kering. Ada kemungkinan juga bagian tengah dari daun menggulung
membujur (Pracaya, 2007).
Berdasarkan
hasil pengamatan dari walang sangit (Leptocorixa acuta). Diketahui bahwa
ia memiliki caput, memiliki 3 pasang tungkai, memiliki sayap depan danbelakang,
abdomen, thorax, dan sepasang antena. Serangga ini memiliki sayap depan yang
keras, tebal, dan tanpa vena.
Ordo
Coleoptera yakni walang sangit (Leptocorixa acuta). Secara
umum morfologinya tersusun atas caput tungkai depan, sayap depan, sayap
belakang tungkai belakang, abdomen, thorax, dan antena. Serangga ini memiliki
sayap depan yang keras, tebal, dan tanpa vena. Sayap belakang membraneus dan
terlipat di bawah sayap depan saat serangga istirahat. Alat mulut bertipe
penggigit-pengunyah, umumnya mandibula berkembang dengan baik. Pada beberapa
jenis, khususnya dari suku Curculionidae, alat mulutnya terbentuk pada moncong yang
terbentuk di depan kepala (Pracaya, 2007).
Berdasarkan
pengamatan gejala serangan walang sangit (Leptocorixa acuta) pada
bulir tanaman padi (Oryza sativa)
diketahui bahwa pada bulir padi tampak bulir padi mengelami kerusakan berupa tergores
dan terdapat bercak gelap.
Serangan
walang sangit Walang Sangit (Leptocorixa acuta) tidak sampai
menghampakan padi, tetapi menghasilkan padi berkualitas jelek (goresan -
goresan membujur pada kulit gabah dan pecah apabila dilakukan
penggilingan/penumbukan). Pembasmian hama dilakukan menggunakan insektisida
sesuai aturan (Pracaya, 2007).
Morfologi
larva penggerek buah kakao (Conopomorpha
cramerella) berdasarkan pengamatan diketahui tersusun atas kepala (caput), mulut, mata, abdomen, dan
tungkai semu.
Morfologi
pada penggerek buah kakao (Conopomorpha cramerella) terdiri atas caput,
thorax, abdomen, tungkai thoraksial, tungkai semu, mata faset, dan mulut (Hase,
2009).
Berdasarkan
pengamatan yang dilakukan, diketahui bahwa serangan penggerek buah kakao yaitu
larvanya mengakibatkan biji dalam buah gagal berkembang dan biji-biji akan
saling melekat kemudian terdapat pula bercak gelap pada isi buah.
Buah
muda yang terserang penggerek buah kakao mengalami perubahan warna sebelum
matang. Serangan penggerek buah kakao mengakibatkan persentase biji cacat
meningkat sehingga biaya permanennya pun bertambah. Kulit buah yang terserang
akan sangat mudah terserang jamur. Bila buah matang terserang penggerek buah
kakao maka tanda awal yang dapat kita identifikasi adalah dengan mengguncang
buah. Biji tidak akan berbunyi pada waktu diguncang karenma sudah saling
melekat (Harianto, 2009).
Berdasarkan
pengamatan terhadap, ulat daun bawang (Spodoptra exigua) diketahui bahwa
morfologi ulat daun bawang terdiri dari kepala (caput), mata, kaki semu (depan
dan belakang), dan abdomen.
Ulat
yang hidup di dataran tinggi umumnya berwarna coklat.Stadium ulat terdiri dari
5 instar. Instar pertama panjangnya sekitar 1,2 – 1,5 mm, instar kedua
sampai instar terakhir antara 1,5 – 19 mm (Siregar, 2006).
Dari
hasil pengamatan terhadap gejala serangan ulat daun bawang (Spodoptra exigua) yaitu
diketahui bahwa pada daun bawang akan tmenjadi tipis dan tembus pandang karena
isi daun tersebut dimakan oleh ulat daun bawang. Akan tampak adanya bekas
gerekan pada daun dan tanaman menjadi layu.
Setelah menetas dari telur, ulat muda segera
melubangi bagian ujung daun lalu masuk ke dalam daun bawang, akibatnya ujung
daun nampak berlubang/terpotong. Ulat akan menggerek permukaan bagian
dalam daun, sedang epidermis luar ditinggalkannya. Akibat serangan
tersebut daun bawang terlihat menerawang tembus cahaya atau terlihat
bercak-bercak putih, akhirnya daun menjadi terkulai (Rahmawatif, 2012).
Berdasarkan
hasil pengamatan pada kumbang helm (Cocinae
arcuta), diketahui bahwa morfologinya terdiri dari kepala (Caput), terdapat
mulut berupa penggigit, memiliki mata, memiliki sepasang antena, memiliki 3
pasang tungkai, memiliki adbdomen, thorax dan memiliki 2 pasang sayap.
Kumbang
helm (Coccinela accuta) memiliki anggota-anggotan antara
lain ada yang bertindak sebagai hama tanaman, namun ada juga yang
bertindak sebagai predator (pemangsa) bagi serangga lain. Sayap terdiri dari dua
pasang. Sayap depan mengeras dan menebal serta tidak memiliki vena sayap dan
disebut Elytra. Apabila istirahat,
elytra seolah-olah terbagi menjadi dua (terbelah tepat di tengah-tengah bagian
dorsal). Alat mulut bertipe penggigit-pengunyah, umumnya mandibula berkembang
dengan baik (Pracaya, 2007).
Berdasarkan
pengamatan terhadap kumbang kelapa (Oryctes
rhinoceros), diketahui morfologinya tersusun atas kepala
(caput), antena, mata, mulut, sayap, 3 pasang tungkai, memiliki abdomen dan
thorax.
Morfologi
dari kumbang kelapa (Oryctes rhynoceros) ada bagian
kepala serangga hama ini mempunyai cula yang mirip seperti cula badak. Memiliki
mata, sepasang sayap, sayap luar dan dalam, memiliki abdoen, ofipositor. Tubuh
di lapisi kulit yang keras dan mengkilap panjang hama ini dapat mencapai 5
sampai 6 cm, dan panjang larva dapat mencapai sampai 10 cm (Rahmawatif, 2012).
Berdasarkan
pengamatan gejala kumbang kelapa (Oryctes rhinoceros) terhadap tanaman kelapa yaitu, pada
puncak ujung kelapa akan patah, dan daun bagian atas akan terpotong-potong.
Gejala
serangan yang ditimbulkan oleh kumbang kelapa (Oryctes rhinoceros)
adalah ujung daun kelapa menjadi patah. Gejala serangan yang ditimbulkan yaitu
menyebabkan Pucuk kelapa menjadi rusak, daun yang mudah menjadi
patah, pelepah kelapa menjadi tumbang dan penyerangan dalam jumlah
besar kadang apucuk tanaman akan abusuk dan tanaman kelapa akan mati (Rahmawatif, 2012).
Berdasarkan
pengamatan kutu putih daun (Aleurodicus
destructor) diketahu morfologinya tersusun atas kepala (caput), mata,
sepasang antena, mulut, 3 pasang tungkai, sepasang sayap, serta abdomen dan
thorax.
Kutu
putih dewasa jantan bisa berukuran 3 milimeter dan bersayap. Secara umum hama
ini tidak banyak bergerak, kecuali larva instar-1 yang baru menetas dari telur
yang memang tidak ditutupi lilin. Larva instar-1 ini dengan mudah melayang
terbawa angin atau menempel pada burung, dan inilah yang membantu penyebaran
kutu dari satu kebun ke kebun lain (Caspiati, 2009).
Dari
hasil pengamatan terhadap gejala serangan kutu daun (Aleurodicus
destructor) pada tnaman mangga, diketahui daun mangga yang terserang akan
tampak bercak-bercak berwarna putih akibat serangan kutu daun.
Kutu
putih ini merusak penampilan buah tanaman. Kutu muda hidup dan menghisap cairan
kelopak bunga, tunas, atau buah muda. Kutu dewasa mengeluarkan semacam tepung
putih yang menyelimuti seluruh tubuhnya. Pada fase dewasa, kutu putih
mengeluarkan sejenis cairan gula yang biasanya cairan gula tersebut akan
didatangi oleh semut hitam. Pengaruh kutu putih, jelaga hitam dan semut ini
membuat penampilan buah jelek, walaupun sebenarnya rasa buah tidak
terlalu dipengaruhi.Warna hitam pada daun dan tangkai adalah suatu zat yang
dihasilkan oleh hama tersebut. Kalau sudah terlalu hitam akan menutup daun
untuk melakukan fotosintesis, mengakibatkan pohon akan tumbuh menjadi kerdil,
kelopak daun mengecil, sulit untuk berbunga juga berbuah dan lama kelamaan
pohon bisa mati kering (Caspiati, 2009).
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan hal–hal
sebagai berikut :
1.
Hama mengakibatkan kerusakan secara
fisik pada tanaman dan kerugian secara ekonomis, golongan hama terbesar berasal
dari kelas serangga (insecta).
2.
Pada umumnya kelompok
serangga yang kami amati terbagi dalam 8 ordo yaitu ordo
Orthoptera, Hemiptera, Homoptera, Coleoptera, Lepidoptera, Diptera, Hymenoptera, dan
Odonata.
3.
Pada umumnya tubuh serangga tersusun
atas 3 bagian yaitu kepala (caput),
thorax, dan abdomen.
4.
Gejala yang ditimbulkan dari serangan
hama serangga berbeda-beda. Serangan yang ditimbulkan terhadap tanaman berbeda
tergantung dari tipe mulut serangga.
5.
Pada umumnya bagian tanaman yang banyak
diserang oleh hama serangga adalah daunnya, bagian lain yang diserang yaitu
bulir dan batangnya.
5.2 Saran
Disarankan untuk
percobaan berikutnya agar serangga yang akan diteliti merupakan 1 perwakilan
dari masing-masing ordo yang ada.
PENGENALAN HAMA
GUDANG
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Indonesia merupakan negara agraris, dimana sebagian besar penduduknya merupakan
petani. Hama dan penyakit tanaman merupakan masalah yang cukup serius yang dihadapi
petani.
Sebagian besar penduduk
dunia saat ini mengkonsumsi beras sebagai bahan pangan utama, yaitu sebagai
bahan penghasil tenaga (karbohidrat). Gabah dari sawah kemudian diolah di
penggilingan padi (Rice mill)
muncullah beras untuk siap dimasak menjadi nasi Sitophilus Sp.
adalah merupakan hama yang paling banyak menyerang beras dalam simpanan, bahkan
beras dalam kemasan pun setelah kita beli dari supermarket misalnya sering kita
lihat ada beberapa ekor sejenis kutu padi (Mulyaman, 2008).
Hama gudang merupakan hama yang sering menyerang bahan-bahan makanan
manusia yang sudah dalam penyimpanan dan gejala yang ditimbulkan sangat
merugikan. Hama gudang mempunyai sifat yang khusus yang berlainan dengan
hama-hama yang menyerang di lapangan, hal ini sangat berkaitan
dengan ruang lingkup hidupnya yang terbatas yang tentunya
memberikan pengaruh faktor luar yang terbatas pula. Walaupun hama gudang (produk dalam simpanan)
ini hidupnya dalam ruang
lingkup yang terbatas, karena ternyata tidak sedikit pula Janis dan
spesiesnya masing-masing memiliki sifat sendiri, klasifikasi atau penggolongan hama yang
menyerang produk dalam gudang.
Umumnya hama gudang yang sering dijumpai adalah dari golongan Coleoptera, misalnya Tribolium
castaneum, Sitophilus oryzae,
Callocobruchus spp, dan lainya. Pada beras, ditemukan Tribolium
castaneum dan Sitophilus oryzae, pada komoditas kedelai ditemukan Tribolium
castaneum, pada kopi ditemukan Callocobruchus spp, pada kacang tolo ditemukan Sitophilus
oryzae dan Callocobruchus spp, dan pada komoditas kacang
hijau ditemukan Tribolium castaneum (Anieska, 2009).
Adapun manfaat dalam mempelajari hama gudang adalah agar praktikan dapat
mengenal serangga hama, daur hidup, perkembangbiakan dan gejala serangannya sehingga
dapat diketahui cara yang tepat untuk pengendalian serangga hama tersebut.
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan
dari praktikum Pengenalan Hama Gudang yaitu untuk mengetahui macam-macam
serangga hama yang menyerang prroduk pertanian dalam gudang, mengenal bagian
tubuh, mengetahui daur hidup, dan mengetahui mekanisme serangan serangga hama tersebut.
Kegunaan dari praktikum ini agar
mahasiswa dapat mengetahui macam-macam serangga hama yang menyerang produk
pertanian dalam gudang, mengenal baigan tubuh, mengetahui daur hidup, dan mengetahui
mekanisme serangan serangga hama tersebut.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kumbang
Beras (Sitophilus oryzae)
2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi
Kumbang beras diklasifikasikan dalam
kingdom Animalia, filum Arthropoda, kelas Insecta, ordo Coleoptera, family
Curculionidae, genus Sitophilus, dan spesies Sitophilus oryzae (Nonadita, 2008).
Kumbang beras (Sitophilus oryzae)
dewasa berwarna coklat tua, dengan bentuk tubuh yang langsing dan agak pipih.
Pada bagian pronotumnya terdapat enam pasang gerigi yang menyerupai gigi
gergaji. Bentuk kepala menyerupai segitiga. Pada sayap depannya terdapat
garis-garis membujur yang jelas. Terdapat 4 bercak berwarna kuning agak
kemerahan pada sayap bagian depan, 2 bercak pada sayap sebelah kiri, dan 2
bercak pada sayap sebelah kanan. Panjang tubuh kumbang dewasa ± 3,5-5 mm,
tergantung dari tempat hidup larvanya. larva kumbang tidak berkaki, berwarna
putih atau jernih dan ketika bergerak akan membentuk dirinya dalam keadaan agak
membulat. Pupa kumbang ini tampak seperti kumbang dewasa (Naynienay, 2008).
2.1.2 Daur Hidup
Kumbang betina dapat
mencapai umur 3-5 bulan dan dapat menghasilkan telur sampai 300-400
butir. Telur diletakkan pada tiap butir beras yang telah dilubangi
terlebih dahulu. Lubang gerekan biasanya dibut sedalam 1 mm dan telur yang
dimasukkan ke dalam lubang tersebut dengan bantuan moncongnya adalah telur yang
berbentuk lonjong. Stadia telur berlangsung selama ± 7 hari. Larva yang
telah menetas akan langsung menggerek butiran beras yang menjadi tempat
hidupnya. Selama beberap waktu, larva akan tetap berada di lubang gerekan,
demikian pula imagonya juga akan berada di dalam lubang selama ± 5
hari. Siklus hidup hama ini sekitar 28-90 hari, tetapi umumnya selama ± 31
hari. Panjang pendeknya siklus hidup ham ini tergantung pada temperatur
ruang simpan, kelembapan di ruang simpan, dan jenis produk yang diserang
(Naynienay, 2008).
2.1.3 Gejala Serangan
Pada waktu akan bertelur serangga
betina membuat liang kecil dengan moncongnya sedalam kurang lebih 1
mm. Setelah telur diletakkan liang ditutup dengan sisa
gerekannya. Pada biji yang kecil seperti beras hanya satu telur
tetapi pada biji yang lebih besar seperti jagung dapat diletakkan dua
telur. Setelah menetas larva menggerek ke dalam
biji. Larva hidup dalam biji tersebut dengan memakan isi biji. Fase larva merupakan fase
yang merusak biji (Suharto, 2009).
2.2 Kumbang Tepung (Tribollium sp.)
2.2.1 Klasifikasi dan Morfologi
Kumbang tepung
diklasifikasikan dalam kingdom Animalia, filum Arthropoda, kelas Insecta,
ordo Coleoptera, famili Tenebrionidae, genus Tribollium, dan spesies Tribollium sp
(Nonadita, 2008).
Kumbang dewasa berbentuk
pipih, berwarna cokelat kemerahan, panjang tubuhnya ± 4 mm. Telur berwarna
putih agak merah dengan panjang ± 1,5 mm. larva berwarna cokelat muda dengan
panjang ± 5-6 mm. Pupa berwarna putih kekuningan dengan panjang ± 3,5 mm (Wagianto,
2008).
2.2.2 Daur Hidup
Kumbang betina mampu
bertelur hingga 450 butir sepanjang siklus hidupnya. Telur diletakkan
dalam tepung atau pada bahan lain yang sejenis yang merupakan pecahan kecil
(remah). Larva bergerak aktif karena memiliki 3 pasang kaki thorixal. Larva
akan mengalami pergantian kulit sebanyak 6-11 kali, tidak jarang pula
pergantian kulit ini hanya terjadi sebanyak 6-7 kali, ukuran larva dewasa dapat
mencapai 8-11 mm. Menjelang terbentuknya pupa, larva kumbang akan muncul di permukaan material,
tetapi setelah menjadi imago akan kembali masuk ke dalam
material. Seklus hidup dari kumbang ± 35-42 hari
(Wagianto, 2008).
2.2.3 Gejala Serangan
Gejala serangan yang
diakibatkan oleh kumbang tepung (Tribolium sp.) adalah
pada tepung yang sudah terserang dalam waktu lama tepung akan menjadi
menggumpal dan berwarna agak kekuning- kuningan (Wagianto, 2008).
2.3 Kumbang Jagung (Sitophilus zeamays)
2.3.1 Klasifikasi dan Morfologi
Kumbang jagung diklasifikasikan dalam kingdom
Animalia, filum Arthropoda, kelas Insecta, ordo Coleoptera, family Curculionidae,
genus Sitophilus, dan spesies Sitophilus zeamays (Rentokil, 2009).
Kumbang dewasa berwarna coklat kemerahan pudar
hingga mendekati hitam, dan biasanya memiliki bercak di bagian belakang dengan
empat bintik kemerah-merahan terang atau kekuning-kuningan. Panjangnya 2,5–4,5
mm, moncongnya sempit dan panjang. Mempunyai antenna yang menyiku (siku-siku).
Larvanya putih gemuk dan tidak berkaki. Kadang larvanya berkembang dalam satu
butir jagung (Nonadita, 2008).
2.3.2 Daur Hidup
Kumbang
betina akan mengunyah lubang kecil di dalam inti biji, kemudian memasukkan satu
telur ke dalamnya. Kumbang betina dapat bertelur 300 hingga 400 telur selama
lebih dari satu bulan. Telur akan menetas dalam beberapa hari menjadi larva dan
memakan bagian dalam inti biji. Kemudian menjadi kepompong, selanjutnya menjadi
kumbang dewasa. Seluruh siklus hidup berlangsung dari empat hingga tujuh minggu
(Nonadita, 2008).
2.3.3 Gejala Serangan
Kumbang
jagung (Sitophilus zeamays) menyerang jagung yang disimpan. Butir
jagung yang diserang berlubang-lubang hingga hancur menjadi bubuk. Serangga ini
juga menyerang bahan lain seperti kopra, gandum, beras, sorgum dan biji-bijian
lain (Maulana, 2009).
2.4 Kumbang Kacang Hijau (Callosobruchus
chinensis)
2.4.1 Klasifikasi dan Morfologi
Kumbang
kacang hijau diklasifikasikan dalam kingdom Animalia, filum Arthropoda, kelas
Insecta, ordo Coleoptera, famili Bruchidae, genus Callosobruchus, dan
spesies Callosobruchus chinensis
(Nonadita, 2008).
Ukuran
tubuh Kumbang Kacang Hijau (Callosobruchus chinensis) memiliki ukuran
tubuh yang relative kecil dibandingkan dengan hama gudang lainnya. Warna
tubuh Kumbang Kacang Hijau (Callosobruchus chinensis) berwarna coklat
kehitam-hitaman, sayapnya berwarna kekuning-kuningan. Imago dari hama ini
berbentuk bulat telur. Bagian kepala (Caput) agak meruncing, pada elytra
terdapat gambaran agak gelap. Pronotum halus, elytra berwarna cokelat agak
kekuningan dan memiliki ukuran tubuh sekitar 5-6 mm (Borror, 2009).
2.4.2 Daur Hidup
Imago
betina dapat bertelur hingga 150 butir, telur diletakkan pada permukaan produk
kekacangan dalam simpanan dan akan menetas setelah 3-5 hari. Larva
biasanya tidak keluar dari telur, tetapi hanya merobek bagian kulit telur yang
melekat pada material. Larva akan menggerek di sekitar tempat telur
diletakkan. Lama stadia larva adalah 4-6 hari. Produk yang diserang akan tampak
berlubang (Borror, 2009).
2.4.3 Gejala Serangan
Gejala
serangan kumbang kacang hijau yaitu pada biji kacang hijau dikenali dengan
adanya lubang-lubang pada butiran kedelai. Biji kedelai yang terserang kumbang
ini juga merupakan tempat berlindung serangga. Kadang-kadang tampak serangga
keluar dari dalam lubang gerekan (Abumutsanna, 2008).
2.5 Kumbang Kopra (Necrobia rufipes)
2.5.1 Klasifikasi dan Morfologi
Kumbang
kopra diklasifikasikan dalam kingdom Animalia, filum Arthropoda,
kelas Insecta, ordo Coleoptera, famili Cleridae, genus Necrobia, dan
spesies Necrobia rufipes (Nonadita,
2008).
Kumbang kopra (Necrobia rufipes)
dengan Famili Cleridae memiliki ciri-ciri bentuk tubuh memanjang, berwarna
cemerlang, pronotumnya lebih sempit dari kepala, memiliki antena Clubbed
atau kadang Serrate atau Pectinate. Perbedaan kumbang jantan dan
betina dewasa terletak pada ukuran tubuh, kumbang jantan memiliki tubuh yang
lebih kecil dari betinanya. Pada kumbang betina memiliki embelan
ovipositor, memiliki sepasang ovari, ruas abdomen 8 atau 9, satu sistem saluran
telur yang dijalurkan keluar bila mana hendak bertelur. Sedangkan kumbang
jantan, pada ruas abdomen ke 10 memiliki alat kelamin berupa penis, memiliki
organ penjepit bagian luar dan organ penusuk bagian median (Abumutsanna, 2008).
2.5.2 Daur Hidup
Kumbang
betina bertelur hingga 30 telur per harinya di dalam retakan atau celah yang
terluka. Telur membutuhkan antara empat dan enam hari untuk menetas. Larva akan
tumbuh selama 30 hingga 140 hari, menjadi kurang aktif dan mencari tempat yang
gelap untuk menjadi kepompong. Tahapan kepompong bervariasi antara 6 dan 21
hari. Kumbang dewasa akan segera kawin setelah tumbuh dari tahapan kepompongnya
dan dapat hidup hingga 14 bulan (Abumutsanna, 2008).
2.5.3 Gejala Serangan
Telur
diletakkan di celah-celah bahan yang tersembunyi. Setelah menetas,
larva membuat liang gerek yang berkelok-kelok pada bahan. Saat
menjelang menjadi kepompong, larva membuat rongga yang bentuknya oval dan
dilapisi dengan campuran air liurnya dan sisa gerekan. Mereka bersifat merusak,
baik dalam tahap larva maupun dewasa, meski demikian tahap larva adalah yang
paling merusak (Abumutsanna, 2008).
III. METODE
PRAKTEK
3.1 Tempat dan Waktu
Praktikum mata kuliah Dasar–Dasar Perlindungan Tanaman
dilaksanakan di Laboraturium Hama dan Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian,
Universitas Tadulako, Palu. Praktikum ini mulai pada tanggal 13 November 2014 yang berlangsung pada hari hari kamis
pukul 10.00 sampai
dengan selesai.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan yaitu
buku gambar, dan gelas. Bahan yang digunakan yaitu alkohol 70%, kumbang beras (Sitophilus oryzae), kumbang
tepung (Tribolium sp.),
kumbang kopra (Necrobia
rufipes), kumbang kacang hijau (Callosobruchus chinensis), kumbang jagung (Sitophilus zeamays) dan gejala
serangannya.
3.3 Cara Kerja
Pertama,
tuangkan alkohol 70% ke gelas secukupnya. Kemudian ambil serangga hama yang
akan diteliti lalu masukkan ke gelas tersebut. Keluarkanlah wadah tersebut setelah
sekitar 1 menit. Amatilah morfologi serangga tersebut lalu kemudian
gambarkanlah pada buku gambar.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Hasil yang didapatkan
dari pengamatan terhadap spesimen serangga hama adalah sebagai berikut:
Keterangan :
1.
Kepala (Caput)
2.
Thorax
3.
Abdomen
4.
Mata
5.
Antena
6.
Alat Mulut
7.
Sayap
8.
Tungkai
|
Gambar
16. Morfologi Kumbang Beras (Sitophilus
oryzae).
Keterangan :
·
Lubang pada permukaan bulir beras.
|
Gambar 17. Gejala Serangan yang Ditimbulkan oleh Kumbang
Beras
(Sitophilus
oryzae) pada Bulir Beras (Oryza
sativa).
Keterangan :
1.
Kepala (Caput)
2.
Thorax
3.
Abdomen
4.
Mata
5.
Antena
6.
Alat Mulut
7.
Sayap
8.
Tungkai
|
Gambar 18. Morfologi Kumbang
Tepung (Tribolium sp.).
Keterangan :
·
Tepung menguning dan menggumpal.
|
Gambar 19. Gejala Serangan Kumbang
Tepung (Tribolium sp.)
pada Tepung.
Keterangan :
1.
Kepala (Caput)
2.
Thorax
3.
Abdomen
4.
Mata
5.
Antena
6.
Alat Mulut
7.
Sayap
8.
Tungkai
|
Gambar 20. Morfologi Kumbang Jagung (Sitophilus zeamays).
Keterangan :
·
Lubang-lubang pada permukaan biji jagung.
|
Gambar 21. Gejala Serangan
Kumbang Jagung (Sitophilus
zeamays) pada Biji
Jagung (Zea Mays).
Keterangan :
1.
Kepala (Caput)
2.
Thorax
3.
Abdomen
4.
Mata
5.
Antena
6.
Alat Mulut
7.
Sayap
8.
Tungkai
|
Gambar 22. Morfologi Kumbang
Kacang Hijau (Callosobruchus
chinensis).
Keterangan :
·
Gigitan pada kacang hijau.
|
Gambar 23. Gejala Serangan Kumbang
Kacang Hijau (Callosobruchus
chinensis)
Bulir Kacang Hijau (Phaseolus radiatus).
Keterangan :
1.
Kepala
(Caput)
2.
Thorax
3.
Abdomen
4.
Mata
5.
Antena
6.
Alat Mulut
7.
Sayap
8.
Tungkai
|
Gambar 24. Morfologi Kumbang Kopra (Necrobia rufipes).
Keterangan :
·
Tampak pada kopra
berlubang-lubang dan juga memiliki aroma yang tak sedap.
|
Gambar 25. Gejala Serangan Kumbang Kopra (Necrobia
rufipes) pada Kopra.
4.2 Pembahasan
Berdasarkan
pengamatan yang dilakukan dapat diketahui morfologi kumbang beras (Sitophilus oryzae) terdiri
dari kepala (caput), mata, sepasang antena, alat mulut, sayap, tungkai 3 pasang,
thorax dan abdomen.
Ciri morfologi dari kumbang beras (Sitophilus
oryzae) adalah memiliki mata, antena,
thoraks, tanduk, kaki, kepala, sayap, abdomen dan
ofipositor. Dan memiliki bentuk tubuh kecil dan
memanjang. Larva biasanya bersembunyi di dalam padi-padian dan
biji lainnya tempat ia menjadi
kepompong Tidak berkaki Dewasa panjang 2-3mm. Lekukan melingkar di rongga
dada Bintik kemerahan pada erytra dan rostrum/moncong
(Nonadita, 2008).
Pada
pengamatan gejala serangan kumbang beras (Sitophilus
oryzae) seperti yang telah dilakukan, tampak bulir beras (Oryza sativa) berlubang-lubang akibat
dimakan oleh kumbang beras.
Gejala
serangan yang diakibatkan oleh kumbang beras (Sitophilus oryzae) adalah
pada butir-butir beras yang terserang akan terdapat goresan pada bagian-bagian
samping beras. Dan apabila tahap serangannya sudah lama maka
butir-butir beras akan menjadi hancur (Nonadita, 2008).
Berdasarkan
pengamatan yang dilakukan terhadap kumbang tepung (Tribolium sp.)
diketahui kumbang tepung memiliki caput, sepasang antena, memiliki sayap, mata,
3 pasang tungkai, alat mulut, thorax dan abdomen.
Morfologi
dari kumbang tepung (Tribolium sp.) adalah memiliki
sepasang mata, antena, thoraks, tanduk, kaki, kepala, sayap, abdomen
dan ofipositor. Dan memiliki bentuk tubuh kecil dan
memanjang. Dewasa panjang 0,5 mm. 4 pasang
kaki. Putih atau coklat pudar. Bergerak lambat. Larva - 6 kaki
dan panjangnya 0,5 mm. Berwarna putih. Melewati dua tahap, tahap anak berkaki 8
(Nonadita, 2008).
Berdasarkan
pengamatan gejala serangan yang telah dilakukan oleh kumbang tepung (Tribolium sp.) tehadap tepung, yaitu diketahui
bahwa tepung yang terserang akan berwarna kekuningan dan menggumpal.
Kumbang tepung juga disebut hama bubuk beras,
Tribolium bukan hama yang khusus menyerang beras atau tepungnya. Pada
kenyataannya, dimana pada komoditas beras ditemukan hama (Sitophilus oryzae), pasti akan ditemukan juga hama bubuk ini. Hama
(Tribolium Sp.) hanya memakan sisa
komoditas yang telah terserang hama (Sitophilus
oryzae) sebelumnya yang berbentuk tepung (hama sekunder). Hama ini tidak
hanya ditemukan dalam komoditas beras, tetapi juga terdapat pada gaplek, dedak,
beaktul yang ada di toko maupun di rumah (Nonadita,
2008).
Berdasarkan
hasil pengamatan dari kumbang jagung (Sitophilus zeamays) diketahui memiliki
caput, memiliki 3 pasang tungkai, mata, antena, alat mulut, sayap, thorax, dan
abdomen.
Morfologi
Kumbang Jagung (Sitophilus zeamays)
memiliki panjang 2,5-4,5 mm, berwarna coklat, moncong sempit dan panjang,
mempunyai antena, larvanya putih dan gemuk dan tidak berkaki. Kadang larvanya
berkembang dalam satu butir jagung. Kumbang muda berwarna coklat agak kemerahan,
yang tua berwarna hitam. Terdapat bercak kuning agak kemerah-merahan pada sayap
bagian depan. Pada sayap kiri dan kanan terdapat dua bercak. Panjang tubuh
kumbang dewasa sekitar 3,5-5 mm, tergantung dari tempat hidup larvanya (Naynienay, 2008).
Berdasarkan
pengamatan gejala serangan kumbang jagung (Sitophilus zeamays) pada bulir
biji jagung (Zea mays), diketahui
bahwa pada bulir jagung tampak lubang-lubang akibat serangan kumbang jagung.
Kumbang Jagung (Sitophilus zeamays)
menyerang pada tanaman jagung yang mengakibatkan butir-butir jagung menjadi
lubang. Ukuran lubang yang diakibatkan lebih besar dari pada gejala
serangan pada beras, jagung yang terserang menjadi mudah pecah dan remuk,
sehingga kualitas jagung menurun karena bercampur dengan air liur hama (Nonadita,
2008).
Dari
hasil pengamatan morfologi kumbang kacang hijau (Conopomorpha
cramerella) diketahui morfolognya tersusun atas caput, thorax,
abdomen, mata, antena, alat mulut, 3 pasang tungkai dan sayap.
Morfologi
kumbang kacang hijau (Callosobruchus chinensis) memiliki sepasang mata,
antena, thorax, kaki, kepala, tanduk, sayap, abdomen dan
ofipositor. Dan memiliki tubuh yang agak pendek di banding hama
gudang yang lainnya
(Nonadita, 2008).
Berdasarkan
pengamatan yang dilakukan terhadap gejala serangan kumbang kacang hijau (Callosobruchus
chinensis) terhadap bulir kacang hijau diketahui bahwa kumbang kacang hijau
mengakibatkan kacang hijau berlubang.
Gejala
serangan Kumbang kacang hijau (Callosobruchus chinensis) yang
ditimbulkan pada biji kacang hijau adalah pada butir-butir buah yang terserang
berlubang-lubang dan mengeluarkan butiran-butiran yang sangat kecil dan kadang
juga biji yang terserang termakan hingga tinggal sebagian (Borror, 2009).
Berdasarkan
pengamatan terhadap kumbang kopra (Necrobia rufipes) diketahui bahwa
morfologinya terdiri atas caput, thorax, abdomen, mata, antena, 3 pasang
tungkai, alat mulut, dan sayap.
Ciri
morfologi kumbang kopra (Necrobia rufipes) adalah memiiki
sepasang mata, antena, thoraks, tanduk kaki, kepala, tanduk, sayap,
abdomen dan ofipositor. Dan memiliki bentuk tubuh lebih panjang dan lebih besar
dari hama gudang lainnya Dewasa 4 - 5
mm. Permukaan atas tubuh berwarna hijau kebiru-biruan metalik dan
mengkilap. Bagian permukaan bawah perut berwarna biru gelap. Kaki mereka
coklat kemerah-merahan terang atau oranye. Antena berwarna coklat
kemerah-merahan dengan ujung berwarna coklat tua atau hitam (Nonadita, 2008).
Dari
hasil pengamatan terhadap gejala serangan kumbang kopra (Necrobia rufipes) yaitu diketahui
bahwa pada kopra yang terserang akan tampak lubang-lubang kecil dan berbau tak
sedap.
Gejala serangan yang diakibatkan oleh
kumbang kopra (Necrobia rufipes) adalah pada
bagian pinggir kopra
yang terserang terlihat
goresan-goresan bekas gigitannya, sehingga
kopra menjadi berkurang
sedikit demi sedikit (Nonadita, 2008).
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan hal–hal
sebagai berikut :
1.
Hama gudang hidup dalam ruang lingkup
yang terbatas, yakni hidup dalam bahan-bahan simpanan di gudang.
2.
Pada umumnya hama gudang yang menyerang
berasal dari ordo Coleoptera.
3.
Pada umumnya morfologi hama kumbang
terdiri dari caput, antena, alat mulut, mata mejemuk, thorax,
tungkai depan, tungkai tengah, tungkai belakang, abdomen dan sayap.
4.
Pada umumnya hama gudang menyerang produk
dengan meletakkan telurnya dalam produk dan ketika telur tersebut menetas
larvanya akan memakan produk dan menyebabkan lubang-lubang pada produk.
5.
Pada umumnya alat mulut yang dimiliki
oleh hama gudang adalah tipe penggigit dan pengunyah karena produk yang telah
terserang akan tampak berlubang-lubang akibat digigit oleh hama gudang itu.
5.2 Saran
Disarankan untuk
percobaan berikutnya agar serangga yang akan diteliti digunakan kaca pembesar
agar bagian tubuhnya kelihatan keseluruhan.
PENGENALAN PENYAKIT
TANAMAN “JAMUR”
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Budidaya tanaman merupakan suatu kegiatan pertanian yang dilakukan untuk
memperoleh hasil pertanian yang maksimal. Pada areal pertanaman, sering
ditemukan akibat dari kemunduran produksi bukan hanya disebabkan oleh serangan
hama semata, tetapi banyak juga menderita karena gangguan penyakit.
Umumnya petani tidak dapat membedakan antara tanaman yang terserang hama
dan tanaman yang terserang penyakit. Secara biologi Penyakit tumbuhan adalah
proses fisiologi yang tidak normal dalam badan tumbuhan, yang dapat menyebabkan
kerugian langsung pada petani, karena dapat mengurangi kualitas dan kuantitas
hasil.
Penyakit yang menyerang tanaman biasanya menimbulkan gejala-gejala atau
ciri khas sehingga dapat memudahkan untuk mengetahui penyakit yang menyerang
tanaman. Penyakit tumbuhan salah satunya dapat disebabkan oleh jamur. Jamur
adalah suatu kelompok jasad hidup yang menyerupai tumbuhan tingkat tinggi,
sebab memiliki dinding sel, tidak bergerak, berkembang biak dengan spora namun
tidak memiliki klorofil, tumbuhnya berupa thallus (belum ada defferensiasi
menjadi akar, batang dan daun) serta tidak mempunyai sistem pembuluh seperti
pada tumbuhan tingkat tinggi. Agar terhindarnya tanaman dari penyakit yang
disebabkan oleh jamur, maka pengetahuan lebih lanjut tentang jamur harus
dikembangkan untuk mendapatkan pengendalian peyakit yang efektif dan ramah
lingkungan dengan eksploitasi agens hayati (Tjahjadi, 2008).
Adapun manfaat dalam mempelajari penyakit tanaman adalah agar praktikan
dapat mengenal jenis penyakit yang menyerang tanaman, gejala serangan, dan
pengendalian penyakit tersebut.
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan
dari praktikum Pengenalan Penyakit Tanaman “Jamur” yaitu untuk mengetahui macam-macam
jenis penyakit yang menyerang tanaman, gejala serangan, dan cara
pengendaliannya.
Kegunaan dari praktikum ini agar
mahasiswa dapat mengetahui macam-macam jenis penyakit yang menyerang tanaman,
gejala serangan, dan cara pengendaliannya.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Colletotrichum capsici
2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi
Colletotrichum capsici diklasifikasikan
dalam kingdom Fungi, divisio Ascomycota, kelas Sodariomycetes, ordo
Phyllachorales, famili Phyllachoraceae, genus Colletotrichum, dan spesies Colletotrichum
capsici (Irzayanti, 2009).
Jamur C. capsici ini
mempunyai ciri morfologi yang struktur tubuhnya sangat kecil dan hidupnya
sebagai parasit obligat merupakan sifat jamur yang hanya dapat
hidup pada inangnya saja, serta mempunyai habitat yang sangat luas
penyebarannya sampai keseluruh bagian tumbuhan (Budi, 2012).
2.1.2 Daur Hidup
Siklus hidup dari
jamur Colletotrichum capsici yang terdapat pada tanaman Cabai (Capsicum
annum) yaitu jamur pada buah masuk ke dalam ruang biji dan menginfeksi biji. Kelak
jamur menginfeksi semai yang tumbuh dari biji buah yang sakit. Jamur menyerang
daun dan batang, nantinya dapat menginfeksi buah-buah.
Jamur hanya sedikit sekali mengganggu tanaman yang sedang tumbuh, tetapi
memakai tanaman ini untuk bertahan sampai
terbentuknya buah hijau jamur
ini menyerang daun dan batang. Selain itu jamur dapat mempertahankan diri
dalam sisa-sisa tanaman sakit, seterusnya konidium disebarkan oleh angin. Infeksi jamur C. capsici hanya terjadi melalui luka–luka (Suryanto, 2010).
2.1.3 Gejala Serangan
Jamur Colletotrichum capsici mula-mula
membentuk bercak-bercak cokelat kehitaman, yang lalu meluas menjadi busuk
lunak. Pada tengah bercak terdapat kumpulan titik-titik hitam yang terdiri dari
kelompok seta dan konidium jamur. Serangan yang berat dapat menyebabkan seluruh
buah mengering dan mengerut (keriput). Buah yang seharusnya berwarna merah
menjadi berwarna seperti jerami. Gejala serangan awal berupa bercak coklat
kehitaman pada permukaan buah, kemudian menjadi busuk lunak (Irzayanti, 2008).
2.2 Phytophthora palmivora
2.2.1 Klasifikasi dan Morfologi
Phytophthora
palmivora diklasifikasikan dalam
kingdom Fungi, filum Heterokontophyta, kelas Oomycetes, ordo Peronosporales,
family Pythiaceae, genus Phytophthora, dan Spesies Phytophthora palmivora (Naynienay,
2008).
P. palmivora
merupakan marga yang memiliki sporangium yang jelas berbentuk seperti buah
jeruk nipis dengan tonjolan di ujungnya. Sporangium ini tidak tahan kering,
jika ada air maka sporangium ini akan melepaskan zoospora-nya. Zoospora
berenang-renang kemudian membentuk kista pada permukaan tanaman dan akhirnya
berkecambah dengan menghasilkan hifa yang pipih yang masuk ke dalam jaringan
inang (Naynienay, 2008).
2.2.2 Daur Hidup
Penyakit Phytophthora
palmivora dapat bertahan dalam tanah. Dari sini dapat terbawa oleh
percikan air hujan ke buah-buah yang dekat tanah. Setelah mengadakan infeksi (dapat bersumber
dari tanah, batang yang sakit kanker batang, buah yang sakit, dan tumbuhan
inang lainnya), dalam waktu beberapa hari, P. palmivora pada
buah dapat menghasilkan sporangium. Sporangium dapat terbawa oleh percikan air
atau oleh angin dan mencapai buah-buah yang lebih tinggi. Dari buah-buah yang
tinggi, sporangium dapat terbawa air ke buah-buah dibawahnya. Biji didalam buah
akan rusak selang 15 hari setelah terinfeksi (Naynienay, 2008).
2.2.3 Gejala Serangan
Infeksi jamur Phytophthora
palmivora pada buah menunjukkan gejala bercak berwarna kelabu
kehitaman. Biasanya bercak tersebut terdapat pada ujung buah. Bercak mengandung
air yang kemudian berkembang sehingga menunjukkan warna hitam. Bagian buah
menjadi busuk dan biji pun turut membusuk. Pembentukan spora terlihat dengan
adanya warna putih di atas bercak hitam yang telah meluas. Jaringan yang tidak
terinfeksi tampak jelas dan dibatasi oleh permukaan kasar, tetapi bercak dapat
berkembang dengan cepat dan seringkali menampakkan pembusukan yang menyeluruh
dan berwarna hitam (Naynienay, 2008).
2.3 Fusarium oxyporum
2.3.1 Klasifikasi dan Morfologi
Fusarium oxyporum diklasifikasikan dalam
kingdom Fungi, filum Ascomycota, kelas Sordariomycetes, ordo Hypocreales, family
Nectriaceae, genus Fusarium, dan spesies Fusarium oxyporum (Roma, 2009).
F. oxysporum , jamur ini mempunyai
ukuran tubuh yang sangat kecil dan hidupnya bersifat parasitoit pada organism
lain serta didukung oleh suhu tanah yang hangat dan kelembaban tanah yang
rendah sekali Populasi akan meningkat jika di tempat yang sama ditanam tanaman
yang merupakan inangnya serta jamur ini menginfeksi tanaman melalui jaringan
meristem pada ujung akar (Pracaya,
2007).
2.3.2 Daur Hidup
Daur
hidup jamur Fusarium oxyporum pada tanaman tomat (Solanum lycopersicum) yaitu jamur mengadakan penginfeksi pada
bagian tanah. Tanah yang sudah terinfeksi sukar dibebaskan
kembali dari jamur ini. jamur menginfeksi pada bagian akar, terutama pada
bagian yang telah luka, lalu menetap dan berkembang di berkas pembuluh
(Semangun, 2006).
Daur
hidup
dari jamur F. oxysporum yang ada pada tanaman Pisang (Musa
paradisiaca) yaitu bersumber dari tanah yang berbentuk miselium
yaitu berupa benang-benang halus atau dalam semua bentuk konidiumnya dan memiliki
tiga macam spora yakni antara lain mikrokonidium, makrokonidium, serta
klamidiospora (Roma, 2009).
2.3.3 Gejala Serangan
Gejala
serangan Fusarium oxyporum yang mana awalnya tulang-tulang
daun sebelah atas menjadi pucat, tangkai daun merunduk dan tanaman menjadi
layu. Layu total dapat terjadi antara 2-3 minggu setelah terinfeksi. Tandanya
dapat dilihat pada jaringan angkut tanaman yang berubah warna menjadi kuning
atau coklat. Penyakit ini dapat bertahan di tanah untuk jangka waktu lama dan
bisa berpindah dari satu lahan ke lahan lain melalui mesin-mesin pertanian,
seresah daun yang telah terserang, maupun air irigasi. Suhu tanah yang tinggi
sangat sesuai untuk perkembangan penyakit ini (Irzayanti, 2008).
2.4 Alternaria porri
2.4.1 Klasifikasi dan Morfologi
Alternaria
porri
yang menyerang bawang merah (Allium ascolonicum) diklasifikasikan dalam
kingdom Fungi, divisi
Eumycota, ordo
Hypales, family Dematiaceae, genus Alternaria, dan spesies Alternaria
porri (Hanudin, 2006).
Morfologi
jamur Alternaria porri berbentuk konidium berwarna coklat dan
seperti gada terbalik dengan ukuran 145-370 mm dan mempunyai sekat yang
membujur dan melintang (Hanudin, 2006).
2.4.2 Daur Hidup
Daur
penyakit dimulai dengan zona bercak keungu-unguan terdapat pada daun,
konidiofor konidiofor dibentuk satu persatu atau secara berkelompok, konidia
multiseluler dibentuk pada ujung ujung konidiofor. Setiap sel konidium
mampu berkecambah, penyakit disebarkan melalui udara dan perkecambahan maksimum
terjadi pada pukul 8 pagi sampai 2 siang. Perkembangan penyakit sangat
dipengaruhi oleh angin, curah hujan, pengairan dan penyemprotan. Sporulasi
terjadi pada malam hari dengan kelembaban relatif tinggi. Ketika jaringan
bawang rentan, spora jamur berkecambah, tabung kecambah menembus stomata dan secara
langsung bergerak terus sampai ke epidermis (Semangun, 2006).
2.4.3 Gejala Serangan
Gejala
serangan dari cendawan Alternaria porri yakni
pada daun terdapat bercak melekuk, berwarna putih atau
kelabu. Ukuran bercak bervariasi tergantung pada tingkat
serangan. Pada serangan lanjut, bercak-bercak tampak menyerupai
cincin dengan warna agak keunguan dengan tepi agak kemerahan atau keunguan yang
dikelilingi oleh zone berwarna kuning yang dapat meluas kebagian atas atau
bawah bercak, dan ujung daun mengering. Permukaan bercak bisa juga
berwarna coklat atau hitam terutama pada keadaan cuaca yang lembab
(Pracaya, 2007).
2.5 Pengendalian Secara Umum
Pengendalian
jamur atau cndawan secara umum yaitu dengan beberapa cara, dengan cara biologis
dengan memanfaatkan jamur Trichoderma sp. dan
melakukan pengendalian secara fisik yaitu dengan cara kultur teknis, cara
fisik dan mekanis. Cara biologis memanfaatkan musuh alami patogen
antagonis, seperti Trichoderma sp. dapat
juga memanfaatkan aneka tanaman biopestisida selektif yaitu
melakukan pengendalian secara fisik dan cara biologis dengan memanfaatkan
jamur Trichoderma sp. sebagai
jamur/cendawan antagonis, dapat dilakukan dengan cara membongkar tanaman
(termasuk akarnya) yang terserang berat, kemudian membakarnya, memotong/membuang
bagian tanaman yang sakit, termasuk 1–3 cm bagian kulit sekitarnya
yang sehat, kemudian diolesi fungisida. dan
mengunakan agens antagonis cendawan Trichoderma spp., Gliocladium spp. yang
dicampur dengan pupuk kandang/kompos serta hanya menanam tanaman yang
sehat serta mengendalikan patogen dengan nematisida, memelihara
tanaman dengan hati-hati untuk mengurangi terjadinya luka-luka pada akar tanaman
(Semangun, 2006).
III. METODE
PRAKTEK
3.1 Tempat dan Waktu
Praktikum mata kuliah Dasar–Dasar Perlindungan Tanaman
dilaksanakan di Laboraturium Hama dan Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian,
Universitas Tadulako, Palu. Praktikum ini mulai pada tanggal 20 November 2014 yang berlangsung pada hari hari kamis
pukul 10.00 sampai
dengan selesai.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan yaitu
buku gambar, dan alat tulis menulis. Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu cabai (Capsicum
annum) yang terserang (Colletotrichum capsici), buah kakao (Theobroma cacao)
yang terserang (Phytophthora palmivora), tanaman tomat (Solanum lycopersicum) yang terserang (Fusarium
oxyporum), batang pisang (Musa paradisiaca) yang
terserang (Fusarium oxyporum), dan daun tanaman
bawang merah (Allium ascolonicum) yang terserang (Alternaria porri).
3.3 Cara Kerja
Pertama-tama siapkan terlebih dahulu spesimen yang ada. Setelah itu ambil
spesimen yang akan diteliti kemudian amati bagian spesimen yang terserang
penyakit. Gambarkanlah spesimen yang telah diteliti pada buku gambar.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Berdasarkan pengamatan
yang dilakukan terhadap tanaman yang terserang penyakit, diperoleh hasil
sebagai berikut:
Keterangan :
·
Bercak-bercak hitam pada permukaan cabai.
|
Gambar 26. Buah Cabai (Capsicum annum) yang Terserang Jamur
Colletotrichum capsici.
Keterangan :
·
Kulit buah menjadi gelap dan terdapat
bercak-bercak putih pada permukaan buah.
|
Gambar 27. Buah Kakao (Theobroma cacao) yang Terserang Jamur
Phytophthora palmivora.
Keterangan :
·
Daun tomat tampak layu, dan batang tomat yang
terlihat mengkerut.
|
Gambar 28. Tanaman Tomat (Solanum
lycopersicum) yang Terserang
Jamur Fusarium
oxysporum.
Keterangan :
·
Tampak bercak merah pada pinggir batang dan tengah
batang tampak bercak hitam.
|
Gambar
29. Batang Pisang (Musa paradisiaca) yang Terserang Jamur
Fusarium oxysporum.
Keterangan :
·
Tampak bercak ungu pada daun yang lama kelamaan
menjadi kekuningan dan orange.
|
Gambar 30. Daun Bawang Merah (Allium ascolonicum)
yang Terserang
Jamur Alternaria porri.
4.2 Pembahasan
Berdasarkan
hasil pengamatan yang dilakukan pada buah cabai (Capsicum
annum) yang terserang jamur Colletotrichum capsici tampak
terlihat bercak-bercak berwarna hitam pada permukaan cabai juga terlihat cabai
yang terserang menjadi mengkerut.
Gejala yang serangan yang disebabkan
oleh C. capsici pada tanaman cabai (Capsicum annum), yaitu buah
yang seperti kelihatan mengering pada biji dan kulit luar pada buah cabai.
Karena hanya pada bagian buah yang terserang yaitu mengalami bercaka dan
keriting (Pracaya, 2007).
Berdasarkan
hasil pengamatan yang dilakukan pada
buah kakao (Theobroma
cacao) yang terserang jamur Phytophthora palmivora tampak
bercak-bercak putih pada permukaan buah kakao dan kulit kakao tampak berwarna
kehitaman.
Gejala serangan yang
timbul akibat adanya serangan P. palmivora yakni Jamur P.
palmvora menginveksi pada tanaman kakao melalui yang terserang, batang
yang sakit, buah yang sakit dan bagian inang lainnya juga bisa terserang karena
alat pertanian yang terkontaminasi dengan jamur dan warna buah berubah, umumnya
mulai dari ujung buah atau dekat tungkai yang dengan cepat meluas ke seluruh
bagian buah dan akhirnya buah menjadi berwarna hitam juga timbul lapisan
berwarna putih bertepung yang terdiri dari jamur-jamur sekunder yang membentuk
spora. Biji dalam buah akan rusak dalam selang waktu 15 hari setelah buah
terinfeksi. Selain itu, infeksi juga dapat terjadi pada daun, tunas
dan batang serta akar dan buah (Naynienay, 2008).
Berdasarkan
hasil pengamatan yang dilakukan pada tanaman tomat (Solanum
lycopersicum) yang terserang Fusarium oxysporum tampak daun tanaman tomat menjadi layu dan
menjadi kekuningan serta batang tomat menjadi mengkerut.
Gejala
serangan F. oxyporum pada tomat (Solanum lycopersicum) yang mana awalnya tulang-tulang daun
sebelah atas menjadi pucat, tangkai daun merunduk dan tanaman menjadi layu.
Layu total dapat terjadi antara 2-3
minggu setelah terinfeksi. Tandanya dapat dilihat pada jaringan angkut tanaman
yang berubah warna menjadi kuning atau coklat. Penyakit ini dapat bertahan di
tanah untuk jangka waktu lama dan bisa berpindah dari satu lahan ke lahan lain
melalui mesin-mesin pertanian, seresah daun yang telah terserang, maupun air
irigasi. Suhu tanah yang tinggi sangat sesuai untuk perkembangan penyakit ini (Irzayanti, 2008).
Berdasarkan hasil pengamatan pada batang pisang (Musa
paradisiaca) yang terserang jamur
Fusarium oxyporum tampak
bercak-bercak ungu pada pinggiran batang dan pada bagian tengah batang tampak
bercak kehitaman.
Gejala serangan jamur F. oxyporum
pada tanaman pisang (Musa paradisiaca)
yaitu akan terlihat gejala serangan pada pinggiran pada batang pisang yang
mengakibatkan batang pisang akan terlihat kehitaman-hitaman dan terbentuk
benang-benang pada bagian dalam batang pisang. Kemudian disebarkan pada batang
pisang dan akan mengakibatkan batang pisang tersebut akan terjadi pembusukan
pada batang pisang dan kemudian tersebut akan terjadi pembusukan pada buah
pisang (Semangun, 2006).
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan pada daun bawang
merah (Allium
ascolonicum) yang terserang jamur Alternaria
porri tampak bercak-bercak berwarna ungu pada daun, ujung daun kekuningan dan
daun tampak layu.
Gejala serangan yang
ditimbulkan dari jamur A. porri ini yaitu terjadinya
bercak kecil berwarna putih sampai kelabu dan melekuk. Jika membesar bercak
tampak bercincin dan warna agak keunguan. Tepinya agak keunguan dan dikelilingi
oleh zone berwarna kuning, yang meluas agak jauh ke atas dan ke bawah becak.
Ujung daun yang sakit mengering. Bercak banyak terdapat pada daun tua (Semangun,
2006).
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan hal–hal
sebagai berikut :
1.
Penyakit yang menyerang spesimen yang
telah diamati di laboratorium diketahui bahwa penyakit tersebut berasal dari
kingdom Fungi.
2.
Gejala yang diakibatkan oleh serangan
fungi terhadap tanaman yaitu terdapat bercak-bercak pada daun, batang, dan buah
juga daun dan batang yang terserang menjadi melayu.
3.
Penyakit yang menyerang berkembang
dengan baik akibat didukung faktor lingkungan yang lembab karena sering hujan.
4.
Pengendalian penyakit yang disebabkan
oleh jamur pada umumnya dapat dilakukan dengan cara alami yaitu
pemanfaatan patogen antagonis, seperti Trichoderma sp.,
eradikasi dan penggunaan bibit unggul.
5.2 Saran
Disarankan
untuk percobaan berikutnya agar spesimen yang akan diteliti, dapat diteliti
hingga bentuk morfologinya dengan mikroskop agar praktikan dapat memahami
bentuk-bentuk pada jamur tersebut.
PENGENALAN PENYAKIT
TANAMAN
“BAKTERI DAN VIRUS”
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Selain hama, juga terdapat hal lain
yang merupakan faktor penghambat pertumbuhan tanaman tetapi akan meninggalkan
gejala-gejala yang berguna untuk pengidentifikasian yang lebih lanjut pada
tanaman.
Penyakit-penyakit yang diderita tanaman disebabkan oleh patogen bakteri dan
virus yang mneyerang tanaman. Adanya penyakit yang diderita tanaman dapat
menyebabkan tanaman tidak bisa memberikan hasil yang baik secara kualitas dan
kuantitas. Sehingga mengakibatkan kerugian hasil panen yang diharapkan
oleh orang yang membudidayakan tanaman tersebut.
Bakteri adalah mikroorganisme bersel satu dengan
ukuran sangat kecil yang hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop.
Bakteri berkembang biak dengan cara membelah diri, serta mengambil bahan
makanan secara parasitis dengan cara menghisapnya melalui dinding sel. Bakteri
diketahui memiliki empat bentuk, diantaranya berbentuk batang (baksilus), bulat (kokkus), koma (vibrion),
dan spiral (spirilum). Virus
merupakan organisme subselular yang berukuran sangat kecil, lebih kecil dari
bakteri sehingga hanya dapat dilihat menggunakan mikroskop elektron dan hanya
dapat membiak di dalam sel yang hidup sehingga virus disebut parasit yang
biotroph. Gejala serangan penyakit virus sering tidak dapat dibedakan dengan
gejala kekurangan unsur hara, pengaruh faktor lingkungan yang ekstrim ataupun
pengaruh pencemaran bahan kimia. Yang membedakan penyakit tanaman karena
serangan virus dengan penyakit tanaman Non-patogenik (yang bukan disebabkan
oleh patogen) adalah bahwa penyakit tanaman yang terserang virus dapat
ditularkan pada tanaman yang sehat, sedangkan tanaman Non-patogenik tidak dapat
ditularkan. Agar terhindarnya tanaman dari penyakit, maka pengetahuan lebih
lanjut tentang bakteri dan virus harus dikembangkan untuk mendapatkan pengendalian
peyakit yang
efektif
(Triharso, 2005).
Adapun manfaat dalam mempelajari penyakit tanaman adalah agar praktikan
dapat mengenal jenis penyakit yang menyerang tanaman, gejala serangan, dan
pengendalian penyakit tersebut.
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan
dari praktikum Pengenalan Penyakit Tanaman “Bakteri dan Virus” yaitu untuk mengetahui
perbedaan bakteri dan virus, macam-macam jenis penyakit yang menyerang tanaman,
gejala serangan, dan cara pengendaliannya.
Kegunaan dari praktikum ini agar
mahasiswa dapat mengetahui perbedaan bakteri dan virus, macam-macam jenis
penyakit yang menyerang tanaman, gejala serangan, dan cara pengendaliannya.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 BDB (Blood
Disease Bacterium)
2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi
BDB (Blood Disease Bacterium) diklasifikasikan dalam kingdom
Bakteri, filum Proteobacteria, kelas Beta Proteobacteria, ordo Burkholderiales, famili Ralstoniaceae, genus Ralstonia, dan spesies Ralstonia
solanacearum (Hinggiranja,
2013).
R. solanacearum merupakan
bakteri gram negatif, berbentuk batang dengan ukuran 0,5-0,7 x 1,5-2,5 μm,
berflagela, bersifat aerobik, tidak berkapsula, serta membentuk koloni
berlendir berwarna putih (Hardiyanti, 2013).
2.1.2 Daur Hidup
Siklus hidup bakteri (Rostalnia solanacearum) pada pisang (Musa spp.) yaitu bakteri dapat bertahan
pada akar dan pada tanaman yang mempunyai hubungan dekat dengan pisang. Adanya
luka pada akar akan meningkatkan infeksi. Pada saat masuk ke dalam akar bakteri
berkembang sepanjang akar menuju ke batang, dan jamur akan berkembang secara meluas
dalam jaringan pembuluh (Hadisutrisno, 2008).
2.1.3 Gejala Serangan
Penyebaran penyakit layu pisang
tersebut disebabkan oleh bakteri (Rostalnia
solanacearum) dibantu oleh serangga yang menularkan bakteri ralstonia
solanacearum dari ordo diptera dan ordo lepidoptera yang berperan sebagai
vektor patogen penyebab penyakit layu bakteri serta serangga dari ordo
hymenoptera yang berperan sebagai pembawa penyakit tersebut kepada tanaman
pisang. serangga ordo hymenoptera yang hinggap di jantung (tongkol) pisang yang telah terserang penyakit layu bakteri akan membawa bakteri (Ralstonia solanacearum) kepada
tanaman pisang lainnya maka tanaman pisang yang dihinggapinya juga akan
terjangkit penyakit layu bakteri (Sarbini, 2006).
2.2 Pseudomonas solanacearum
2.2.1 Klasifikasi dan Morfologi
Pseudomonas
solanacearum diklasifikasikan
dalam kingdom Bacteria,
filum Proteobacteria, kelas Gama Proteobacteria, ordo Pseudomonadales, famili
Pseudomonadaceae, genus Pseudomonas, dan spesies Pseudomonas solanacearum (Nur, 2013).
Sifat morfologi P. solanacearum berukuran 0,5–0,7 x 1,5–2,5
mikron, berbentuk batang dengan ujung membualat, tidak membentuk kapsul, tanpa spora, motil dengan satu flagela polar, isolat
yang virulen umumnya flagelnya pendek dan pergerakan lambat (Fahri, 2008).
2.2.2 Daur Hidup
Siklus hidup pada
tanaman tomat (Lycopersicum esculentum)
yaitu bakteri Pseudomonas solanacearum
mengadakan penginfeksi pada bagian tanah dan tanaman. Tanah yang sudah
terinfeksi sukar dibebaskan kembali dari bakteri ini bakteri menginfeksi pada
bagian akar, terutama pada bagian yang telah luka, lalu menetap dan berkembang
di berkas pembuluh tanaman (Pujiatmoko, 2008).
2.2.3 Gejala Serangan
Gejala serangan penyakit
layu bakteri pada tanaman tomat
(Lycopersicum esculentum) yaitu tanaman yang diserang penyakit ini lebih cepat layu. Tanaman yang telah terinfeksi, daunnya masih hijau tetapi kemudian tiba-tiba layu, terutama pucuk daun yang masih muda, dan daun bagian bawah menguning. Tanaman yang terinfeksi menjadi kerdil, daun menggulung ke bawah, dan kadang-kadang terbentuk akar adventif sepanjang batang tomat. Tanaman yang terserang biasanya akan roboh dan mati (Pujiatmoko, 2008).
(Lycopersicum esculentum) yaitu tanaman yang diserang penyakit ini lebih cepat layu. Tanaman yang telah terinfeksi, daunnya masih hijau tetapi kemudian tiba-tiba layu, terutama pucuk daun yang masih muda, dan daun bagian bawah menguning. Tanaman yang terinfeksi menjadi kerdil, daun menggulung ke bawah, dan kadang-kadang terbentuk akar adventif sepanjang batang tomat. Tanaman yang terserang biasanya akan roboh dan mati (Pujiatmoko, 2008).
2.3 PMoV (Peanut Mottle Virus)
2.3.1 Klasifikasi dan Morfologi
PMoV (Peanut Mottle Virus) diklasifikasikan dalam group IV (+) sense RNA Viruses, famili
Potyviridae, genus Potyvirus, dan spesies Peanut mottle
virus (Gleason, 2007).
PMoV termasuk dalam
kelompok Potyvirus, dengan ukuran lebar 12 nm dan panjang 750 nm,
mempunyai benang RNA tunggal yang tersusun atas 9500 nukleotida. Dalam
sitoplasma sel-sel daging daun (Mesofil) terdapat badan inklusi berbentuk cakra (Pinwheel
inclusion), melingkar, berkeping-keping dan di dekatnya terdapat zarah-zarah
virus tersebut (Fatma, 2010).
2.3.2 Daur Hidup
Daur
hidup PMoV (Peanut Mottle Virus) pada
kacang tanah (Arachis
hypogeae L.) dapat diketahui dari ditularkannya penyakit oleh
kutu daun Aphis craccivora . Satu
sampai tiga ekor kutu telah cukup untuk menularkan penyakit. Dalam
badan kutu, virus hanya dapat bertahan selama 24
jam karena virus bersIfhat nonpersisten, Selanjutnya kutu yang mengandung virus
sudah dapat menularkan virus ke tanaman sehat jika
dibiarkan mengisap selama 3 menit (Triharso, 2005).
2.3.3 Gejala Serangan
Gejala
serangan PMoV (Peanut Mottle Virus)
dapat dilihat dari belang-belang pada daun yang tidak teratur, berwarna hijau
tua dan hijau muda, tulang-tulang daun agak melekuk, dan tepi daun agak
menggulung keatas. Infeksi yang terjadi pada waktu tanaman masih muda sering
menyebabkan terjadinya gejala belang dengan cincin-cincin klorotis. Olehnya,
PMoV sering juga disebut penyakit belang (Semangun, 2006).
2.4 PStV (Peanut Stripe Virus)
2.4.1 Klasifikasi dan Morfologi
PStV
(Peanut Mottle Virus)
diklasifikasikan dalam group IV (+) sense RNA Viruses, famili
Potyviridae, genus Potyvirus, dan spesies Peanut stripe
virus (Gleason, 2007).
Virus
PStV mempunyai zarah-zarah berbentuk batang lentur, mempunyai panjang 700-750
nm, bertahan terhadap keasaman antar PH 4-8. Sedangkan bilur pada daun kacang
tanah disebabkan oleh Virus Bilur Kacang Tanah atau PStV (Peanut Stripe Virus).
Zarah virus PStV berbentuk batang lentur yang panjangnya ± 750 nm, didalam sel
tanaman sakit terdapat badan inklusi yang mirip dengan cakra (Triharso, 2005).
2.4.2 Daur Hidup
Daur
hidup PStV (Peanut Stripe Virus),
penyakit ini
dapat ditularkan secara mekanis oleh serangga dan dapat
terbawa oleh biji tanaman sakit. PStV dapat pula ditularkan oleh kutu daun Aphis
craccivora, dengan cara yang sama pada
PMoV (Nasir, 2007).
2.4.3 Gejala Serangan
Gejala
serangan PStV (Peanut Stripe Virus)
terlihat dari adanya garis-garis putus-putus (Diskontinu),
dan pada daun terjadi gejala mosaik yang berat, serta
terdapat corak tertentu yang bilurnya meluas, sehingga mirip sekali dengan
gejala penyakit belang. PStV sering juga disebut dengan penyakit bilur (Tjahjadi, 2008).
2.5 Tungro
2.5.1 Klasifikasi dan Morfologi
RTBV
(Rice Tungro Bacilliform Virus) diklasifikasikan dalam group VII (dsDNA-RT),
famili Caulimoviridae, genus Tungrovirus, dan spesies Rice tungro
bacilliform virus (Rifai, 2007).
RTSV
(Rice Tungro Spherical Virus) diklasifikasikan dalam group IV ((+)ssRNA),
famili Sequiviridae, genus Waikavirus, dan spesies Rice tungro
spherical virus (Tamba, 2012).
Penyakit
kerdil hampa yang menyerang pada tanaman padi disebut jugaPenyakit
tungro. Penyakit ini disebabkan oleh dua bentuk partikel virus tungro yang berasosiasi
yakni virus batang (Rice Tungro
Bacilliform Virus atau RTBV) yang berukuran panjang 100-300 nano meter dan lebarnya 30-35 nano meter, sedangkan virus
tungro bulat (Rice Tungro Spherical Virus
atau RTSV), bergaris tengah 30 nano meter (Redha, 2009).
2.5.2 Daur Hidup
Daur
hidup dari virus tungro yaitu tungro disebabkan oleh virus yang mempunyai dua
macam zarah, yaitu yang berbentuk bola isometric (I) atau polyhedral dengan
garis tengah 30 nm dan yang berbentuk batang atau seperti bakteri (bacilliform) (B)
dengan ukuran 35 X 150 – 350 nm. Tanaman padi yang terkena gejala tungro yang
berat mengandung zarah I dan zarah B, sedangkan tanaman yang terkena gejala
tungro yang lemah mengandung zarah B (Anaf, 2008).
2.5.3 Gejala Serangan
Gejala
serangan awal di lahan biasanya khas dan menyebar secara acak. Daun
padi yang terserang virus tungro mula-mula berwarna kuning oranye dimulai dari
ujung-ujung, kemudian lama-kelamaan berkembang ke bagian bawah dan tampak
bintik-bintik karat berwarna hitam. Bila keadaan ini dibiarkan jumlah
anakan padi akan mengalami pengurangan, tanaman menjadi kerdil, malai yang
terbentuk lebih pendek dari malai normal selain itu banyak malai yang tidak
berisi (hampa) sehingga tidak bisa menghasilkan (Ifha, 2005).
2.6 Pengendalian Secara Umum
Adapun
pengendalian yang dapat dilakukan adalah dengan Sanitasi, agar lingkungan kebun agar
selalu bersih. Menerapkan sistem drainase yang baik, menggunakan peralatan yang
steril/dibersihkan dulu. Pemupukan dengan bahan organik akan meningkatkan
aktivitas mikroorganisme antagonis untuk membunuh bakteri perusak, Isolasi
spot, yaitu membungkus bunga tanaman dengan kain agar tidak di kunjungi oleh serangga
penular sampai selesai pembungaan serta eradikasi/pemusnahan, yaitu
menebang semua tanaman yang ada pada lahan tersebut, dan diganti dengan
tanaman yang tahan terhadap penyakit (Anaf, 2008).
III. METODE
PRAKTEK
3.1 Tempat dan Waktu
Praktikum mata kuliah Dasar–Dasar Perlindungan Tanaman
dilaksanakan di Laboraturium Hama dan Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian,
Universitas Tadulako, Palu. Praktikum ini mulai pada tanggal 27 November 2014 yang berlangsung pada hari hari kamis
pukul 10.00 sampai
dengan selesai.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan yaitu
buku gambar, dan alat tulis menulis. Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu buah
dan batang pisang (Musa paradisiaca) yang terserang BDB
(Blood Disease Bacterium), tanaman tomat (Solanum lycopersicum) yang terserang Pseudomonas solanacearum, tanaman kacang tanah (Arachis hypogeae) yang terserang PMoV (Peanut Mottle Virus) dan PStV (Peanut
Stripe Virus), serta tanaman padi (Oryza
sativa) yang terserang tungro.
3.3 Cara Kerja
Pertama-tama siapkan terlebih dahulu spesimen yang ada. Setelah itu ambil
spesimen yang akan diteliti kemudian amati bagian spesimen yang terserang
penyakit. Gambarkanlah spesimen yang telah diteliti pada buku gambar.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Berdasarkan pengamatan
yang dilakukan terhadap tanaman yang terserang penyakit, diperoleh hasil
sebagai berikut:
Keterangan :
·
Bercak merah kehitaman pada permukaan daging buah.
|
Gambar 31. Buah Pisang
(Musa paradisiaca) yang
Terserang
BDB
(Blood Disease Bacterium).
Keterangan :
·
Lendir kemerahan pada permukaan batang pisang.
|
Gambar 32. Batang Pisang
(Musa paradisiaca)
yang Terserang BDB
(Blood
Disease Bacterium).
Keterangan :
·
Daun tomat tampak layu, akar terlihat rapuh, pada
batang terdapat lendir yang jika dicelupkan ke air tampak benang-benang.
|
Gambar 33. Tanaman Tomat (Solanum
lycopersicum) yang Terserang
Pseudomonas solanacearum.
Keterangan :
·
Tampak pada permukaan daun bercak-bercak berwarna
gelap yang menyebar secara acak.
|
Gambar
34. Daun Kacang Tanah (Arachis
hypogeae) yang Terserang
PStV
(Peanut Stripe Virus).
Keterangan :
·
Tampak bercak-bercak pada tulang daun.
|
Gambar
35. Daun Kacang Tanah (Arachis
hypogeae) yang Terserang
PMoV
(Peanut Mottle Virus).
Keterangan :
·
Tampak warna kekuningan pada pinggiran daun, dan
bulir padi menjadi hampa.
|
Gambar 36. Tanaman Padi (Oryza sativa)
yang Terserang Tungro.
4.2 Pembahasan
Berdasarkan
hasil pengamatan yang dilakukan pada buah pisang (Musa paradisiaca) yang terserang BDB (Blood Disease Bacterium), bila dipotong,
tampak bercak-bercak merah kehitaman pada permukaan daging buah.
Buah dari tanaman yang
terserang apabila dipotong atau dibelah terlihat ada getah kental berwarna
coklat kemerah-merahan yang berbau busuk. Anakan yang tumbuh pada rumpun yang
sakit akan segera menunjukkan gejala daun menjadi layu, kering, kerdil dan
akhirnya mati (Baharuddin, 2007).
Berdasarkan
hasil pengamatan yang dilakukan pada batang pisang (Musa paradisiaca) yang
terserang BDB (Blood Disease
Bacterium), bila dipotong, tampak lendir merah kecoklatan pada permukaan batang.
Tanaman pisang yang terserang
pertumbuhan daunnya terhambat, cepat patah dan menjadi kuning, layu dalam
waktu yang relatif singkat. Jika batang dipotong, maka dalam beberapa saat akan
keluar cairan kental berwarna merah seperti darah (Baharuddin, 2007).
Berdasarkan
hasil pengamatan yang dilakukan pada tanaman tomat (Solanum
lycopersicum) yang terserang Pseudomonas solanacearum, tampak
daun tanaman tomat menjadi layu, akar terlihat rapuh, dan bila batang dipotong
akan mengeluarkan lendir yang jika dicelup ke air akan tampak benang-benang.
Penyakit layu bakteri pada tomat disebabkan oleh bakteri Pseudomonas solanacearum ditandai
dengan adanya daun yang layu dimulai dengan daun yang muda atau pucuk kemudian
berlanjut pada seluruh bagian tanaman. Jika tanaman di cabut kemudian
batangnya dipotong akan terlihat berkas pembuluh berwarna coklat. Massa
bakteri akan terlihat lebih jelas lagi apabila potongan batang tersebut
dimasukan dalam air jernih dimana setelah batang tersebut dimasukkan beberapa
menit kemudian akan terlihat benang-benang putih halus yang keluar dan bila
digoyangkan benang tersebut akan putus. Benang-benang putih tersebut merupakan massa bakteri (Baharuddin, 2007).
Berdasarkan
hasil pengamatan pada daun kacang tanah (Arachis hypogeae)
yang terserang PStV (Peanut Stripe Virus),
tampak pada permukaan daun terdapat bercak-bercak gelap.
Daun tanaman yang terinfeksi menunjukkan
gejala bercak hijau atau bilur yang dikelilingi garis klorotik dan agak
berkerut. Pada perkembangan lebih lanjut muncul gejala mosaik.
Gejala lainnya adalah bercak tak beraturan (blotch ) atau garisgaris
klorotik pada daun, tergantung pada strain PStV yang menyerang (Semangun, 2006).
Berdasarkan
hasil pengamatan pada daun kacang tanah (Arachis hypogeae)
yang terserang PMoV (Peanut Mottle Virus),
tampak bercak-bercak pada tulang daun.
Gejala
serangan yang sering dijumpai di lapang terhadap PmoV (Peanut Mottle Virus) adalah gejala belang berwama hijau tua
dikelilingi daerah yang lebih terang atau hijau kekuning-kuningan. Pada
umumnya gejala awal pada daun muda terlihat adanya bintik-bintik klorotik yang
selanjutnya berkembang menjadi belang-belang melingkar. Pada daun tua
berwarna hijau kekuningan dengan belang-belang berwarna hijau tua (Semangun,
2006).
Berdasarkan
hasil pengamatan pada tanaman padi (Oryza sativa) yang terserang tungro, tampak warna kekuningan pada
pinggiran daun, dan pada bulir padi terlihat berisi namun setelah dipencet
terasa bulir tersebut hampa.
Daun
padi yang terserang virus tungro mula-mula berwarna kuning oranye dimulai dari
ujung-ujung, kemudian lama-kelamaan berkembang ke bagian bawah dan tampak
bintik-bintik karat berwarna hitam. Bila keadaan ini dibiarkan jumlah
anakan padi akan mengalami pengurangan, tanaman menjadi kerdil, malai yang
terbentuk lebih pendek dari malai normal selain itu banyak malai yang tidak
berisi (hampa) sehingga tidak bisa menghasilkan (Ifha, 2005).
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan hal–hal
sebagai berikut :
1.
Bakteri yang menyerang pada tanaman
pisang dan tanaman tomat menyebabkan pada bagian batang jika dibelah terdapat
lendir.
2.
Virus PMoV dan PStV memiliki kesamaan
yaitu terdapat bercak gelap pada daun, namun bercak akibat PStV menyebar secara
acak pada permukaan daun, sedangkan bercak akibat PMoV terdapat pada bagian
tulang daun.
3.
Tungro yang terjadi pada padi
ditularkan oleh kutu daun yaitu saat kutu daun itu menghisap selama 3 menit
pada padi.
4.
Tanaman yang terserang virus atau
bakteri tidak memiliki hasil yang baik seperti pada pisang terdapat bercak
berwarna merah kehitaman dan bulir menjadi hampa pada padi.
5.2 Saran
Disarankan
untuk percobaan berikutnya agar spesimen yang akan diteliti, merupakan penyakit
lain dari virus dan bakteri yang berbeda dari praktikum saat ini agar praktikan
lebih mengetahui tentang gejala serangan akibat virus dan bakteri.
PENGENALAN NEMATODA
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Penyakit yang terjadi pada tumbuhan dapat disebabkan oleh mikroorganime
dari berbagai jenis yang tidak bisa dilihat dengan menggunakan mata telanjang.
Dampak dari serangan penyakit berbeda-beda setiap jenis tumbuhan yang
diseranggnya. Mikroorganisme yang menyebabkan terjadinya penyakit pada tumbuhan
seperti jamur, bakteri, virus dan nematoda.
Nematoda termasuk
filum hewan, didalamnya termasuk nematoda parasit tanaman dan hewan, serta
spesies nematoda yang hidup bebas. Nematoda parasit tanaman merupakan parasit
obligat, mengambil nutrisi hanya dari sitoplasma sel tanaman hidup. Beberapa
nematoda parasit tanaman adalah ektoparasit, hidup di luar inangnya sehingga
menyebabkan kerusakan berat pada akar dan dapat menjadi vektor virus yang
penting. Spesies lain, ada yang hidup di dalam akar, bersifat endoparasit
migratori dan sedentari (Ismawati, 2010).
Nematoda dapat berperan sebagai hama dan juga sebagai penyakit, dikatakan
sebagai hama karena nematoda dapat menyerang tanaman dari permukaan tanah dan
digolongkan sebagai penyebab penyakit karena dapat masuk kedalam jaringan
pembuluh pada akar tanaman.
Adapun manfaat dalam mempelajari nematoda adalah agar praktikan dapat
mengenal morfologi dari nematoda, membedakan antara nematoda jantan dan betina,
dan mengetahui gejala serangan nematoda pada tanaman.
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan
dari praktikum Pengenalan Nematoda yaitu untuk mengetahui cara ekstraksi
nematoda, mengetahui morfologi nematoda jantan dan betina serta mengetahui
gejala serangan nematoda pada tanaman.
Kegunaan dari praktikum ini agar
mahasiswa dapat mengetahui cara ekstraksi nematoda, mengetahui morfologi
nematoda jantan dan betina serta mengetahui gejala serangan nematoda pada
tanaman.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistematika
Nematoda Meloidogyne spp.
Nematoda Meloidogyne spp. diklasifikasikan dalam kingdom Animalia, filum Nematoda,
kelas Secernentea, ordo Thylenchida, famili Heteroderidae, genus Meloidogyne,
dan spesies Meloidogyne spp. (Mutmainna,
2013).
2.2 Siklus Hidup Nematoda Meloidogyne spp.
Siklus hidup bakteri (Rostalnia solanacearum) pada pisang (Musa spp.) yaitu bakteri dapat bertahan
pada akar dan pada tanaman yang mempunyai hubungan dekat dengan pisang. Adanya
luka pada akar akan meningkatkan infeksi. Pada saat masuk ke dalam akar bakteri
berkembang sepanjang akar menuju ke batang, dan jamur akan berkembang secara meluas
dalam jaringan pembuluh (Subagia, 2008).
2.3 Morfologi dan Cara
Menginfeksi Tanaman
Nematoda berbentuk seperti cacing
kecil. Panjangnya sekitar 200-1.000 mikron (1.000 mikron = 1 mm). Namun, ada
beberapa yang panjangnya sekitar 1
cm. Nematoda biasa hidup di dalam atau di atas tanah. Umumnya nematoda yang
hidup di atas tanah sering terdapat di dalam tanah terdapat di dalam jaringan
tanaman di antara daun-daun yang melipat, di tunas daun, di dalam buah, di batang, atau di bagian tanaman
lainnya. Nematoda juga ada yang hidup di dalam tanaman (endoparasit)
dan ada juga yang di luar tanaman (ektoparasit)
(Pracaya, 2007).
Mekanisme penyerangan oleh Meloidogyne spp.
dimulai dengan masuknya nematoda kedalam akar tumbuhan melalui bagian-bagian
epidermis yang terletak dekat tudung akar. Nematoda ini mengeluarkan enzim yang
dapat menguraikan dinding sel tumbuhan terutama terdiri dari protein,
polisakarida seperti pektin sellulase dan hemisellulase serta patin sukrosa dan
glikosida menjadi bahan-bahan lain. Meloidogyne spp.
mengeluarkan enzim selulase yang dapat menghidrolisis selulosa enzim endopektin
metal transeliminase yang dapat menguraikan pektin. Dengan terurainya bahan-bahan
penyusun dinding sel ini maka dinding sel akan rusak dan terjadilah luka.
Selanjutnya nematode ini bergerak diantara sel-sel atau menembus sel-sel menuju
jaringan sel yang terdapat cukup cairan makanan,
kemudian menetap dan berkembangbiak kemudian nematoda tersebut
masih mengeluarkan enzim proteolitik dengan melepaskan IAA (Indole Acetic Acid) yang merupakan
heteroauksin tritopan yang diduga membantu terbentuknya puru (Mutmainna, 2013).
2.4 Teknik
Ekstraksi Nematoda Meloidogyne spp.
Cara kerja untuk mengekstraksi nematoda yaitu susun berturut-turut dari
bawah nampan plastik, nampan saringan, kasa dan tisu. Ambil sampel kemudian
ratakan pada tisu yang telah disiapkan tersebut di atas. Tuangkan air pada
nampan secara perlahan, sampai tanah yang telah diratakan tersebut basah/air
menyentuh tisu dan permukaan air tidak melebihi permukaan sampel. Inkubasikan
selama 2 x 24 jam. Saringan diangkat dan ditiriskan. Air yang tertampung pada
nampan disaring dengan menggunakan saringan 200 mesh. Cuci saringan dengan air
bersih menggunakan botol semprot. Kemudian masukkan suspensi nematoda ke dalam
botol dan disimpan dalam lemari pendingin untuk pengamatan. Tuang suspensi
dalam papan hitung untuk pengamatan nematoda sekaligus menghitung populasi
nematoda di bawah mikroskop stereo. Nematoda dipancing menggunakan kait
nematoda dan diletakkan diatas gelas benda yang telah ditetesi air untuk diamati
dibawah mikroskop compound (Pracaya, 2007).
III. METODE
PRAKTEK
3.1 Tempat dan Waktu
Praktikum mata kuliah Dasar–Dasar Perlindungan Tanaman
dilaksanakan di Laboraturium Hama dan Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian,
Universitas Tadulako, Palu. Praktikum ini mulai pada tanggal 11 Desember 2014 yang berlangsung pada hari hari kamis pukul 10.00 sampai dengan selesai.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan yaitu
buku gambar, alat tulis menulis, cawan petri, talang, talang saring,
tisu, labu semprot, cutter, saringan
106 µm, dan mikroskop. Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu aquades, tanaman seledri (Aphium graviolens L.) yang terserang nematoda, dan tanah disekitar tanaman seledri (Aphium
graviolens L.) yang terserang nematoda.
3.3 Cara Kerja
Langkah kerja ekstraksi tanah yang terinfeksi nematoda yaitu
pertama-pertama siapkan talang yang diatasnya diletakkan talang saring. Letakkan
tisu secara merata menutupi seluruh permukaan talang saring. Tumbuklah tanah
tersebut hingga halus lalu tuangkan menyebar diatas talang saring tersebut.
Setelah itu tuangkan aquades diatas talang tersebut hingga tanah tersebut
terendam. Diamkanlah selama 2x24 jam, kemudian ambillah air yang berada pada
talang kemudian saringlah dengan saringan 106 µm. Semprotlah hasil saringan
yang tersangkut pada saringan dengan bantuan labu semprot lalu masukkan ke
dalam cawan petri. Letakkanlah cawan petri tersebut dibawah mikroskop, kemudian
amatilah nematoda yang tampak pada mikroskop dengan perbesaran 10x lalu
gambarkanlah pada buku gambar.
Langkah kerja ekstraksi akar seledri (Aphium graviolens L.) yang terinfeksi nematoda yaitu
pertama-pertama siapkan talang yang diatasnya diletakkan talang saring. Letakkan
tisu secara merata menutupi seluruh permukaan talang saring. Potonglah akar
seledri hingga halus dengan menggunakan cutter
lalu letakkan secara merata pada permukaan talang. Setelah itu tuangkan aquades
diatas talang tersebut hingga tanah tersebut terendam. Diamkanlah selama 2x24
jam, kemudian ambillah air yang berada pada talang kemudian saringlah dengan
saringan 106 µm. Semprotlah hasil saringan yang tersangkut pada saringan dengan
bantuan labu semprot lalu masukkan ke dalam cawan petri. Letakkanlah cawan
petri tersebut dibawah mikroskop, kemudian amatilah nematoda yang tampak pada
mikroskop dengan perbesaran 10x lalu gambarkanlah pada buku gambar.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Berdasarkan pengamatan
yang dilakukan terhadap tanaman yang terserang nematoda, diperoleh hasil
sebagai berikut:
Keterangan :
1.
Puru pada akar seledri
2.
Layu daun
3.
Bercak pada daun
|
Gambar 37. Morfologi Seledri (Aphium graviolens L.) yang Terserang
Nematoda
(Meloidogyne spp.).
Keterangan :
1.
Stilet
2.
Abdomen
3.
Ekor
|
Gambar 38. Morfologi Nematoda (Meloidogyne spp.) Jantan pada
Perbesaran 10x.
Keterangan :
1.
Stilet
2.
Abdomen
3.
Ekor
|
Gambar 39. Morfologi Nematoda
(Meloidogyne spp.) Betina pada
Perbesaran
10x.
4.2 Pembahasan
4.2.1 Nematoda
Meloidogyne spp. pada Tanaman Seledri
(Aphium
graviolens L.)
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan pada tanaman seledri (Aphium graviolens L.) yang terserang nematoda Meloidogyne
spp. yaitu tampak puru pada akar seledri, layu pada daun, dan bercak pada daun.
Gejala serangannya terlihat
pada akar tanaman yang menjadi berbintil-bintil, sehingga
berakibat pada sistem transportasi air dan unsur hara terganggu, akibatnya akan
berpengaruh keseluruh bagian permukaan tanaman, pertumbuhan menjadi terhambat,
daun menguning, dan dalam waktu yang rentan akan mengakibatkan kematian pada
tanaman (Tjahjadi, 2008).
4.2.2 Perbedaan Nematoda Meloidogyne spp.
Jantan dan Betina
Berdasarkan
hasil pengamatan yang dilakukan pada nematoda Meloidogyne spp.
jantan diperoleh nematoda jantan tersusun atas stylet, abdomen, dan ekor. Bentuk
tubuh nematoda jantan seperti cacing dan lebih kecil dibanding nematoda betina.
Nematoda jantan mempunyai
bentuk seperti cacing kecil. Bagian tubuh nematoda jantan terdiri
atas kepala, mata, perut, stylet, dan ekor. Ukuran tubuh nematoda
jantan memanjang bergerak lambat didalam tanah, nematoda jantan lebih panjang
dibandingkan dengan nematoda betina. Panjang nematoda jantan bervariasi maksimum
2 mm, kepalanya tidak berlekuk, panjang styletnya hampir dua kali panjang
stylet betina, ekornya pendek dan membulat (Hidayat, 2009).
Berdasarkan
hasil pengamatan yang dilakukan pada nematoda Meloidogyne spp.
betina diperoleh data bahwa nematoda betina tubuhnya tersusun atas stylet,
abdomen, dan ekor. Ukuran tubuh betina lebih besar dibanding jantan dan bentuk
tubuhnya seperti buah pir.
Nematoda
betina mempunyai bentuk yang mirip buah pir dan mempunyai bagian tubuh yang
terdiri atas kepala, mata, perut, stylet, dan tidak mempunyai
ekor. Nematoda betina juga mempunyai sifat endoparasit yang tidak
berpindah (sedentary) mempunyai leher pendek dan tanpa
ekor (Hidayat, 2009).
4.2.3 Teknik Ekstraksi Nematoda Meloidogyne spp.
Teknik ekstraksi tanah
yang terinfeksi nematoda yaitu siapkan talang yang diatasnya diletakkan talang
saring yang telah diletakkan tisu secara merata menutupi seluruh permukaan. Tuangkan
menyebar diatas talang saring tersebut tanah yang
telah halus lalu tuangkan aquades diatas talang tersebut hingga
tanah tersebut terendam. Diamkanlah selama 2x24 jam, kemudian kemudian
saringlah air pada talang dengan
saringan 106 µm.
Semprotlah hasil saringan yang tersangkut pada saringan dengan bantuan labu
semprot lalu masukkan ke dalam cawan petri lalu amati
nematoda pada cawan petri dengan mikroskop.
Teknik ekstraksi akar seledri yang
terinfeksi nematoda yaitu siapkan talang yang diatasnya diletakkan talang
saring yang telah diletakkan tisu secara merata menutupi seluruh permukaan. Tuangkan
menyebar diatas talang saring tersebut akar yang
telah dicincang halus lalu tuangkan aquades diatas talang
tersebut hingga tanah tersebut terendam. Diamkanlah selama 2x24 jam, kemudian
kemudian saringlah air pada talang dengan
saringan 106 µm.
Semprotlah hasil saringan yang tersangkut pada saringan dengan bantuan labu
semprot lalu masukkan ke dalam cawan petri lalu amati
nematoda pada cawan petri dengan mikroskop.
4.2.4 Cara Pengendalian
Sejauh
ini keefektifan fungi oportunistik dalam mengendalikan nematoda telah banyak di
laporkan. Bacillus penetrans efektif menekan populasi Meloidogyne spp.
hingga di bawah 50%. Spora Bacillus penetrans menempel pada
kutikula larva, betina, dewasa dan telur Meloidogyne spp. dan
memparasit hingga nematoda tersebut mati. Pada satu larva ditemukan lebih dari
250 spora. Dalam kondisi yang optimal, laju multiplikasi B. penetrans mencapai
ribuan kali lipat, sehingga kurang dari 48 jam mampu membunuh larva Meloidogyne spp.
Mikroorganisme lain yang efektif sebagai musuh alami Meloidogyne spp.
yaitu Dactilella sp., Dactylaria sp., Artrobotrys sp.,
dan Botrytis sp. Semua spesies tersebut mampu membentuk hifa
perangkap yang dapat menangkap larva nematoda setiap saat di daerah rhizosfer
(Kelana, 2010).
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan hal–hal
sebagai berikut :
1.
Nematoda betina berbentuk seperti buah
pir dan berukuran lebih panjang dibanding nematoda jantan.
2.
Nematoda dapat berperan sebagai hama
saat bagian yang terserang tampak terluka seperti luka pada akar.
3.
Nematoda dapat berperan sebagai
penyakit saat nematoda menyerang tanaman melalui jaringan tanaman itu sehingga
mengakibatkan tanaman tidak dapat tumbuh dengan baik.
4.
Nematoda Meloidogyne spp. menyerang tanaman melalui akar dan menyebabkan
akar tanaman yang terserang menjadi puru akar.
5.
Untuk
menekan pupulasi Meloidogyne spp. dapat digunakan Bacillus penetrans
karena spora Bacillus penetrans
memparasit nematoda tersebut hingga mati.
5.2 Saran
Disarankan
untuk percobaan berikutnya agar spesimen yang akan diteliti merupakan nematoda
yang menyerang pada bagian lain dari tanaman agar praktikan dapat mengetahui
perbedaan nematoda yang menyerang pada akar dan bagian yang lain.
DAFTAR
PUSTAKA
Abumutsanna, 2008. Hama Gudang. http://abumutsanna.wordpress.com.
Diakses pada tanggal 14 November
2014.
Anieska, M., 2009. Pengenalan Species Penting Hama Pasca
Panen Kelompok Coleoptera. http://mayaoblogz.blogspot.com/2009/06/coleoptera.html. Diakses pada tanggal 14 November 2014.
Baharuddin, 2007. Karakterisasi Bakteri Penyebab Blood Disease
Pada Pisang. http://www.isaaa.org/ Kc/Cropbiotechupdate/translations/bahasa/bahasa-2007-04-27.pdf.
Diakses pada tanggal 28 November 2014.
Borror, 2009. Kumbang
Bubuk Sitophilus zeamais Motsch dan
Strategi pengendaliannya. Litbang
Pertanian.
Caspiati, 2009. Menghilangka Daun Mangga Yang Terserang Kutu Putih http://www.google.com/Kultifasi/art/Pdf/. Diakses
pada 8 November 2014.
Djatnika, 2009. Pengendali
Layu Fusarium pada Tanaman Pisang. http://www. balitbu.go.id/isubuah01-1.htm.
Diakses pada tanggal 21 November 2014.
Fahri, 2008. Teknik
Identifikasi Bakteri.
http://blogfahri.blogspot.com/2008/02/teknik-identifikasi-bakteri.html. Diakses
pada tanggal 28 November 2014.
Fatma, F. 2010. Penyakit
Pada Kacang Tanah.
http://fitrifatmaw08.student.ipb.ac.id/2010/06/20/penyakit-pada-kacang-tanah.
Diakses pada tanggal 28 November 2014.
Gleason, M. 2007. Plant
Disease. http://apsjournals.apsnet.org/doi/abs/10.1094/PDIS-91-5-0632A.
Diakses pada tanggal 28 November 2014.
Hadisutrisno, B. 2008. Pengimbasan Ketahanan Pisang Terhadap Layu Fusarium. http:/
www.google.com.Kultifasi/art/Pdf.
Diakses pada tanggal 28 November 2014.
Hansamunahito, 2006. Hama Tanaman Pangan dan Perkebunan. Bumi
Aksara: Jakarta.
Hanudin, 2008. Jamur
Penyebab Penyakit Tanaman. Universitas Hasanuddin: Makassar
Hardiyanti, S. 2013. Pengenalan
Ralstonia Solanacearum.
http://hardiyanti1992.blogspot.com/2013/01/pengendalian-ralstonia-solanacearum.html.
Diakses pada tanggal 28 November 2014.
Harianto, 2009. Pengenalan dan Pengendalian Hama-Penyakit Tanaman
Kakao. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao: Jember.
Hartati, 2009. Laporan Praktikum Zoologi Arachnida dan Myriapoda. http://biologi-staincrb.web.id. Diakses
pada tanggal 8 November 2014.
Hase, 2009. Hama Penggerek Buah Kakao. http://ac.Id/kultifasi/art/806/pdf/. Diakses
pada 8 November 2014.
Hidayat, H., 2009. Pengantar
Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.
Hinggiranja, O. 2013. OPT
Kategori Patogen.
http://opttomatk11.blogspot.com/2013/04/dptkelompok11opt2ralstoniumsolanacearum.html.
Diakses pada tanggal 28 November 2014.
Ifha, 2005. Produksi Antibodi
Poliklonal Peanut Stripe Virus. http://www.
aseanbiotechnology.info/Abstract/23006622.pdf. Diakses
pada tanggal 28 November 2014.
Irzayanti, 2008. Penyakit Tanaman Gejala dan Tanda. http://bleckmen.wordpress.com/category/cacao-theobroma-cacao/. Diakses pada tanggal 21 November
2014.
Ismawati. 2010. Siklus
Hidup Nematoda.
http://ismawati08.student.ipb.ac.id/2010/06/20/laporan-siklus-hidup-nematoda.
Diakses pada tanggal 11 desember 2014.
Kelana, A. 2010. Pengendalian
Nematoda Bengkak Akar Tanaman Krisan dengan Bantuan Bacillus Penetrans Sebagai
Bioagensia Hayati.
http://klanapujangga.wordpress.com/2010/12/06/pengendalian-nematoda-bengkak-akar-pada-tanaman-krisan-meloidogyne-dengan-bantuan-bacillus-penetrans-sebagai-bioagensia-hayati.
Diakses pada tanggal 11 desember 2014.
Laksamana, D., 2013. Klasifikasi dan
Morfologi Walang Sangit. http://om-tani.blogspot.com/2013/05/klasifikasi-dan-morfologi-walang-sangit.html.
Diakses pada tanggal 16 Desember 2014.
Lugito, 2013. Pengenalan Spesimen
Hama. http://lugito-center.blogspot.com/2013/04/pengenalan-spesimen-hama-ordo.html.
Diakses pada tanggal 16 Desember 2014.
Maulana B., 2009. Analisis Mutu Benih 1, Pengujian Kesehatan Benih. http://badaihxh.blogspot.com/2009/01/analisis-mutu-benih-1-pengujian.html. Diakses pada 14 November 2014.
Mulyaman, 2008. Pengendalian Kumbang Beras.
http://hamadanpenyakittanaman.blogspot.com/2009/01/pengendalian-kutu-beras-sitophilus.html.
Diakses pada tanggal 14 November 2014.
Mutmainna, I. 2013. Penyakit
Puru Akar pada Tanaman Tomat.
http://iinmutmainna.blogspot.com/2013/04/penyakit-puru-akar-pada-tanaman-tomat.html.
Diakses pada tanggal 11 desember 2014.
Nasir, S. 2007. Sistem Produksi Kacang-kacangan untuk
Menghasilkan Benih BebasVirus. http://www.puslittan.bogor.net/berkasPDF/IPTEK/2007/ Nomor-1/05- Nasir%20Saleh.pdf. Diakses pada tanggal 28 November 2014.
Naynienay, 2008. Penyakit Tumbuhan.
http://naynienay.wordpress.com/Penyakit-tumbuhan. Diakses pada tanggal 21 November 2014.
Naynienay, 2008. Kemangi Terhadap Kumbang
Beras. Online.http://www.search-results.com/web?qsrc=2417&o=15917&l=dis&q=serbuk+kemangi+terhadap+kumbang+beras&atb.Dserbuk%2520kemangi&local.
Diakses pada tanggal 14 November 2014.
Nonadita, 2008. Klasifikasi Hama Kumbang. http://ac.id/kultifasi/art/806/pdf/.
Diakses pada tanggal 14 November 2014.
Nur, B. 2013. Bakteriologi
Penyakit Pada Tanaman yang Disebabkan Oleh Bakteri. http://berliannurr.blogspot.com/2013/06/vbehaviorurldefault vmlo.html. Diakses pada tanggal 28 November
2014.
Nyoman
I, 2005. Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya di Indonesia. Gajah Mada University Press: Yogyakarta.
Pracaya, 2007. Hama dan Penyakit
Tanaman. Penebar Swadaya: Jakarta.
Prasetio, B. 2012. Penyakit Utama pada Tanaman Cabai.
http://www.potretpertanianku.com. Diakses pada
tanggal 21 November 2014.
Pujiatmoko, 2008. Budidaya
Tanaman Tomat. http:/dc/ kultifasi/art /70/ pdf./ Diakses pada tanggal 28
November 2014.
Rahmawatif, R. 2012. Hama dan penyakit tanaman . Pustaka
baru press: Yogyakarta.
Redha, 2009. Tungro.
http://black-karma.blogspot.com/2009/03/tungro.html. Diakses pada tanggal 28
November 2014.
Rentokil, 2009. Kumbang Jagung. http://www.rentokil.co.id/Techinical-A-Z-Pests-Maize-Weevil-6.4.11.23.htm.
Diakses pada tanggal 14 November 2014.
Rifai, A. 2007. Penyakit Tungro Padi (RTBV dan RTSV).
http://blog.ub.ac.id/anamengeshare/2013/01/03/penyakit-tungro-padi-rtbv-dan-rtsv.
Diakses pada tanggal 28 November 2014.
Rina, 2011. Sayap Belalang. http://fahry31.blogspot.com/2011/01/laporan-lengkap-praktikum-ddpt.html. Diakses pada tanggal 8 November 2014.
Rioardi, 2009. Ordo-Ordo Serangga. http:// Rioardi.wordpress.com/2009/01/21/ordo-ordo
serangga. Diakses pada tanggal 8 November 2014.
Roma, 2009. Efektifitas
Trichoderma sp. dari Empat Lokasi Wilayah Banjarbaru Terhadap Fusarium
Oxysporum Penyebab Penyakit Layu Tomat.
http://romacute.wordpress.com/. Diakses pada tanggal 21 November 2014.
Sarbini, 2006. Penyakit
Layu Pada Tanaman pisang. http://andhy- jamur.blogspot.com/. Diakses pada
tanggal 28 November 2014.
Sari, 2009. Ulat Daun Kubis. http://sarimanis.blogspot.com. Diakses
pada tanggal 8 November 2014.
Semangun, H. 2006. Penyakit Tanaman Pangan Di Indonesia.
Penebar Swadaya: Jakarta.
Siregar, 2006. Integrated
Agricultural Farming System. http://salehp3t.blogspot.com.
Diakses pada tanggal 8 November 2014.
Subagia, 2008. Hama dan Penyakit Tanaman Edisi
Revisi. Penebar Swadaya: Jakarta.
Suharto, 2009. Sitophilus Oryzae. http://plasmanutfah.unej.acid/content/sitophilus-oryzae.
Diakses pada tanggal 14 November
2014.
Suryanto, 2010. Hama
dan
Penyakit Tanaman. Kanisius: Yogyakarta.
Tamba, R. 2012.
Virus Tungro.
http://ryantotamba.blogspot.com/2012/01/virus-tungro.html. Diakses pada tanggal
28 November 2014.
Tjahjadi, N. 2008. Hama dan Penyakit
Tanaman. Kanisius: Yogyakarta.
Triharso, 2005. Upaya Pengendalian Penyakit Darah Pisang (Pseudomonas
solanacearum). http://www.pustaka-deptan.go.id/agritek/
ntbr0106 .pdf. Diakses pada tanggal 28
November 2014.
Wagianto, A. G. 2008. Hama-Hama
Tanaman Dalam Gudang. Bumi Aksara Ikhtiar: Jakarta.
thank u so much hehehehehe
BalasHapus